Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pranala untuk beberapa istilah yang belum dikenal
Penyesuaian teks.
Baris 16:
 
== Sejarah ==
Peradaban masyarakat di wilayah Kecamatan Kuantan Hilir Seberang telah muncul sejak masa lampau dalam berbagai bentuk pemerintahan maupun daulat kekuasaannya. Desa-desa tua seperti Koto Rajo, Pelukahan, dan Sungai Sorik telah disebutkan dalam beberapa literatur dan tutur lisan sebagai desa yang telah muncul sejak beberapa abad yang lampau. Di abad ke-12 M misalnya, Koto Rajo disebutkan telah memiliki seorang raja yang ditunjuk sebagai perwakilian koto pasca ekspedisi Sang Sapurba yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya berhasil mencapai Kuantan.<ref>UU. Hamidy, ''Masyarakat Adat Kuantan Singingi'', Cetakan Pertama, (Pekanbaru: UIR Press, 2000), hal. 21-20.</ref>
 
Di sekitar abad ke-14/15 M, Adityawarman yang merupakan keturunan dari Dara Jingga di Majapahit, berhasil menjadi raja di Minangkabau (Pagaruyung). Ia kemudian mengutus beberapa pembesarnya untuk memperbaiki sistem pemerintahan di daerah Kuantan menjadi pemerintahan Konfederasi, yakni sistem yang menempatkan pusat pemerintahannya di masing-masing koto dengan jabatan pemimpin disebut ''Penghulu Nan Barompek'' (Penghulu yang Empat Orang) yang diberi gelar "Datuk". Sistem inilah yang kemudian terkenal dengan istilah ''Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua .'' Wilayah di sekitar Baserah termasuk Koto Rajo dan lain-lain bernaung di bawah ''Luhak Empat Koto di Hilir.''<ref>Hasbullah,, Rendi Ahmad Asori, Oki Candra, ''Olahraga dan Magis: Kajian terhadap Tradisi Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi'', Cetakan Pertama, (Pekanbaru: ASA Riau, 2015), hal. 53-54. ISBN: 978-602-1096-63-5.</ref>
Baris 22:
Pada perkembangan berikutnya, desa-desa yang berada di Kecamatan Kuantan Hilir Seberang saat ini sempat bernaung di bawah ''Luhak Sembilan Koto di Hilir'' di bawah kepemimpinan Datuk Bandaro Lelo Budi. Lalu juga sempat bernaung di bawah ''Luhak Empat Koto di Hilir'' pada saat Kerajaan Pagarayung mengutus 5 orang pembesarnya atau ''Urang Godang'' untuk membantu tugas para datuk dalam memungut pajak dengan menerajui lima luhak yang salah satunya adalah ''Luhak Empat Koto di Hilir'' tadi. Di masa ini, pusat pemerintahan luhak tersebut berada di negeri Inuman di bawah kekuasaan ''Urang Godang Datuk Dano Sakaro''.
 
Setelah kolonialis Belanda masuk ke wilayah Kuantan sekitarSekitar tahun 1905 M, daerah Koto Rajo menjadisecara salahadministratif satuberada daerahdalam dipengaturan Distrik Kuantan dengan diletakkandiletakkanya seorang raja. Ini berbeda dengan sembilan daerah lainnya di distrik tersebut, di mana yang berkuasa adalah ''Urang Godang'' yang bergelar "Datuk". MakaIni membuat Koto Rajo adalah satu-satunya daerah di Distrik Kuantan yang dipimpin oleh seorang raja.
 
Selepas kemerdekaan Indonesia di tahun 1950-an, wilayah tersebut masuk ke dalam Kewedanaan Kuantan-Singingi hingga akhirnya menjadi bagian dari Kabupaten Indragiri berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah. Pada momen berikutnya, Kabupaten Indragiri kemudian dimekarkan menjadi dua kabupaten baru yakni Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Indragiri Hulu melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Inderagiri Hilir dengan Mengubah Undang-Undang No. 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah. Wilayah Kecamatan Kuantan Hilir Seberang ketika itu menjadi bagian dari kecamatan induk, yakni Kuantan Hilir yang berpusat di kota Baserah.<ref>Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Inderagiri Hilir dengan Mengubah Undang-Undang No. 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah.</ref>