Patih Udara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
ArgaAkhmada37 (bicara | kontrib)
Koreksi dan menambah detail berdasarkan referensi dari Tome Pires dan Duarte Barbossa
ArgaAkhmada37 (bicara | kontrib)
k Koreksi kecil
Baris 31:
Seorang penjelajah Portugis bernama [[Tomé Pires]], mencatat kesaksian dan informasi yang dia dapatkan selama melakukan perjalanan ke penjuru Asia termasuk ke Jawa, antara tahun [[1512]]-[[1515]]. Pires dalam catatannya yang disebut ''[[Suma Oriental]],'' menyebutkan bahwa raja pada saat itu, ''Batara Vojyaya'' (Batara Wijaya atau Brawijaya, identik dengan [[Dyah Raṇawijaya|Dyah Ranawijaya]]), sudah tidak memiliki pengaruh dan hanya merupakan pemimpin simbolis saja. Sedangkan pemerintahan efektif dipegang oleh Patih Udara, yang disebut dengan gelarnya yaitu ''Guste Pate'' (atau Gusti Patih) atau ''Pate Andura. Guste Pate'' menurut Pires disebut memiliki kekuasaan yang dominan dalam pemerintahan dan merupakan penguasa ''de facto'' Majapahit. Meskipun secara formal, Udara hanya menjabat sebagai patih (''viso rey'') dan panglima perang, dia sangat disegani sehingga dianggap hampir seperti raja. Udara juga mengukuhkan kekuasaan melalui hubungan kekerabatan. Udara menikah dengan putri dari penguasa Blambangan yaitu ''Pate Pimtor'' (Menak Pentor), menikahkan putrinya dengan ''Batara Vojyaya'', dan menempatkan putranya ''Pate Sepetat'' (Menak Sapetak) sebagai penguasa ''Gamda'' (Pasuruan). Udara menjadi pemimpin tertinggi yang menggalang perlawanan sisa-sisa Majapahit terhadap penguasa-penguasa Islam di pesisir utara Jawa, terutama [[Kesultanan Demak|Demak]].<ref>Armando Cortesao, ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', I, 1944</ref>
 
Secara umum, masa akhir Majapahit hingga keruntuhannya belum dapat dirangkai secara pasti, termasuk detail masa kekuasaan Batara Wijaya, serta Patih Udara sebagai pemegang kekuasaan. Sebelum masa yang dicatat [[Tomé Pires]] yaitu antara tahun 1512-1515, penguasa terakhir yang dicatat menghasilkan sumber primer adalah [[Dyah Raṇawijaya|Dyah Ranawijaya]] yang mengeluarkan Prasasti Jiwu I bertarikh 1486, dengan isinya adalah anugerah raja kepada pendukungnya dalam perang saudara melawan [[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]]. Berita dari [[Dinasti Ming]] tahun 1498 juga menyebutkan masih adanya hubungan diplomatik antara Cina dan Jawa (Majapahit).<ref>Groeneveldt, ''Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources'', 1960, hlm. 36.</ref> Penjelajah Portugis lain yaitu [[Duarte Barbosa]] pada tahun 1518 menyebutkan adanya seorang "raja kafir" yang masih berkuasa di pedalaman Jawa yang namanya disebut sebagai 'Pateudra'.<ref>{{Cite book|last=Barbossa|first=Duarte|date=1921|title=Book of Duarte Barbossa vol.II|location=London|publisher=Redford Press|pages=190|url-status=live}}</ref>
 
== Legenda dan fiksi ==