Sinetron: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14:
Perkembangan sinetron/film televisi dipacu oleh acara ''Sepekan Film Indonesia'' yang dimulai pada tahun 1981.<ref name=Gandhawangi2021/> Sinetron TVRI awalnya dianggap kurang baik karena dibuat oleh pegawai saluran televisi tersebut yang bukan pekerja seni film.<ref name=Santoso2010/> Pada akhir tahun 1980-an, TVRI mulai bekerja sama dengan sutradara film yang berpengalaman agar film bisa ditampilkan dengan baik di televisi.<ref name=Santoso2010/><ref name=Muhlisiun2007>{{Cite journal|author=Arda Muhlisiun |title=Jejak Film dalam Langkah Televisi |language=id |url=https://repository.ikj.ac.id/657/1/SGA%20Jurnal%20Imaji%202007%20-%20Spektakel%20%26%20Bintang%20Film%20Politik%20Selebritas.pdf |format=PDF |journal=Imaji |date=Agustus 2007 |ed=3 |pp=75–90 |publisher=Departemen Kajian Media, Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian jakarta |access-date=2 September 2023}}</ref> Pada masa ini, istilah ''sinetron'' (film untuk televisi) baru muncul dan program ''Sepekan Film Indonesia'' berganti menjadi ''Sepekan Sinetron TVRI''.<ref name=Muhlisiun2007/>
 
=== Munculnya sinetron televisi swasta pada 1990-an ===
Indonesia mengalami peningkatan produksi sinetron pada 1990-an karena berkurangnya produksi film layar lebar dan meningkatnya keberadaan televisi swasta yang membutuhkan pasokan program.<ref name=Irawanto2006/> Menurut seminar Litbang Pantap Festival Sinetron Indonesia pada tahun 1996, ada ketidaksiapan dari stasiun televisi swasta saat diwajibkan memperbanyak penyiaran acara lokal, sehingga mereka tidak memiliki pekerja sinetron yang memadai dan cerita sinetron cenderung dipanjang-panjangkan.<ref name=SuaraPembaruan1996>{{Cite news|date=1 Desember 1996|title=SDM yang Mendukung Perkembangan Sinetron Nasional Kurang Memadai|url=http://www.suarapembaruan.com:80/News/1996/12/011296/Lainlain/film2/film2.html|dead-url=yes|work=Suara Pembaruan|archive-url=https://web.archive.org/web/19961229003641/http://www.suarapembaruan.com:80/News/1996/12/011296/Lainlain/film2/film2.html|archive-date=29 Desember 1996|access-date=27 Agustus 2023}}</ref> Pekerja sinetron dinilai belum punya etos kerja dan tidak disiplin waktu.<ref name=Santoso2010/><ref name=SuaraPembaruan1996/> Kewajiban mengikuti larangan pemerintah [[Orde Baru]] terkait menampilkan unsur [[SARA]] dan politik juga dinilai sebagai alasan kebanyakan sinetron cenderung jauh dari realitas sosial dan lebih mengarah ke drama percintaan dan rumah tangga.{{sfn|Loven|2008|p=74}}<ref name=Sanityastuti2007>{{Cite journal|author=Marfuah Sri Sanityastuti |title="Membaca" Televisi Indonesia, Sebuah Upaya Menyikapi Tayangan Televisi |language=id |url=https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/5137/4544 |format=PDF |journal=Jurnal Komunikasi |date=Oktober 2007 |volume=2 |issue=1 |pp=189–296 |publisher= |doi= |access-date=3 September 2023}}</ref> Pada tahun 2001, [[Rano Karno]] mengatakan kebanyakan sinetron yang diproduksi pada awal tahun 1990-an cenderung bermain aman dengan mengadaptasi formula [[telenovela]] Amerika Latin dan film India.{{sfn|Loven|2008|p=75}}
 
