Peraturan terhadap orang Tionghoa di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib) |
|||
Baris 39:
"Orang asing" yang dimaksud dalam Perpres 10/1959 ditafsirkan sebagai orang-orang Tionghoa yang memiliki kewarganegaraan RRT, tanpa memedulikan apakah mereka juga memiliki kewarganegaraan Indonesia karena kondisi yang diatur oleh Undang-Undang Kewarganegaraan 1958. Dari sekitar 86,690 perdagang kecil bangsa asing yang terdaftar pada pemerintah, hampir 90 persennya adalah orang Tionghoa. Harian ''[[Waspada (surat kabar)|Waspada]]'' yang terbit di Medan memperkirakan bahwa 25,000 warung dan kios milik orang Tionghoa akan terkena imbas PP No. 10/1959;<ref name=Waspada>{{Cite news|title=Penduduk Tionghoa Dipulangkan: PP No. 10 dan Masalah Pemulangan Hoakiao|date=|work=[[Waspada (surat kabar)|Waspada]]|publisher=|year=1960|location=[[Medan]]|page=36}}</ref> sedangkan majalah ''[[Tempo]]'' memperkirakan lebiih dari setengah juta pedagang Tionghoa terdampak.<ref name=Peraturan />
Di beberapa daerah, Perpres 10/1959 diterapkan dengan kekuatan militer, mengingat Indonesia pada saat itu sedang berada di bawah [[darurat militer]] (''staat van oorlog en beleg'') yang diatur oleh [[Undang-Undang Keadaan Bahaya 1957]].<ref>{{Cite web|url=https://historia.id/politik/articles/kala-tentara-menguasai-negara-PNelW|title=Kala Tentara Menguasai Negara|date=|access-date=17 Mei 2020|website=historia.id|last=Sitompul|first=Martin|publisher=[[Historia (majalah)|Historia]]}}</ref> Di [[Cibadak, Sukabumi]], terjadi pengusiran paksa yang menyebabkan bentrokan berdarah antara warga Tionghoa dan pasukan [[Komando Daerah Militer III/Siliwangi|Teritorium Siliwangi]].<ref name=Arsip>{{Cite news|url=https://majalah.tempo.co/read/kartun/124705/tempo-24-november-1990|title=Tempo 24 November 1990|date=24 November 1990|access-date=17 Mei 2020|work=[[Tempo.co]]|last=Administrator|publisher=[[Tempo (majalah)|Tempo]]}}</ref> Di [[
Pemerintah [[Republik Rakyat Tiongkok]] memprotes keras penerapan Perpres 10/1959. Duta Besar RRT di Jakarta [[Huang Chen]] mendesak [[Menteri Luar Negeri Republik Indonesia|Menteri Luar Negeri]] [[Soebandrio]] untuk meninjau kembali penerapan peraturan tersebut, namun permintaan tersebut ditolak. Soebandrio menegaskan di hadapan sidang [[Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong]] bahwa Perpres 10/1959 "sama sekali tidak diperdapat anasir-anasir anti-Tiongkok", melainkan hanya sebagai penerus dari usaha-usaha nasionalisasi terhadap perusahaan yang dimiliki oleh bangsa asing di Indonesia.<ref name=Waspada /> Menyikapi hal tersebut, radio resmi RRT dari [[Beijing]] mulai menyerukan agar orang Tionghoa di Indonesia untuk berhijrah ke Tiongkok. Sekitar 199,000 orang Tionghoa mendaftar untuk pindah, namun pada akhirnya hanya sekitar 102,000 orang yang dapat diangkut oleh kapal yang dikirimkan oleh pemerintah RRT.<ref name=Terusir>{{Cite news|url=https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/124736/terusir-dari-kampung-sendiri|title=Terusir dari Kampung Sendiri|date=13 Agustus 2007|access-date=17 Mei 2020|work=[[Tempo.co]]|publisher=[[Tempo (majalah)|Tempo]]|last=Administrator}}</ref>
|