Psikologi Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Shakira Tan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Shakira Tan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
'''Psikologi Islam''' merupakan suatu bidang [[ilmu]] pengembangan dari ilmu nafs ([[psikologi Islam klasik]]) yaitu suatu [[ilmu]] pada [[zaman keemasan Islam]], dengan obyek material manusia dan obyek formal kejiawaan. Saat ini pusat pengembangannya ada di [[Uin jakarta|SPs UIN Jakarta]] [[Kajian Islam|Prodi Magister/Doktor Pengkajian Islam]] Konsentrasi Psikologi Islam oleh [[Abdul Mujib]] dan di Konsentrasi Kajian Islam dan Psikologi, [[Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia|Kejuruan Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, SKSG Universitas Indonesia]] oleh [[Achmad Mubarok]] dan para ilmuan civitas akademika lainnya yang mendalami Psikologi Islam. Psikologi Islam terbentuk sebagai suatu paradigma baru berkat kurikulum terpadu interdisipliner yang dilakukan [[Harun Nasution]] dan murid-muridnya [[Azyumardi Azra]], [[Suwito]], [[Fu'ad Jabali]] dan [[Yusaf Rahman|Yusuf Rahman]] dengan membuat kurikulum terpadu atas Pengkajian Islam dan [[Psikologi]] sebagai pengembangan dari [[Kajian Islam|Kajian Islam Klasik]] sebagai fondasinya. Hadirnya Psikologi Islam bukanlah melakukan Islamisasi pada Sains seperti [[Naquib Alatas]] ataupun Saintifikasi Islam seperti [[Kuntowijoyo|Kunto Wijoyo]] namun menjadikan dalil-dalil Nash Islam yang (kultus/absolut) sebagai inspirasi pembuatan proposisi konstruk teori yang temporer dan provan. Perlu dipahami, ilmu nafs adalah suatu ilmu klasik yang berdasarkan pemikiran para filsuf klasik Islam semisal [[al-Kindi]] , [[al-Ghazali]], [[Ibnu Sina|Ibn Sina]], [[Ibnu Arabi|Ibn Arabi]], [[Abu Yazid Al-Busthami|Abu Yazid al-Bustami]], [[al-Farabi]] dan banyak filsuf muslim lainnya yang mencetuskan berbagai macam proposisi tentang gejala kejiwaan dalam bidang [[Psikologi kepribadian|psikologi keperibadian]], [[psikologi sosial]], dan berbagai macam bidang psikologi lainnya. Setelah terjadi revolusi logika di Dunia yang menyebabkan paradigma ilmiah bergeser kepada paradigma [[empiris]] oleh [[Francis Bacon]] menggantikan logika [[Al-Farabi|Alfarabi]] maupun [[Aristoteles]], berbagai macam ilmu pun ikut melakukan revolusi baik pada [[ilmu alam]], ilmu sosial, maupun [[Humaniora|ilmu budaya]]. Adalah [[Auguste Comte]] dan Spencer sebagai pencetus bawasannya proposisi pada [[ilmu sosial]] juga dapat menjadi proposisi yang empirik, dan didukung oleh data pendukung empirik. Pernyataan Comte ini digagas berdasarkan [[Pengamatan|observasi]]<nowiki/>nya pada [[sejarah]], bahwa sejarah manusia adalah suatu yang terulang dan terulang kembali, baik itu kebijakan, tindakan, maupun perilaku. Gagasan Comte ini bukan hanya merevolusi ilmu sosial namun juga membawa ilmu budaya tertarik masuk kedalam [[Ilmu|sains]], dengan pembagian jenis [[data]] yaitu ilmu alam adalah nomotetik, ilmu sosial termasuk psikologi adalah semi nomotetik, dan ilmu budaya adalah [[Ideografi|idiografi]] yang ketiganya kini diakui [[Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa|Unesco]] sebagai sains.
 
Saat ini psikologi Islam sedangkan fokus untuk mencetuskan sebanyak-banyaknya teori-teori baru berdasarkan terma-terma klasik ataupun simbol-simbol kejiwaan Islami yang belum memiliki konstruk teori yang temporer serta teruji. Konstruksi psikometri yang berkembang saat ini pun masihlah psikometri bersifat kontroversial seperti psikometri tawakal, sabar, tawadu', ikhlas dan lain sebagainya yang dikonstruksi tidak berdasarkan teori namun langsung menjadikan Nash sebagai landasan langsung penarikan indikator. sehinggaSehingga melanggar kaidah sosial sains, dan apabila psikometri tertumbangkan/tidaklah fit maka Nash tersebut seolah ikut tertumbangkan. Inilah kini yang menjadi kajian-kajian serius, sehingga psikologi Islam dapat menjadi paradigma Islam dalam melihat psikologi namun tidak menistakan Nash Islam karena menariknyamenarik sesuatu yang absolut keranah tentatif. Jadi dapatlah diketahui bahwa ayat-ayat Al-Qur'an juga hadist bukanlah aksioma apalagi teorema namun berkedudukan sebagai penginspirasi dalam konstruksi teori dalam konsepsi-konsepsi Islami baru. Ini menjadi pijakan nalar filsafat ilmu bahwa seluruh psikometri yang dibangun berdasarkan tinjauan hadist langsung, ataupun tinjauan langsung pada kitab-kitab tafsir yang belumlah teruji fit-nya atas realitas tertolak sebagai psikometri Psikologi Islam, sebab merupakan paham lama yang problematik dari perdebatan-perdebatan yang telah selesai ketika psikologi Islam dibangun sebagai paradigm psikologi baru.
 
Jadi dapatlah dipahami bahwa psikologi Islam merupakan suatu paradigma psikologi empirik yang [[konstruksi teori|mengkonstruksi teori]] dengan terinspirasi oleh dalil-dalil [[kitab suci Islam]], maupun proposisi-proposisi teori dari [[Filsuf muslim|ilmuan muslim]] klasik. Suatu ilmu yang menjadi jembatan antara logika modern yang empirik dengan Nash Al-Qur'an dan Sunnah. Metodenya yaitu dengan meriset [[kitab suci Islam]] untuk menemukan logika empirik tentang gejala jiwa yang kemudian dikonstruk menjadi suatu [[Proposisi|proposis]]<nowiki/>i yang didukung oleh [[temuan]]-temuan [[psikologi]] kekinian. Produk dari Psikologi Islam adalah lahirnya [[teori]]-teori psikologi yang proposisinya terinspirasi dari ayat-ayat kitab suci Islam yang disandingkan dengan data pendukung empirik, selain itu juga memperbaharui data pendukung [[Empirisme|empiris]] teori-teori psikologi klasik para ilmuan muslim [[Abad Pertengahan|abad pertengahan]].