Kerajaan Selaparang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 2:
{{naratif}}
:''Selaparang dialihkan ke halaman ini, untuk nama bandara kunjungi [[Bandar Udara Selaparang]]''.
'''Kerajaan Selaparang''' adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di [[Pulau Lombok]]. Pusat kerajaan ini di masa lampau berada di [[Selaparang]] (sering pula diucapkan dengan ''Seleparang''), yang saat ini kurang lebih lebih berada di desa Selaparang, kecamatan Swela, [[Lombok Timur]].
Sejujurnya minim sekali yang dapat diketahui tentang sejarah Kerajaan Selaparang
== Sejarah ==
=== Berdirinya Selaparang ===
Disebutkan di dalam daun
Nah, sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Betara Tunggul Nala dan Ghaos Abdul Rozak yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal
▲Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaos Abdul Rozak. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya beliau masuk ke [[Pulau Lombok]]. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa beliau datang ke [[Pulau Lombok]] untuk pertama kalinya sekitar tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun 1201 hingga 1300 Masehi). Beliau―menurut daun lontar tersebut―memiliki dua orang anak, yaitu Sayyidah Rabi’ah dan Sayyid Zulkarnain (dikenal juga dengan sebutan Ghaos Abdurrahman). Sayyid Zulkarnain inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Sultan Rinjani, dan Datu Selaparang, atau sering pula digabung menjadi Sultan Rinjani Selaparang. Beliau mempunyai tiga orang anak, yakni Sayyid Umar yang kemudian menjadi Datu Gunung Pujut, Sayyid Amir, yang kemudian menjadi Datu Pejanggik, dan Syarifah Qamariah alias Dewi Anjani.<ref>{{id}} Ibrahim Husni. ''Loc. Cit''...</ref>
▲Nah, sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Betara Tunggul Nala dan Ghaos Abdul Rozak yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal sultan-sultan Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang (Kayangan). Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah: Tidakkah keduanya memang orang yang sama,? Tidakkah yang dimaksud sebagai Betara Tunggul Nala itu sebagai Ghaos Abdul Rozak, dan Wali Nyatok adalah Ghaos Abdurrahman. Hal itu masih dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.
=== Kejayaan Selaparang ===
Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668 [[Masehi]]. Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus rnerelakan salah satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau [[Sumbawa]], karena lebih dahulu direbut sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar lautnya pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Gelgel ([[Bali]]) dari barat. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 [[Masehi]], akan tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel dapat ditawan dalam jumlah yang cukup besar pula.<ref>{{id}} Mohammad Noor, dkk. ''Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid''. [http://www.logos-wi.com/ Logos Wacana Ilmu]. Jakarta. 2004. hlm. 85.</ref>
Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan kebijaksanaan baru untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, di sebuah dataran perbukitan, tepat di desa Selaparang sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau [[Sumbawa]] dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang inipun memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang memiliki sumber mata air yang melimpah.<ref>{{id}} ''Ibid''...</ref>
Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan kekuasaannya hingga ke [[Sumbawa]] Barat. Disebutkan pula bahwa seorang raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di [[Sumbawa]] Barat karena saat itu (1630 [[Masehi]]) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 [[Masehi]], putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di [[Sumbawa]] menjadi [[Sultan]] Selaparang yang memerintah seluruh wilayah [[Pulau Lombok]] dan [[Sumbawa]].<ref>{{id}} Fathurrahman Zakaria. ''Mozaik Budaya Orang Mataram''. Yayasan Sumurmas al-Hamidy. Mataram. 1998. hlm. 46.</ref>
=== Keruntuhan Selaparang ===
Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dan arah barat telah muncul pula. Embnio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari [[Karang Asem]] (Pulau [[Bali]]) secara bergelombang, dan selanjutnya mendirikan koloni di kawasan Kotamadya Mataram sekarang ini. Kekuatan itu kemudian secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma menjadi kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 [[Masehi]]. Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan Gelgel dari [[Bali]] Utara atau dua tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh laskar Kerajaan Selaparang.<ref>{{id}} Mohammad Noor, ''Op. Cit'', hlm. 86. </ref>
Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi militer. Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Oleh sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.<ref>{{id}} ''Ibid''...</ref>
Dalam upaya menghadapi masalah yang baru tumbuh dan arah barat itu―Kerajaan Gelgel, Kerajaan [[Karang Asem]] dan terutama sekali Belanda―maka secara tiba-tiba saja, salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan bernama Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih paham dengan rajanya, raja Kerajaan Selaparang, soal posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Pada akhirnya Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi tentara Kerajaan [[Karang Asem]] ([[Bali]]) yang mana pada saat itu sudah berhasil mendarat di Lombok Barat. Kemudian atas segala taktiknya, Arya Banjar Getas menyusun rencana bersama pihak K<ref>{{id}} ''Ibid'', hlm. 87. </ref>
Cukup ironis memang, hanya karena berbeda pendapat dengan raja, Arya Banjar Getas bergabung dengan pihak musuh untuk menyerang kerajaan yang telah membesarkannya. Namun yang jelas, dalam realita sejarah, ekspedisi militer tersebut telah berhasil menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi pada sekitar tahun 1672 [[Masehi]].<ref>{{id}} ''Ibid''... </ref>
== Lihat pula ==
|