Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rizal180 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 49:
Dari tahun 1913 hingga 1918, Muhammadiyah mendirikan lima sekolah Islam. Pada tahun 1919 sebuah sekolah menengah Islam, ''Hooge School Muhammadiyah'' didirikan.<ref name="hist">{{cite web |url=http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=35 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070319175257/http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=35 |url-status=dead |archive-date=2007-03-19 |access-date=2006-08-10 |title=Short History of Persyarikatan Muhammadiyah |publisher=Muhammadiyah }}</ref> Dalam mendirikan sekolah, Muhammadiyah menerima bantuan yang signifikan dari [[Budi Utomo|Boedi Oetomo]], sebuah gerakan nasionalis penting di Indonesia pada paruh pertama abad kedua puluh, yang menyediakan guru.<ref>Burhani (2010), hlm. 65-66</ref> Muhammadiyah pada umumnya menghindari politik. Tidak seperti mitra tradisionalisnya, [[Nahdlatul Ulama]] dan [[Persatuan Tarbiyah Islamiyah]], Muhammadiyah tidak pernah membentuk [[partai politik]]. Sejak didirikan, ia telah mengabdikan dirinya untuk kegiatan pendidikan dan sosial.
 
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari [[Universitas Gadjah Mada|UGM]] kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama [[Muhammad Sangidu]], seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui [[Salat Istikharah|salat istikharah]] (Darban, 2000: 34).<ref>{{Cite web|title=Sejarah Singkat|url=http://www.muhammadiyah.or.id/content-178-det-sejarah-singkat.html|archive-url=https://web.archive.org/web/20150104064749/http://www.muhammadiyah.or.id/content-178-det-sejarah-singkat.html|archive-date=2015-01-04|dead-url=yes|access-date=2015-01-04}}</ref> Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912–1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], [[Pekalongan]], dan [[Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan|Pekajangan]], sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, [[Abdul Karim Amrullah]] membawa Muhammadiyah ke [[SumatraSumatera Barat]] dengan membuka cabang di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang, Agam]]. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatra Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh [[Sumatra]], [[Sulawesi]], dan [[Kalimantan]]. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.
 
Pada tahun 1925, dua tahun setelah wafatnya KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah hanya memiliki 4.000 anggota tetapi telah membangun 55 sekolah dan dua klinik di [[Surabaya]] dan [[Yogyakarta]].<ref name="RICKLEFS_p356">{{cite book | last =Ricklefs | first =M.C. | title =A History of Modern Indonesia 1200-2004 | publisher =MacMillan | year =1991 | location =London | page =356}}</ref> Setelah [[Abdul Karim Amrullah]] memperkenalkan organisasi kepada etnis [[orang Minangkabau|Minangkabau]], sebuah komunitas Muslim yang dinamis, Muhammadiyah berkembang pesat. Pada tahun 1938, organisasi tersebut mengklaim 250.000 anggota, mengelola 834 masjid, 31 perpustakaan, 1.774 sekolah, dan 7.630 [[ulama]]. [[Pedagang Minangkabau]] menyebarkan organisasi ke seluruh Indonesia.<ref name="RICKLEFS_p357">{{cite book | last =Ricklefs | first =M.C. | title =A History of Modern Indonesia 1200-2004 | publisher =MacMillan | year =1991 | location =London | page =357}}</ref>