Bahasa Semende: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Xiangliangzai (bicara | kontrib)
Menambahkan keterangan persebaran bahasa Semende di Provinsi Lampung secara lebih komprehensif dengan menyertakan contoh.
Xiangliangzai (bicara | kontrib)
Menambahkan keterangan persebaran bahasa Semende di Provinsi Lampung secara lebih komprehensif dengan menyertakan contoh.
Baris 605:
Selain di Sumatra Selatan, para penutur bahasa Semende juga tersebar di beberapa wilayah di [[Lampung|Provinsi Lampung]]. Merujuk data yang dihimpun dari [[Sensus Penduduk Indonesia 2010]], suku Melayu adalah kelompok suku terbesar keempat di Provinsi Lampung setelah suku Jawa, suku Lampung dan suku Sunda dengan jumlah 427.326 jiwa dan mencakup 5,64% dari total penduduk Provinsi Lampung. Suku Melayu yang tercatat dalam data tersebut sudah termasuk seluruh subsuku Melayu asal Sumatra Selatan seperti [[Suku Basemah|suku Besemah]], [[suku Lintang]], [[suku Kikim]], [[suku Lematang]], [[suku Enim]], [[suku Ogan]], [[suku Semende]], [[Kabupaten Mesuji|suku Mesuji]] dan [[Suku Palembang|suku Melayu Palembang]].
 
Populasi suku Melayu Semende serta penutur bahasa Melayu Semende dalam jumlah yang signifikan dapat ditemukan di [[Kabupaten Lampung Barat]] dan [[Kabupaten Tanggamus]]. Suku Melayu Semende di Kabupaten Tanggamus dapat ditemukan di [[Gunung Megang, Pulau Panggung, Tanggamus|Pekon Gunung Megang]], [[Pulau Panggung, Tanggamus|Pekon Muara Dua]], [[Penantian, Pulau Panggung, Tanggamus|Pekon Penantian]], [[Pulau Panggung, Pulau Panggung, Tanggamus|Pekon Pulau Panggung]], dan [[Tekad, Pulau Panggung, Tanggamus|Pekon Tekad]] di [[Pulau Panggung, Tanggamus|Kecamatan Pulau Panggung]]; [[Banding Agung, Talang Padang, Tanggamus|Pekon Banding Agung]], [[Sinar Banten, Talang Padang, Tanggamus|Pekon Sinar Banten]], [[Sinar Semendo, Talang Padang, Tanggamus|Pekon Sinar Semendo]], [[Suka Merindu, Talang Padang, Tanggamus|Pekon Suka Merindu]] dan [[Talang Padang, Talang Padang, Tanggamus|Pekon Talang Padang]] di [[Talang Padang, Tanggamus|Kecamatan Talang Padang]]; serta seluruh [[pekon]] di [[Ulu Belu, Tanggamus|Kecamatan Ulubelu]] (16 pekon). Kesamaan yang terdapat pada nama-nama pekon yang dihuni oleh suku Melayu Semende di Kabupaten Tanggamus dengan nama-nama daerah di Sumatra Selatan ini mencerminkan betapa dominannya pengaruh suku Melayu Semende di wilayah-wilayah tersebut. [[Gunung Megang, Muara Enim|Gunung Megang]] adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Muara Enim sekaligus nama sebuah desa di [[Jarai, Lahat|Kecamatan Jarai]], [[Kabupaten Lahat]]. [[Muaradua, Ogan Komering Ulu Selatan|Muara Dua]] adalah nama dari ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan sekaligus nama sebuah kelurahan di [[Prabumulih Timur, Prabumulih|Kecamatan Prabumulih Timur]], [[Kota Prabumulih]].
 
Kecamatan Ulubelu merupakan daerah tujuan [[Transmigrasi|program transmigrasi era Soekarno]] dan Soeharto sehingga mayoritas penduduk di kecamatan ini berasal dari suku Jawa, lebih spesifiknya para penutur [[bahasa Jawa Mataraman]] yang berasal dari [[Kabupaten Ponorogo]] di [[Jawa Timur|Provinsi Jawa Timur]] saat ini. Hal ini kemudian memunculkan fenomena [[akulturasi]] bahasa dan budaya [[Bahasa Jawa Mataraman|Jawa Mataraman]] dengan bahasa dan budaya [[Bahasa Semende|'''Melayu Semende''']] yang sudah lebih dahulu menduduki wilayah Kecamatan Ulubelu jauh sebelum para transmigran dari Jawa hadir dan menetap. Akulturasi ini salah satunya tercermin dari penyerapan kosakata bahasa Jawa Mataraman ke dalam bahasa Melayu Semende, seperti penggunaan kata '''''"lanang"''''' dan '''''"mambu"''''' untuk menyebut laki-laki dan sesuatu yang berbau busuk. Sebagian besar generasi tua masih menggunakan kosakata asli bahasa Melayu Semende untuk merujuk kepada dua hal tersebut, yakni '''''"jantan"''''' untuk laki-laki dan '''''"busok"''''' untuk merujuk kepada sesuatu yang berbau busuk. Begitu juga dalam kehidupan sehari-hari, para penutur bahasa Jawa Mataraman ini masih tetap melestarikan penggunaan bahasa Jawa Mataraman bahkan jika lawan bicaranya tidak berasal dari suku Jawa. Penggunaan bahasa Jawa dikecualikan di lingkungan sekolah dan saat acara-acara resmi digelar, bahkan tidak jarang para guru juga mengajar dengan menggunakan bahasa Jawa selama proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Hal ini kemudian memunculkan satu fenomena unik dimana para penutur bahasa Melayu Semende memiliki keahlian dalam berbahasa Jawa dan terkadang ikut mencampuradukkan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Semende dalam kehidupan sehari-hari.