Kerajaan Selaparang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mandalika (bicara | kontrib)
Mandalika (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
'''Kerajaan Selaparang''' adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di [[Pulau Lombok]]. Pusat kerajaan ini di masa lampau berada di Seleparang, yang saat ini kurang lebih lebih berada di desa Selaparang, kecamatan Swela, [[Lombok Timur]].
 
Sejujurnya minim sekali yang dapat diketahui tentang sejarah Kerajaan Selaparang (sering pula disebut dengan Seleparang), terutama sekali tentang awal mula berdirinya. Namun, tentu saja terdapat beberapa sumber objektif yang cukup dapat dipercaya. Salah satunya adalah kisah yang tercatat di dalam daun lontar yang menyebutkan bahwa berdirinya Kerajaan Selaparang tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sejarah masuknya atau proses penyebaran agama Islam di [[Pulau Lombok]].<ref name="lsj">{{id}} Perlu diketahui juga bahwa salah seorang anggota wali sembilan [[(wali songo)]], [[Maulana Malik Ibrahim―beliauIbrahim]]―beliau dipercaya juga sebagai yang tertua di antara anggota wali sembilan lainnya―pernah juga berdakwah di [[Pulau Lombok]] sebelum beliau pergi ke Pulau Jawa. Bukti bahwa [[Maulana Malik Ibrahim]] pernah berdakwah di [[Pulau Lombok]] adalah terdapatnya sebuah [[masjid]] kuno bernama masjid [[Maulana Malik Ibrahim]] di desa Pengkores, [[Lombok Utara]], yang hingga detiksaat ini masih berdiri dengan kokoh sebagai saksi bisu dakwah [[Maulana Malik Ibrahim]] di lokasi tersebut. </ref>
== Sejarah ==
=== Berdirinya Selaparang ===
Disebutkan di dalam daun lontar tersebut bahwa agama Islam salah satunya (bukan satu-satunya) pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang muballigh dari kota Bagdad, Iraq, bernama as-Syaikh as-Sayyid Nururrasyid Ibnu Hajar al-Haitami. Masyarakat [[Pulau Lombok]] secara turun-temurun lebih mengenal beliau dengan sebutan Ghaos Abdul Rozak. Nah, beliau inilah, selain sebagai penyebar agama Islam, dipercaya juga sebagai cikal bakal sultan-sultan dari kerajaan-kerajaan yang ada di [[Pulau Lombok]].<ref name="lsj">{{id}} Ibrahim Husni,. ''Draf Penelitian tentang Sejarah Nahdlatul Wathan dan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid,''. tahunLombok Timur. 1982 (tidakTidak dipublikasikanDiterbitkan),. hlm. 1. </ref> Namun selain beliau, Betara Tunggul Nala diyakini pula sebagai leluhur sultan-sultan di [[Pulau Lombok]].
 
Betara Nala Segara disebut-sebut memiliki seorang putra bernama Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rambitan yang bernama asli Sayyid Abdrurrahman. Beliau ini dikenal pula dengan nama Wali Nyatok, di Pulau Bali ia terkenal dengan nama Tuan Semeru, sedangkan di Jawa beliau bernama Aji Duta Semu atau Pangeran Sangupati. Wali Nyatok disebut sebagai pendiri Kerajaan Kayangan yang merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, ketinggian ilmu tarekatnya telah mendorongnya untuk mengundurkan diri dari panggung kerajaan Kayangan dan kemudian menetap di desa Rambitan, Lombok Tengah, sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini.<ref name="lsj">{{id}} Lalu Djelenga,. ''Keris di Lombok''. (Mataram:. 2002. Yayasan Pusaka Selaparang, 2002),. hlm. 20. </ref>
 
Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaos Abdul Rozak. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya beliau masuk ke [[Pulau Lombok]]. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa beliau datang ke [[Pulau Lombok]] untuk pertama kalinya sekitar tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun 1201 hingga 1300 Masehi). Beliau―menurut daun lontar tersebut―memiliki dua orang anak, yaitu Sayyidah Rabi’ah dan Sayyid Zulkarnain (dikenal juga dengan sebutan Ghaos Abdurrahman). Sayyid Zulkarnain inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Sultan Rinjani, dan Datu Selaparang, atau sering pula digabung menjadi Sultan Rinjani Selaparang. Beliau mempunyai tiga orang anak, yakni Sayyid Umar yang kemudian menjadi Datu Gunung Pujut, Sayyid Amir, yang kemudian menjadi Datu Pejanggik, dan Syarifah Qamariah alias Dewi Anjani.<ref name="lsj">{{id}} Ibrahim Husni,. Op''Loc. Cit… Cit''...</ref>
 
Nah, sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Betara Tunggul Nala dan Ghaos Abdul Rozak yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal sultan-sultan Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang (Kayangan). Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah: Tidakkah keduanya memang orang yang sama,? Tidakkah yang dimaksud sebagai Betara Tunggul Nala itu sebagai Ghaos Abdul Rozak, dan Wali Nyatok adalah Ghaos Abdurrahman. Hal itu masih dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.
 
=== Kejayaan Selaparang ===
Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668 Masehi. Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus rnerelakan salah satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu direbut sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar lautnya pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Gelgel (Bali) dari barat. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi, akan tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel dapat ditawan dalam jumlah yang cukup besar pula.<ref name="lsj">{{id}} Mohammad Noor, dkk. ''Visi Kebangsaan Religius: (JakartaRefleksi Pemikiran dan Perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid''. [http://www.logos-wi.com/ Logos, Wacana Ilmu]. Jakarta. 2004),. hlm. 85. </ref>
 
Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan kebijaksanaan baru untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, di sebuah dataran perbukitan, tepat di desa Selaparang sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang inipun memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang memiliki sumber mata air yang melimpah.<ref>{{id}} name="lsj">''Ibid''... </ref>
 
Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula bahwa seorang raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu (1630 Masehi) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawa menjadi Sultan Selaparang yang memerintah seluruh wilayah [[Pulau Lombok]] dan Sumbawa.<ref name="lsj">{{id}} Fathurrahman Zakaria,. ''Mozaik Budaya Orang Mataram (Mataram:''. Yayasan Sumurmas al-Hamidy,. Mataram. 1998),. hlm. 46. </ref>
 
=== Keruntuhan Selaparang ===
Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dan arah barat telah muncul pula. Embnio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem (Pulau Bali) secara bergelombang, dan selanjutnya mendirikan koloni di kawasan Kotamadya Mataram sekarang ini. Kekuatan itu kemudian secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma menjadi kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 Masehi. Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan Gelgel dari Bali Utara atau dua tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh laskar Kerajaan Selaparang.<ref name="lsj">{{id}} Mohammad Noor, ''Op. Cit'', hlm. 86. </ref>
 
Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi militer. Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Oleh sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.<ref>{{id}} name="lsj">''Ibid''... </ref>
 
Dalam upaya menghadapi masalah yang baru tumbuh dan arah barat itu―Kerajaan Gelgel, Kerajaan Karang Asem dan terutama sekali Belanda―maka secara tiba-tiba saja, salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan bernama Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih paham dengan rajanya, raja Kerajaan Selaparang, soal posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Pada akhirnya Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem (Bali) yang mana pada saat itu sudah berhasil mendarat di Lombok Barat. Kemudian atas segala taktiknya, Arya Banjar Getas menyusun rencana bersama pihak Kerajaan Karang Asem, untuk menyerang Kerajaan Selaparang.K<ref>{{id}} name="lsj">''Ibid'', hlm. 87. </ref>
 
Cukup ironis memang, hanya karena berbeda pendapat dengan raja, Arya Banjar Getas bergabung dengan pihak musuh untuk menyerang kerajaan yang telah membesarkannya. Namun yang jelas, dalam realita sejarah, ekspedisi militer tersebut telah berhasil menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi pada sekitar tahun 1672 Masehi.<ref name="lsj">{{id}} ''Ibid''... </ref>
 
== Lihat pula ==
* [[Suku Sasak]]
 
== ReferensiCatatan Kaki ==
{{reflistRefbegin}}
{{Reflist}}
{{Refend}}
 
{{indo-sejarah-stub}}