Kerajaan Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mr.Indra87 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: gambar rusak VisualEditor
Miminsastra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi
Baris 40:
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
'''Kerajaan Sunda''' ({{lang-su|{{ruby|{{Sund|ᮊ}}|{{resize|60%|ka}}}}{{ruby|{{Sund|ᮛ}}|{{resize|60%|ra}}}}{{ruby|{{Sund|ᮏ}}|{{resize|60%|ja}}}}{{ruby|{{Sund|ᮃ}}|{{resize|60%|a}}}}{{ruby|{{Sund|ᮔ᮪}}|{{resize|60%|n}}}} {{ruby|{{Sund|ᮞᮥ}}|{{resize|60%|su}}}}{{ruby|{{Sund|ᮔ᮪}}|{{resize|60%|n}}}}{{ruby|{{Sund|ᮓ}}|{{resize|60%|da}}}}|Karajaan Sunda}}, {{IPA-su|sunˈda}}) adalah [[kerajaan]] yang pernah ada antara tahun 932699 dan 1579 Masehi di bagian barat [[pulau Jawa]], sekarang bagian dari provinsi [[Banten]], [[DKI Jakarta]], [[Jawa Barat]], sebagian wilayah barat Provinsi [[Jawa Tengah]], serta meliputi sebagian wilayah selatan [[Pulau Sumatra]]. Kerajaan ini merupakan penerus dari [[Kerajaan Tarumanagara]] yang bercorak [[Hindu]] dan [[Buddha]],<ref>Geoffrey C. Gunn, (2011), ''History Without Borders: The Making of an Asian World Region, 1000-1800'', Hong Kong University Press, ISBN 988-8083-34-1</ref> kemudian sekitar abad ke-1412 hingga 16 masehi diketahui kerajaan ini telahberpindah-pindah beribuibu kota diantara Bogor dan [[Kawali]] serta memiliki duatujuh kawasan pelabuhan utama di [[Kalapa]] dan [[Banten]].<ref name="Claude Guillot"/>
 
Sebagaimana dicatat oleh Tome Pires dan beberapa penulis Portugis lainnya pada abad 15 masehi yang mengunjungi Kerajaan Sunda, secara lebih lengkap menuliskan berbagai aspek kemajuan masyarakat Sunda pada abad-abad tersebut.
Kerajaan Sunda runtuh setelah ibu kota kerajaan ditaklukan oleh [[Maulana Yusuf]] pada tahun [[1579]]. Sementara sebelumnya kedua pelabuhan utama Kerajaan Sunda itu juga telah dikuasai oleh [[Kesultanan Demak]] pada tahun [[1527]], [[Kalapa]] ditaklukan oleh [[Fatahillah]] dan [[Banten]] ditaklukan oleh [[Maulana Hasanuddin]].
 
Menurut penulis Portugis [[Tomé Pires]] tersebut, Kalapa adalah pelabuhan terbesar di Tanah Sunda Wilayah kekuasaan Prabu Siliwangi.
 
Selain [[Kerajaan Sunda|Sunda]] (Banten), [[Pontang]], [[Cigede]], [[Tamgara]] dan [[Cimanuk]] yang juga dimiliki Sunda-Pajajaran. Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut ''Kalapa'' dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama ''Dayo'' (dalam bahasa Sunda modern sekarang: '''dayeuh''' berarti kota) dalam tempo dua hari.
 
Nama ''Dayo'' didengarnya dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Orang Pelabuhan Kalapa menggunakan kata ''dayeuh'' bila bermaksud menyebut ibu kota dalam percakapan sehari-hari bahasa Sunda lampau.
 
Pelabuhan ini telah dipakai sejak zaman Tarumanagara dan diperkirakan sudah ada sejak [[abad ke-5]] dan saat itu disebut Sundapura. Pada [[abad ke-12]], pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan [[lada]] yang sibuk milik [[Kerajaan Sunda]], yang memiliki ibu kota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran yang saat ini menjadi [[Kota Bogor]].
 
Kapal-kapal asing yang berasal dari [[Tiongkok]], [[Jepang]], [[India]] Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti [[porselen]], [[kopi]], [[sutra]], [[kain]], wangi-wangian, [[kuda]], [[anggur]], dan zat warna untuk ditukar dengan [[rempah-rempah]] yang menjadi komoditas dagang saat itu.
 
