Persatuan Muslim Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
Baris 6:
 
== Ideologi ==
Pandangan Permi yang memadukan paham nasionalisme dengan Islam sejalan dengan pendapat banyak orang Minangkabau saat itu. Pandangan ini mengkritik partai-partai nasionalis lainnya yang mengambil model gerakan nasionalis India dan cenderung enggan mengakui Islam sebagai faktor pemersatu dalam perjuangan kemerdekaan. Menurut mereka di dalam negara yang 90 persen muslim, ketakutan mengambil asas Islam ibarat "harimau takut masuk rimba atau air menolak mengalir ke laut." Karena itu Permi sering bertentangan dengan partai-partai non-agama maupun partai Islam yang cenderung hanya mendasarkan diri pada satu paham saja.<ref name="kahincornell">{{cite journal|author=Audrey R. Kahin | year = 1984 | month = Oktober| title = Repression and regroupment: religious and nationalist organization in West Sumatra in the 1930s | journal = Indonesia | volume = 38 | pages = 39-54}}</ref> [[Mohammad Natsir|Natsir]], pada saat itu bergabung dalam [[Persatuan Islam|Persis]] mencemooh Permi sebagai ''Islam yang pakai dan'', berbeda dengan Persis yang merupakan ''Islam yang tidak pakai dan'' (Islam saja).<ref>{{cite book|last=Assyaukanie|first=Luthfie|title=Islam and the Secular State in Indonesia|pages=46|year = 2009|publisher = Institute of Southeast Asian Studies}}</ref>. Filosofi Permi juga berbeda dengan filosofi tokoh nasional asal Minangkabau, [[Mohammad Hatta]] yang berpendapat bahwa partai politik seharusnya tidak berasas agama, meskipun Hatta sendiri muslim taat, menentang gagasan partai politik agama dari posisi [[pemisahan agama dan negara]].<ref>{{cite book|last = Kahin|first = Audrey|title = Dari Pemberontakan ke Integrasi: SumatraSumatera Barat dan Politik Indonesia 1926-1998|year = 2008|pages = 67|publisher = Yayasan Obor Indonesia|location = Jakarta}}</ref>
 
Gagasan Islam nasionalis [[Rasyid Ridha]] telah sangat mempengaruhi para ulama di SumatraSumatera Barat. Namun gagasan ini baru mendapatkan wadah politk yang cocok ketika terbentuknya Permi dan pulangnya dua cendekiawan Minangkabau tamatan [[Kairo]], [[Ilyas Ya'kub]] dan [[Muchtar Lutfi]] untuk memegang tampuk kepemimpinan Permi.<ref>{{cite book|last = Kahin|first = Audrey|title = Dari Pemberontakan ke Integrasi: SumatraSumatera Barat dan Politik Indonesia 1926-1998|year = 2008|pages = 62-63|publisher = Yayasan Obor Indonesia|location = Jakarta}}</ref>
 
Ilyas Yakub dalam tajuknya di ''[[Medan Rakjat]]'' terbitan Februari 1931 menyesalkan krisis dalam pergerakan rakyat Indonesia pada saat itu, terutama terpecahnya gerakan Islam dengan nasionalis (''kebangsaan''). Menurutnya, meskipun didasarkan atas dua asas yang berbeda, tidak ada perbedaan dan pertentangan pada tujuan yang hendak dicapai kedua gerakan tersebut. Dia menyerukan persatuan sebagai tanda kedewasaan, dan berpendapat memasukkan slogan Permi "Islam dan kebangsaan" ke dalam gerakan politik akan memecahkan krisis.<ref>{{cite book|last=Abdullah|first=Taufik|title=Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra (1927-1933)|pages = 177|publisher = Equinox Publishing|year = 2009}}</ref>