Kerajaan Kadiri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 171:
Di dalam [[prasasti Jaring]] dari masa pemerintahan [[Sri Gandra]] untuk pertama kalinya memuat nama-nama hewan yang dipakai sebagai nama depan para pejabat kerajaan,<ref>https://www.kedirikota.go.id/p/dalamberita/6351/silsilah-raja-raja-kerajaan-kediri-dan-asal-usulnya</ref> misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, Kebo Waruga, Tikus Jinada dan Macan Kuning.
Nama kepangkatan [[menjangan]], [[lembu]], [[kerbau|kebo]], [[macan]], [[gajah]], [[tikus]] bisa menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana. Nama-nama hewan untuk kepangkatan istana juga masih terus berlanjut di masa kerajaan [[Singhasari]] dan [[Majapahit]] setelah Kadiri runtuh. Adapun isi prasasti Jaring berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring oleh Sri Gandra melalui ''Senapati Sarwwajala'' yang dapat disamakan dengan [[laksamana]] atau panglima angkatan laut, menunjukkan kemajuan Kediri dalam bidang [[maritim]]. Sehingga dapat diketahui bahwa pada masa raja Sri Gandra, pejabat kemiliteran mengalami perluasan peran tidak hanya sebatas menangani urusan perang atau kemiliteran, tetapi juga urusan sipil masyarakat.
===perkembangan agama===
 
Corak keagamaan pada masa Kadiri dapat disimpulkan dari tinggalan arkeologis yang ditemukan di daerah Kediri. Candi Gurah dan Candi Tondowongso menunjukkan latar belakang agama [[Hindu]] khususnya [[Siwa]] berdasarkan berbagai arcana. Petirana Kepung Jatimulyo yang dilihat bersifat Hindu karena tidak terlihat unsur Buddha pada struktur arsitekturnya. Beberapa prasasti menyebutkan nama raja abhiseka yang berarti serapan dari [[Wisnu]] misalnya ''(Sri Sarwweswara Triwikramawataranindita)''. Hanya saja hal ini tidak secara langsung membuktikan bahwa [[Wisnuisme]] berkembang pada masa itu. Sebab landasan [[filosofis]] yang dikenal di Pulau Jawa pada masa itu adalah semua raja setara dengan Dewa Wisnu dalam hal mengurus rakyat dan dunia atau kerajaannya.
===pengaruh dalam budaya===
Pada masa pemerintahan [[Sri Kameswara]] seorang pujangga bernama [[Mpu Dharmaja]] menciptakan mahakarya [[Kakawin Smaradahana]] (Asmaradahana) yang didedikasikan untuk Sri Kameswara dan permaisurinya Sri Kirana Ratu, putri dari [[kerajaan Janggala]]. Kakawin Smaradahana juga mengisahkan terbakarnya dewa [[Kamajaya]] dan dewi [[Kamaratih|Ratih]], menjelang kelahiran [[Ganesha]]. Pasangan dewa-dewi tersebut kemudian menitis dalam diri Sri Kameswara dan permaisurinya yang bernama Sri Kirana, dan dianggap merupakan inspirasi awal yang memunculkan [[cerita Panji]], kisah cinta yang terinspirasi dari raja Kameswara dengan Sri Kirana. cerita Panji terfokus pada peyualangan romantika tokoh Panji dalam menemukan kekasih hatinya yaitu Candra Kirana.
 
Baris 178 ⟶ 180:
 
Pada zaman Kediri dikenali memiliki gaya dalam penulisan [[aksara]]nya yang disebut dengan aksara ''"Kadiri Kwadrat"'', yaitu merupakan [[aksara Kawi]] yang ditulis besar dan tebal serta memiliki ciri khas penulisannya tersendiri yang menonjol, dengan bentuk huruf umumnya menyerupai persegi empat dan ditulis timbul. Karena bentuknya yang persegi empat ini maka dinamakan dengan aksara kwadrat. hurufnya yang ditonjolkan ke luar, menyerupai seperti pahatan [[relief]]. Juga dihiasi ukiran tumbuh-tumbuhan beserta ornamentasi ular dan lainnya. Menjadikan aksara Kadiri kwadrat selain indah juga sebagai identitas budaya dari masa kerajaan Kediri. Pada masa kejayaan kerajaan Kadiri, aksara kwadrat juga berfungsi menunjukkan pengaruh pada daerah-daerah di sekitarnya. Persebaran aksara Kadiri kwadrat meliputi Wilayah [[Jawa Timur]], [[Jawa Tengah]] (tebing batu di Dataran Tinggi Dieng), [[Bali]], bahkan juga diketemukan di [[Candi Muaro Jambi]] di [[Sumatera]].
===hubungan dengan Bali===
 
Di Pulau Bali, terdapat adanya unsur kata "Jaya" yang digunakan pada keempat gelar raja [[Kerajaan Bali|Bali Kuno]]. Adanya unsur yang sama tersebut rupanya bukan semata-mata bersifat kebetulan tetapi juga menunjukkan adanya hubungan kekerabatan di antara mereka. Kemungkinan adanya hubungan kekerabatan di antara mereka diperkuat oleh keterangan dalam [[Kakawin Bhāratayuddha]]. Dalam kitab itu, dikatakan bahwa [[Sri Jayabhaya]] dari [[Kadiri]] sempat meluaskan kekuasaannya ke [[Nusantara]] bagian timur dan tidak ada pulau yang sanggup mempertahankan diri dari kekuasaan Jayabhaya.<ref>Krom, 1956:hlm.154-155</ref>