Seperti diketahui pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi sudut-sudut dunia. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan bisa merebut kota pelabuhan Malaka, di [[Semenanjung Malaka]]. Malaka dijadikan basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.
 
Namun anehnya, sebagaimana Salakanagara pada abad 2 masehi 4 masehi. Juga Sunda - Pajajaran abad 12 - 17 masehi tidak ditemukan artefak percandian yang dibangun pada masa kejayaan kerajaan Salakanagara maupun Sunda-Pajajaran.
 
Penyebutan Sunda-Pajajaran beraliran Hindu-Bunda menjadi '''kontroversial karena tidak didukung bukti otentik candi''' yang dapat ditemukan.
 
Sementara percandian Batujaya, candi Bojongmenje dan Candi Cangkuang di Garut berasal dari abad 4 masehi hingga 8 masehi. Itupun '''kesulitan direkonstruksi karena saking lapuknya''' dan tidak lengkapnya batu-batuan yang tersisa.
 
Kerajaan Sunda runtuh setelah ibu kota kerajaan diperangi oleh anak cucu Raja Sunda sendiri yaitu [[Maulana Yusuf]] dari Banten pada tahun [[1579]].
 
Sebelumnya kedua pelabuhan utama Kerajaan Sunda itu juga telah dikuasai oleh aliansi Banten, Cirebon dan [[Kesultanan Demak|Demak]] pada tahun [[1527]],
 
[[Kalapa]] diserbu dengan panah api dan guntur api (meriam dan senjata bedil) oleh pasukan dibawah pimpinan [[Fatahillah]]. Sebagaimana tulisan sejarawan barat, bahwa pasukan aliansi ini mendapat bantuan dari okunum Portugis itu sendiri yang membelot (?).
 
Fatahillah adalah '''menantu Sultan Cirebon, sekaligus menantu Sultan Demak''' yang berasal dari Samudera Pasai - Sumatera. Ketika Malaka dan kerajaan ujung Sumatera ditaklukan Portugis pada tahun 1511 masehi.
 
Maka Fatahillah berkesempatan hijrah ke Cirebon yang dalam masa perdamaian dan maju perekenomiannya sebagaimana Sunda Pajajaran kala itu.
 
Strategi menguasai Sunda kemudian muncul dengan strategi loncat katak dan menggunakan kekuatan dari dalam keluarga Sunda sendiri. Yaitu Cirebon dan [[Banten]] sehingga secara bertahap dilakukan peperangan demi peperangan hingga Banten dapat dikuasai oleh [[Maulana Hasanuddin]].
 
== Sumber sejarah ==
Baris 50 ⟶ 80:
==== Prasasti Kebon Kopi II (932 M) ====
[[Berkas:Beschreven steen van Kebon Kopi.png|jmpl|299x299px|[[Prasasti Kebon Kopi II]], bukti arkeologi tertua Kerajaan Sunda yang ditemukan di [[Kabupaten Bogor|Bogor]], [[Jawa Barat]].]]
[[Prasasti Kebonkopi II]] ditemukan di [[Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor]], [[Kabupaten Bogor]], [[Jawa Barat]]. Prasasti ini diteliti oleh arkeolog [[F.D.K. Bosch]], yang mengemukakan bahwa prasasti ini bertarikh 932536 Masehi ditulis menggunakan [[bahasa Melayu Kuno]], dan berisi pernyataan seorang "Raja Sunda yang menduduki kembali takhtanya".<ref name="SNI-II:Zaman Kuno">{{cite book |author1=Marwati Djoened Poesponegoro |author2=Nugroho Notosusanto | title=Sejarah Nasional Indonesia: Zaman kuno | url=http://www.worldcat.org/title/sejarah-nasional-indonesia/oclc/318053182 | date=2008 | publisher=Balai Pustaka | ISBN=979407408X | language=Indonesian | accessdate=3 June 2018}}</ref><br/>
Alih aksara:<br/>
{{cquote2|''Ini sabdakalanda Rakryan Juru Pangambat I kawihaji panyaca pasagi marsandeca ~ ba(r) pulihkan hajiri Sunda''}}
 
Terjemahan:<br/>
{{cquote2|Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 854 Saka (932536 Masehi), bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda.}}
 
==== Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) ====