Di sisi keuangan, seminar Litbang Pantap Festival Sinetron Indonesia juga menyebut masalah pembayaran sebagai penghambat lainnya bagi usaha sinetron.<ref name=SuaraPembaruan1996/> Menurut wawancara Maria Myutel dengan praktisi-praktisi media, pengusaha sinetron pada masa itu kesulitan mendapatkan pinjaman uang dari bank karena sinetron dianggap sebagai usaha yang masih baru dan berisiko secara finansial.<ref>{{Cite journal|author=Maria Myutel |title=Commercial Television in Indonesia |language=en |trans-title=Televisi Komersial di Indonesia |url=https://brill.com/view/journals/bki/175/2-3/article-p155_2.xml |format= |journal=[[Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde]] |date=2019 |volume=175 |issue=2-3 |pp=155–176 |publisher=Brill |doi=10.1163/22134379-17502017 |access-date=1 September 2023}}</ref>
 
=== Produksi ===
Kebanyakan sinetron Indonesia menggunakan sistem "kejar tayang", yaitu melakukan pengambilan gambar episode sinetron tidak lama (bisa kurang dari satu hari) sebelum waktunya episode tersebut ditayangkan.<ref name=Sanityastuti2007/>{{sfn|Ida|2006|p=114}} Menurut rumah produksi sinetron, ini dilakukan untuk mempermudah pengubahan cerita untuk mengikuti ''rating'', tren, atau permintaan stasiun televisi.{{sfn|Ida|2006|p=114–115}} Penulis skenario [[Jujur Prananto]] menyebut alasan sistem kejar tayang digunakan adalah mencegah kerugian finansial, karena jika semua episode diproduksi dari awal sebelum ditayangkan, tidak ada jaminan episodenya laku. Di sisi negatifnya, Jujur menilai kualitas skenario yang dibuat secara kejar tayang cenderung lebih buruk dari skenario yang diberi lebih banyak waktu persiapan. Jujur juga mengatakan bahwa menulis skenario dengan cara itu melelahkan bagi penulis dan tidak memberikan kesempatan merevisi.{{sfn|Imanjaya|2006|pp=70–71}}
 
=== Acara penghargaan ===
Piala Vidia merupakan penghargaan dari [[Festival Film Indonesia]] (FFI) yang digelar [[Departemen Penerangan Republik Indonesia]] untuk program drama televisi.{{sfn|Ida|2006|p=87}} Mulai tahun 1992, Piala Vidia diberikan secara terpisah dari FFI.<ref>{{cite news|title=Festival Sinetron Indonesia (FSI) Belum Bergema|website=[[Pikiran Rakyat]]|date=10 Juli 1994}}</ref> Setelah FFI berhenti pada tahun 1993, Departemen Penerangan pun menggelar [[Festival Sinetron Indonesia]] (FSI) dari tahun 1994 sampai 1998.{{sfn|Ida|2006|p=87}} Karena Departemen Penerangan ditutup pada tahun 1999, penggelaran FSI pun ikut berhenti.{{sfn|Ida|2006|p=86}}
 
Baris 34 ⟶ 38:
=== Karya yang dikutip ===
*{{cite thesis |first=Rachmah |last=Ida |language=Inggris |date=2006 |title=Watching Indonesian ''Sinetron'': Imagining Communities around the Television |url=https://espace.curtin.edu.au/bitstream/handle/20.500.11937/2385/17833_Ida%20R%202006.pdf |format=PDF |degree=Doktoral |chapter= |publisher=Curtin University of Technology |docket= |oclc= |access-date=1 September 2023 |ref=harv}}
 
*{{Cite book|first=Ekky |last=Imanjaya |url=https://books.google.co.id/books?id=sl92GYNaKJIC |title=A to Z About Indonesian Film |editor-first=Doel |editor-last=Wahab |publisher=Penerbit DARI Mizan |date=2006 |access-date=3 September 2023 |ref=harv}}
 
*{{Cite book|title=Watching Si Doel |language=en |first=Klarijn |last=Loven |year=2008 |publisher=Brill Publishers |ref=harv}}