Lailatulqadar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
Dikembalikan ke revisi 21930080 oleh Bot5958 (bicara): Mohon menulis sesuai dengan pedoman gaya Wikipedia. Baca juga kebijakan dan pedoman Wikipedia (TW)
Tag: Pembatalan
Hanin Al Wafa (bicara | kontrib)
Tanda malam lailatul qadar
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor
Baris 10:
 
Lailatulqadar dapat juga kita artikan sebagai malam pelimpahan keutamaan yang dijanjikan oleh Allah kepada umat islam yang berkehendak untuk mendapatkan bagian dari pelimpahan keutamaan itu. Keutamaan ini berdasarkan nilai Lailatulqadar sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.
 
== KATA AL-QUR'AN DAN HADITS TENTANG LAILATUL QADAR ==
( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ) سورة القدر: 1-5
 
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?  Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [Al-Qadar/97 : 1-5].
 
( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ ) سورة الدخان: 3 
 
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” [ Ad-Dukhan/44: 3]
 
Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam  bersabda:
 
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ . (رواه البخاري، رقم 1910، ومسلم، رقم  760 )
 
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari, no. 1910, Muslim, no. 760].
 
Aisyah Radhiallahu ’anha berkata:,
 
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ تَعَالَى , ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
 
Sesungguhnya Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam biasanya beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah ta’ala mewafatkannya, kemudian istri-istrinya beri’tikaf (sepeninggal) beliau”. [HR. Bukhari, no. 1922, Muslim, no. 1172]
 
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
 
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan…’” (HR Bukhori Muslim)
 
Aisyah -Radiallahu’ anha-, dia berkata: “Dahulu Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- menantikan Lailatul Qadr pada hari ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dan bersabda:
 
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
 
“Upayakan malam Lailatul Qadr pada hari ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan.” [HR. Al-Bukhari no. 2017]
 
-Radiallahu’ anhu- bahwa Nabi -Shalallahu alaihi wa sallam- bersabda:
 
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى
 
“Nantikanlah Lailatul Qadr pada sepuluh hari terakhir, jika lemah dan tidak sanggup, jangan terluput 7 hari yang tersisa.” [HR Muslim no.2822 dan Ahmad II/44,75]
 
Dalam hadits Abu Dzar -radiallahu’anhu- dia bertanya:
 
يا رسول الله، هل تكون ليلة القدر مع الأنبياء، فإذا ماتوا رُفِعت، قال عليه الصلاة والسلام: بل هي إلى يوم القيامة
 
“Wahai Rasulullah, apakah Lailatul Qadr terjadi ketika ada nabi, dan jika wafat malam itu diangkat (ditiadakan)?” “Tidak, bahkan ia terjadi sampai hari kiamat.” Jawab Rasulullah -Shalallahu alaihi wasalam- . [HR. Ahmad dan selainnya. Dan haditsnya sahih]
 
Rasulullah ''Shallallahu’alaihi Wasallam'' bersabda:
 
إن الله وهب لأمتي ليلة القدر ولم يعطها من كان قبلهم
 
“''Sesungguhnya Allah memberikan Lailatul Qadr kepada umatku, dan tidak memberikannya kepada (umat-umat) sebelumnya (HR Ad Dailami)''
 
إنَّ رسولَ اللهِ أُرِيَ أعمارَ الناسِ قبلَه أو ما شاء اللهُ من ذلك فكأنه تقاصر أعمارَ أُمَّتِه ألَّا يَبلُغوا من العملِ مثلَ الذي بلغ غيرُهم في طولِ العمُرِ ، فأعطاه اللهُ ليلةَ القدرِ خيرًا من ألفِ شهرٍ
 
“''Sesungguhnya Rasulullah diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya (yang relatif panjang) sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka, maka Allah memberikan Rasulullah Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan''“. (HR Malik)
 
dari Abu Dzar ''radhiallahu’anhu'' (32 H) yang berkata:
 
يا رسولَ اللهِ ، أخبِرْني عن ليلةِ القدرِ أفي رمضانَ أم في غيرِ رمضانَ ؟ قال صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ : بلْ في رمضانَ . قلتُ : يا رسولَ اللهِ ، أهيَ مع الأنبياءِ ما كانوا فإذا قُبِضَ الأنبياءُ رُفِعَتْ ، أم هيَ إلى يومِ القيامةِ ؟ قال صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ : بل هيَ إلى يومِ القيامةِ
 
