Sejarah Indonesia (1945–1949): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan pengetikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 214:
Memang runtuhnya Amir datang bahkan lebih cepat ketimbang Sjahrir, enam bulan lebih dulu Amir segera dituduh -kembali khususnya oleh Masyumi dan kemudian Partai Nasional Indonesia- terlalu banyak memenuhi keinginan pihak asing. Hanya empat hari sesudah [[Perjanjian Renville]] ditandatangani, pada tanggal [[23 Januari]] [[1948]], [[Amir Syarifudin]] dan seluruh [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|kabinetnya]] berhenti. [[Kabinet Hatta I|Kabinet baru]] dibentuk dan susunannya diumumkan tanggal [[29 Januari]] [[1948]]. [[Hatta]] menjadi [[Perdana Menteri]] sekaligus tetap memangku jabatan sebagai [[Wakil Presiden]].
 
Tampaknya kini lebih sedikit jalan keluar bagi [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dibanding dengan [[Sjahrir]] sesudah [[Perundingan Linggarjati]]; dan lebih banyak penghinaan. Beberapa hari sesudah [[Amir Sjarifuddin|Amir]] berhenti, di awal Februari 1948, [[Hatta]] membawa [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dan beberapa pejabat Republik lainnya mengelilingi [[Provinsi]]. [[Amir Sjarifuddin|Amir]] diharapkan menjelaskan [[Perjanjian Renville]]. Pada rapat raksasa di [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]], [[SumatraSumatera Barat]], di kota kelahiran Hatta -''dan rupanya diatur sebagai tempat berhenti terpenting selama perjalanan''- [[Hatta]] berbicara tentang kegigihan Republik, dan pidatonya disambut dengan hangat sekali.
 
Kemudian [[Amir Sjarifuddin|Amir]] naik mimbar, dan seperti diuraikan [[Hatta]] kemudian: "''Dia tampak bingung, seolah-olah nyaris tidak mengetahui apa ayang harus dikatakannya. Dia merasa bahwa orang rakyat Bukittinggi tidak menyenanginya, khususnya dalam hubungan persetujuan dengan [[Belanda]]. Ketika dia meninggalkan mimbar, hampir tidak ada yang bertepuk tangan''"