Tarekat Wetu Telu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 1:
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Poera Zinsar TMnr 60012475.jpg|jmpl|300px|Pura [[Lingsar, Lombok Barat]] di sekitar tahun 1920]]
'''Wetu Telu''' ([[bahasa Indonesia]]: ''Orang-orang Tiga'') berasal dari kata "Wet Tau Telu". Dalam pengucapannya mengikuti lidah masyarakat Sasak lampau sehingga dengan seiring waktu menjadi ''Wetu Telu'', adalah praktik unik sebagian [[masyarakat]] [[suku Sasak]] yang mendiami [[pulau Lombok]] khususnya Lombok Utara dalam menjalankan agama [[Islam]]. Mereka juga berkepercayaan tentang adanya [[roh]] [[suci]] para [[nenek moyang]] dan kekuatan [[gaib]] pada benda-benda.<ref name=":5">https://journal.uii.ac.id/Millah/article/view/6054/5469</ref> Disinyalir bahwa praktik unik ini terjadi karena para penyebar Islam pada [[masa]] lampau, yakni para sunan ataupun wali yang diutus oleh Giri Kedaton <ref>{{Cite web|last=Prinada|first=Yuda|title=Sejarah Giri Kedaton: Kerajaan Ulama Merdeka dari Majapahit|url=https://tirto.id/sejarah-giri-kedaton-kerajaan-ulama-merdeka-dari-majapahit-gclk|website=tirto.id|language=id|access-date=2023-06-06}}</ref>dari pulau Jawa yang berusaha mengenalkan Islam ke masyarakat Sasak secara bertahap. Seperti [[Sunan Prapen]], [[Sunan Bonang]] dan [[Sunan Kalijaga]]. Islam Wetu Telu dapat dikategorikan sebagai ibu dari kebudayaan Sasak Lombok Utara serta mengandung nilai-nilai dasar berislam dan beradat ala masyarakat Sasak Lombok Utara. Identifikasi Wetu Telu yang lebih banyak dipercaya oleh masyarakat awam mengenai kewajiban beribadah shalat hanya tiga kali adalah '''tidak benar''' dan kenyataannya tidak memiliki dasar empiris dan faktual untuk membuktikan hal demikian. Pada dasarnya praktik Wetu Telu tidak banyak berbeda dari masyarakat Islam di masa lampau hingga masa kini, hanya saja masyarakat adat Wetu Telu di masa lampau lebih condong mendalami ilmu-ilmu ketauhidan, ''tarikat'' dan ''hakikat''. Bentuk pengejawantahan budaya Wetu Telu ini di dalam prosesi-prosesi upacara adat dan kehidupan sehari-hari yakni dengan memperkaya setiap kegiatan dengan benda-bendawi yang memiliki makna dan simbol-simbol adat yang bernafaskan Islam. Praktik Wetu Telu ini masih bisa kita saksikan hingga kini di wilayah sekitar Kecamatan Bayan dan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.ghiyan Ghifari febriadi homo
== Istilah ==
|