“''Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang Lailatul Qadr! Apakah malam itu pada bulan Ramadhan ataukah pada selainnya? Beliau berkata, “Pada bulan Ramadhan”, (dengan demikian, Lailatul Qadr sudah ada) bersama para Nabi terdahulu, lalu apakah setelah mereka meninggal dunia, malam Lailatul Qadr tersebut diangkat? Ataukah malam tersebut tetap ada sampai hari kiamat? Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Akan tetap ada sampai hari kiamat…''“[HR Ahmad)
 
hadits Ubadah bin Shamit ''radhiallahu’anhu'', beliau bertanya kepada Rasulullah ''Shallallahu’alaihi Wasallam'' tentang Lailatul Qadr, maka beliau bersabda:
 
في رمضانَ فالتمِسوها في العشرِ الأواخرِ فإنَّها في وِترٍ في إحدَى وعشرين أو ثلاثٍ وعشرين أو خمسٍ وعشرين أو سبعٍ وعشرين أو تسعٍ وعشرين أو في آخرِ ليلةٍ فمن قامها ابتغاءَها إيمانًا واحتسابًا ثمَّ وُفِّقتْ له غُفِر له ما تقدَّم من ذنبِه وما تأخَّر
 
“''Di bulan Ramadhan, maka carilah ia pada sepuluh malam terakhir, karena malam itu terjadi pada malam-malam ganjil, pada malam ke dua puluh satu, atau dua puluh tiga, atau dua puluh lima, atau dua puluh tujuh, atau dua puluh sembilan, atau pada akhir malam bulan Ramadhan. Maka barangsiapa menghidupkan malam itu untuk mendapatkannya dengan penuh pengharapan kepada Allah kemudian dia mendapatkannya, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang''“[41. HR Ahmad (37/386-387, 406). Hadits ini dinyatakan hasan oleh para pentahqiq ''Musnad al-Imam Ahmad''].
 
Abu Bakrah ''radhiallahu’anhu'', beliau berkata:
 
ما أنا بمُلتَمِسِها لشيءٍ سمعتُهُ مِن رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وعلَى آلِه وسلَّمَ إلَّا في العَشرِ الأواخرِ فإنِّي سمعتُهُ يقولُ التَمِسوها في تِسعٍ يبقَينَ أو سَبعٍ يبقَينَ أو خَمسٍ يبقَينَ أو ثلاثٍ أو آخرِ ليلةٍ . قال : وَكانَ أبو بَكرةَ يصلِّي في العشرينَ مِن رمضانَ كصلاتِهِ في سائرِ السَّنةِ فإذا دخلَ العشرُ اجتَهَدَ
 
“Tidaklah aku mencari malam Lailatul Qadr dengan suatu apapun yang aku dengarkan dari Rasulullah melainkan pada sepuluh malam terakhir, karena sesungguhnya aku mendengarkan beliau berkata, “''Carilah malam itu pada sembilan malam yang tersisa (di bulan Ramadhan), atau tujuh malam yang tersisa, atau lima malam yang tersisa, atau tiga malam yang tersisa, atau pada malam terakhir''”. Dan Abu Bakrah shalat pada dua puluh hari pertama di bulan Ramadhan seperti shalat-shalat beliau pada waktu-waktu lain dalam setahun, tapi apabila masuk pada sepuluh malam terakhir, beliau bersungguh-sungguh[42. HR at-Tirmidzi (794)
 
A’isyah ''radhiallahu’anha'', beliau berkata:
 
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يجتهدُ في العشرِ الأواخرِ ، ما لا يجتهدُ في غيرِه
 
“''Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersungguh-sungguh pada sepuluh malam terakhir dengan kesungguhan yang tidak beliau lakukan pada waktu-waktu lainnya''“[50. HR Muslim (1175)].
 
A’isyah ''radhiallahu’anha'', beliau berkata:
 
كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا دخل العشرُ شدَّ مِئْزَرَهُ، وأحيا ليلهُ، وأيقظَ أهلهُ
 
“''Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam apabila memasuki sepuluh malam terakhir, beliau mengikat sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istri-istrinya (untuk shalat malam)''“[51. HR Al Bukhari (2024), Muslim (1174) dan lain-lain].
 
