Kesultanan Siak Sri Inderapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 1:
{{bedakan|Kerajaan Inderapura}}
{{for|ibu kota Kabupaten Siak|Siak, Siak}}
{{Infobox Former Country
| native_name = ﻛﺴﻠطﺎﻧﻦ سياك سري إندراڤورا
| conventional_long_name = Siak Sri InderapuraIndrapura
| common_name = Kesultanan Siak
| religion = [[Islam]]
Baris 24 ⟶ 23:
| image_map = Sultanate_of_Siak_(1850).png
| image_map_caption = Kesultanan Siak pada 1850
| capital = Buantan,<br /> Mempura,<br /> Pekanbaru,<br /> Siak Sri InderapuraIndrapura
| common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]]
| government_type = Monarki
Baris 40 ⟶ 39:
}}
{{Sejarah Indonesia}}
'''Kesultanan Siak Sri InderapuraIndrapura''' atau '''Kesultanan Siak''' adalah sebuah [[Kerajaan Melayu]] [[Islam]] yang pernah berdiri di provinsi [[Riau]], [[Indonesia]]. Kesultanan ini didirikan di [[Buantan]] oleh ''[[Raja Kecil]] yang berasal dari Johor'' bergelar [[Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I|Sultan Abdul Jalil]] pada tahun [[1723]], setelah sebelumnya terlibat dalam [[perebutan tahta Johor]]. Dalam perkembangannya, [[Kesultanan Siak]] muncul sebagai sebuah kerajaan [[bahari]] yang kuat<ref>''The Edinburgh Gazetteer, Or Geographical Dictionary'', A. Constable and Company, 1822.</ref> dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur [[Sumatra]] dan [[Semenanjung Malaya]] di tengah tekanan [[imperialisme]] [[Eropa]]. Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke [[pulau Rupat]], sekaligus mengendalikan jalur pelayaran di [[Sumatra Timur]].<ref name="Andaya2">Andaya, L.Y., (1972), ''Raja Kechil conquest of Johor in 1718'', JMBRAS, 45-2.</ref><ref name="Barnard"/><ref name="Syair"/> Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di [[Selat Malaka]]. Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], Sultan Siak terakhir, [[Syarif Kasim II|Sultan Syarif Kasim II]] menyatakan kerajaannya bergabung dengan [[Indonesia|Republik Indonesia]].<ref name="Samin"/>
 
== Etimologi ==
Kata Siak Sri InderapuraIndrapura, secara harfiah dapat bermakna ''pusat kota raja yang taat beragama'', dalam bahasa [[Sanskerta]], ''sri'' berarti "bercahaya" dan ''indera'' atau ''indra'' dapat bermakna raja. Sedangkan ''pura'' dapat bermaksud dengan "kota" atau "kerajaan". ''Siak'' dalam anggapan masyarakat Melayu berkaitan erat dengan agama [[Islam]], ''Orang Siak'' ialah orang-orang yang ahli agama Islam; seseorang yang hidupnya tekun beragama dapat dikatakan sebagai ''Orang Siak''.<ref>As, M. S., (1996), ''Ulama pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya'', Lentera Basritama, ISBN 979-8880-16-1</ref><ref name="Jasmi">Jasmi, K., (2005), ''[[Surau]]: kumpulan cerpen'', Penerbit Republika, ISBN 979-3210-49-4.</ref>
 
Nama Siak, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara [[Pakistan]] dan [[India]], ''[[Sihag]]'' atau ''Asiagh'' yang bermakna ''pedang''. Masyarakat ini dikaitkan dengan bangsa [[Asii]],<ref>{{cite book|title=The annals and antiquities of Rajastʾhan: or the central and ..., Volume 2|last=Tod|first=James|authorlink=|coauthors=|year=1899|publisher=Indian Publication Society|page=1010|url=http://books.google.co.in/books?ei=QfOgS9KvD4TylQSPvZD1CQ&cd=1&id=rjJLAAAAYAAJ&dq=Asiagh+james+tod&q=Asiagh+Asi }}</ref> masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat [[Romawi]], dan diidentifikasikan sebagai ''Sakai'' oleh [[Strabo]], seorang penulis geografi dari [[Yunani]].<ref>Iaroslav Lebedynsky. (2006). ''Les Saces: Les «Scythes» d'Asie, VIIIe siècle av. J.-C. — IVe siècle apr. J.-C''. Editions Errance, Paris. ISBN 2-87772-337-2</ref> Berkaitan dengan ini pada sehiliran [[Sungai Siak]] sampai hari ini masih dijumpai masyarakat terasing yang dinamakan sebagai [[Orang Sakai]].<ref>Suparlan P., (1995), ''[[Orang Sakai]] di [[Riau]]: masyarakat terasing dalam masyarakat Indonesia: kajian mengenai perubahan dan kelestarian kebudayaan Sakai dalam proses transformasi mereka ke dalam masyarakat Indonesia melalui Proyek Pemulihan Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing'', Departemen Sosial, Republik Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-215-4.</ref>
Baris 59 ⟶ 58:
Sebelumnya dari catatan [[Belanda]], dikatakan bahwa pada tahun 1674 telah datang utusan dari [[Johor]] meminta bantuan raja [[Minangkabau]] untuk berperang melawan raja [[Jambi]].<ref>Andaya, L.Y., (1971), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728: a study of economic and political developments in the Straits of Malacca''. s.n.</ref> Dalam salah satu versi [[Sulalatus Salatin]], juga menceritakan tentang bagaimana hebatnya serangan [[Kesultanan Jambi|Jambi]] ke Johor (1673),<ref>Samad, A. A., (1979), ''[[Sulalatus Salatin]]'', Dewan Bahasa dan Pustaka.</ref> yang mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang sebelumnya juga telah dihancurkan oleh [[Portugal]] dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]].<ref>Borschberg, P., (2004), ''Iberians in the Singapore-Melaka Area and Adjacent Regions (16th to 18th Century)'', Otto Harrassowitz Verlag, ISBN 3-447-05107-8.</ref><ref>Ricklefs, M.C., (2002), ''A History of Modern Indonesia Since C. 1200'', Stanford University Press, ISBN 0-8047-4480-7.</ref> Kemudian berdasarkan surat dari raja [[Jambi]], [[Ingalaga dari Jambi|Sultan Ingalaga]] kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka.<ref>NA, VOC 1557, Jambi, 1 April 1694, fols.35-6.</ref>
 
