Unjuk rasa Undang-Undang Cipta Kerja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arindashifa (bicara | kontrib)
k Penambahan informasi
Arindashifa (bicara | kontrib)
k Revisi
Baris 206:
Sepanjang Kongres [[Partai Buruh (Indonesia, 1998)|Partai Buruh]] ke-4, Said Iqbal, ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan kandidat tunggal ketua Partai Buruh pada saat bersamaan menyampaikan pesan bahwa undang-undang telah dikalahkan oleh Serikat Buruh Indonesia. Ia menyadari bahwa tanpa adanya cukup kekuatan dari politisi pro-buruh dan pro-pekerja dan/atau politisi dari latar belakang buruh dan pekerja, mustahil untuk menghentikan undang-undang agar disahkan. Jika saja terdapat politisi yang pro-buruh dan pro-pekerja di DPR pada saat itu, mungkin pengesahan undang-undang tersebut dapat dibatalkan. Pada 5 Oktober 2021, Partai Buruh terbentuk melalui amalgamasi dari bentuk asli Partai Buruh di tahun 1998 dan banyak Serikat Buruh Indonesia.{{Butuh rujukan}}
 
=== Putusan Akhirakhir Mahkamah Konstitusional (MK) ===
Pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusional menerbitkan putusan mereka. Putusan tersebut memandatkan pemerintah dan DPR untuk "memperbaiki" undang-undang dari isu-isu yang menyertainya dalam 2 tahun. Pemerintah dan DPR seharusnya tidak menerbitkan turunan undang-undang lainnya yang berakar dari hukum ini. Apabila pemerintah dan DPR gagal memperbaiki undang-undang dalam 2 tahun, hukum tersebut akan dinyatakan batal, dan amandemen apa pun terkait hukum ini akan digagalkan.{{Butuh rujukan}}
 
Baris 212:
Pada 30 Desember 2022, amandemen undang-undang ini, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/2022, ditandatangani oleh Joko WIdodo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang selanjutnya pada tanggal 2 Januari 2023 menyatakan bahwa undang-undang tersebut dicabut dan diganti seluruhnya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, sesuai dengan pasal 185 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/2022. Meskipun undang-undang tersebut dicabut, Partai Buruh dan organisasi massa lainnya menolak penggantian, tetapi menginginkan sebuah undang-undang yang lebih baik bagi mereka. Anggota [[Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia|DPD]], Abdul Rachman Thaha, memanggil bantuan dari orang-orang dan badan legislatif untuk melengserkan Joko Widodo dari kursi kepresidenan dan memakzulkannya atas tindakan rezim.{{Butuh rujukan}}
 
== Risiko penyebaranPenyebaran COVID-19 ==
Beberapa pihak khawatir bahwa unjuk rasa ini akan membuat [[Pandemi COVID-19 di Indonesia|kasus COVID-19 di Indonesia]] melonjak. Prof. Wiku Adisasmito, juru bicara Satgas [[COVID-19]], mengatakan bahwa banyaknya massa yang berpartisipasi dalam demonstrasi berpotensi besar membentuk klaster-klaster baru COVID-19. Dia mengimbau masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dalam menyampaikan aspirasi.<ref>{{Cite news|url=https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5205529/satgas-covid-19-sebut-demo-tolak-omnibus-law-berisiko-ciptakan-klaster-baru|title=Satgas COVID-19 Sebut Demo Tolak Omnibus Law Berisiko Ciptakan Klaster Baru|date=8 Oktober 2020|work=[[Detik.com|detikcom]]|last=Septiani|first=Ayunda}}.</ref> Gubernur DKI Jakarta [[Anies Baswedan]] juga khawatir unjuk rasa di Jakarta akan mengakibatkan lonjakan pasien COVID-19 yang akan terjadi di pekan-pekan berikutnya.<ref>{{Cite news|url=https://m.cnnindonesia.com/nasional/20201010160715-20-556878/anies-khawatir-kasus-covid-melonjak-akibat-demo-uu-ciptaker?|title=Anies Khawatir Kasus Covid Melonjak Akibat Demo UU Ciptaker|date=10 Oktober 2020|work=[[CNN Indonesia]]}}</ref>