Rasulullah ''Shallallahu’alaihi Wasallam'' adalah seperti yang ditunjukkan oleh hadits A’isyah berikut ini,
 
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى '''اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى'''
 
“beliau berkata: Wahai Rasulullah, seandainya aku bertepatan dengan malam Lailatul Qadr, doa apa yang aku katakan? Beliau berkata, “Katakan: /Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwan fa’fu ‘anni/ Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, dan Engkau menyukai maaf, maka maafkan aku”[54. HR at-Tirmidzi (3513), Ibnu Majah (3850), dan lain-lain
 
== Keistimewaan ==
Baris 22 ⟶ 113:
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Lailatulqadar kemungkinan akan "diwujudkan" oleh Allah pada malam ganjil, tetapi mengingat umat islam memulai awal puasa pada hari atau tanggal yang berbeda, maka umat islam yang menghendaki untuk mendapatkan keutamaan Lailatulqadar dapat "mencarinya" setiap malam.
Agar kita yang menghendaki "mendapatkan" Lailatulqadar, maka berbuka puasalah "sekadarnya" saja agar badan tidak "menjadi berat" dan malas serta menjadi sebab mengantuk dan mudah tertidur, sehingga yang kita inginkan untuk mendapatkan Lailatulqadar tidak membuahkan hasil.
 
== '''Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar''' ==
Ibnu Abbas ''radhiallahu’anhuma'', beliau berkata:
 
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال في ليلةِ القدرِ : ليلةٌ سَمْحةٌ طَلْقةٌ ، لا حارَّةٌ ولا باردةٌ ، تُصبِحُ شمسُها صبيحَتَها ضعيفةً حمراءَ
 
“Sesungguhnya Rasulullah ''Shallallahu’alaihi Wasallam'' bersabda tentang (tanda-tanda) Lailatul Qadr, “Malam yang mudah, indah, tidak (berudara) panas maupun dingin, matahari terbit di pagi harinya dengan cahaya kemerah-merahan (tidak terik)”[45. HR ath-Thayalisi)
 
Di antara tanda Lailatul Qadr yang bisa diketahui, sebagaimana hadits Ubay Ibn Ka’ab -radiallahu’anhu- bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
 
تَطْلُعَ الشَّمْسُ في صَبِيحَةِ يَومِهَا بَيْضَاءَ لا شُعَاعَ لَهَا
 
“Matahari terbit pada pagi Lailatul Qadr cahayanya putih tidak terik.” [HR. Muslim ]
 
Rasulullah ''Shallallahu’alaihi Wasallam'' bersabda:
 
إني كنتُ أُرِيتُ ليلةَ القَدْرِ ، ثم نُسِّيتُها وهي في العَشْرِ الأَوَاخِرِ من ليلتِها ، وهي ليلةٌ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ لا حارَّةٌ ولا باردةٌ
 
“''Sesungguhnya aku pernah diperlihatkan (bermimpi) Lailatul Qadr, kemudian aku dibuat lupa, dan malam itu pada sepuluh malam terakhir, malam itu malam yang mudah, indah, tidak (berudara) panas maupun dingin''“[46. HR Ibnu Khuzaimah)
 
Rasulullah ''Shallallahu’alaihi Wasallam'' bersabda:
 
ليلةُ القدرِ في العشرِ البواقي من قامهنَّ ابتغاءَ حسبتِهنَّ فإنَّ اللهَ يغفِرُ له ما تقدَّم من ذنبِه ، وهي ليلةُ تسعٍ أو سبعٍ أو خامسةٍ أو ثالثةٍ أو آخرُ ليلةٍ ، قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : إنَّ أمارةَ ليلةِ القدرِ أنَّها صافيةٌ بلْجاءُ كأنَّ فيها قمرًا ساطعًا ، ساكنةً لا بردَ فيها ولا حرَّ ، ولا يحِلُّ لكوكبٍ أن يُرمَى به فيها حتَّى يُصبِحَ ، وإنَّ أمارةَ الشَّمسِ صبيحتَها تخرُجُ مستويةً ليس فيها شعاعٌ مثلُ القمرِ ليلةَ البدرِ ولا يحِلُّ للشَّيطانِ أن يخرُجَ معها يومئذٍ
 
“''Lailatul Qadr (terjadi) pada sepuluh malam terakhir, barangsiapa yang menghidupkan malam-malam itu karena berharap keutamaannya maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang, dan malam itu adalah pada malam ganjil, ke dua puluh sembilan, dua puluh tujuh, dua puluh lima, dua puluh tiga atau malam terakhir di bulan Ramadhan”, dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda pula, “Sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas, pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya, dan sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu''”[47. HR Ahmad (37/425)
 
== Lihat Pula ==