Pada tahun 1718, Sultan Abdul Jalil berhasil menguasai [[Kesultanan Johor]]<ref name="Andaya2"/> sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor dengan gelar ''Yang Dipertuan Besar Johor''. Namun pada tahun 1722, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga menuntut hak atas takhta Johor. Atas bantuan pasukan bayaran dari [[Suku Bugis|Bugis]], Raja Sulaiman kemudian berhasil mengkudeta takhta Johor, dan mengukuhkan dirinya menjadi penguasa Johor di [[Semenanjung Malaka]]. Sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke [[Bintan]] dan pada tahun 1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran [[Sungai Siak]] dengan nama ''Siak Sri InderapuraIndrapura''.<ref name="Syair">Cave, J., Nicholl, R., Thomas, P. L., Effendy, T., (1989), ''Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile'', Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society</ref> Sementara pusat pemerintahan Johor yang sebelumnya berada sekitar muara [[Sungai Johor]] ditinggalkan begitu saja, dan menjadi ''status quo'' dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja Kecil sebagai pewaris sah takhta Johor, diakui oleh komunitas [[Orang Laut]]. Orang Laut merupakan kelompok masyarakat yang bermukim pada kawasan [[Kepulauan Riau]] yang membentang dari timur Sumatra sampai ke [[Laut Tiongkok Selatan]], dan loyalitas ini terus bertahan sampai kepada beberapa keturunan Raja Kecil berikutnya.<ref name="Andaya1">Andaya, L.Y., (1975), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728'', Kuala Lumpur: Oxford University Press.</ref>
 
== Masa keemasan ==
Baris 76 ⟶ 75:
== Perdagangan ==
[[Berkas:Sultanate of Siak (1850).png|jmpl|kiri|250px|Kesultanan Siak dan taklukannya, 1850.]]
Kesultanan Siak Sri InderapuraIndrapura mengambil keuntungan atas pengawasan perdagangan melalui [[Selat Melaka]], serta kemampuan mengendalikan para perompak di kawasan tersebut. Kemajuan perekonomian Siak terlihat dari catatan Belanda yang menyebutkan pada tahun 1783 ada sekitar 171 kapal dagang dari Siak menuju Malaka.<ref>Lee Kam Hing, (1986), ''The Shipping Lists of Dutch Melaka; A Source for the Study
of Coastal trade and Shipping in the Malay peninsula during the 17th and 18th centuries'', in: Mohd. Yusoff Hashim et al., Kapal dan Harta Karam; Ships and Sunken Treasure, pp. 53-76, Kuala Lumpur: Muzium Malaysia.</ref> Siak menjadi kawasan segitiga perdagangan antara Belanda di Malaka dan Inggris di [[Pulau Pinang]].<ref>''The London general gazetteer, or Geographical dictionary: containing a description of the various countries, kingdoms, states, cities, towns, &c. of the known world'', W. Baynes & Son, 1825.</ref> Di sisi lain, kejayaan Siak ini memberi kecemburuan pada keturunan Yang Dipertuan Muda terutama setelah hilangnya kekuasaan mereka pada kawasan [[Kepulauan Riau]]. Sikap ketidaksukaan dan permusuhan terhadap [[Sultan Siak]], terlihat dalam [[Tuhfat al-Nafis]],<ref>[[Ali Haji bin Raja Haji Ahmad]], (1997), ''[[Tuhfat al-Nafis]]'', Fajar Bakti.</ref> di mana dalam deskripsi ceritanya mereka menggambarkan Sultan Siak sebagai "orang yang rakus akan kekayaan dunia".{{citation needed}}
 
Peranan [[Sungai Siak]] sebagai bagian kawasan inti dari kerajaan ini, berpengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Siak Sri InderapuraIndrapura. Sungai Siak merupakan kawasan pengumpulan berbagai produk perdagangan, mulai dari [[kapur barus]], benzoar, [[timah]], dan [[emas]]. Pada saat bersamaan, Kesultanan Siak juga telah menjadi eksportir kayu yang utama di Selat Malaka dan salah satu kawasan industri kayu untuk pembuatan kapal maupun bangunan. Dengan cadangan [[kayu]] yang berlimpah, pada tahun 1775 Belanda mengizinkan kapal-kapal Siak mendapat akses langsung ke sumber [[beras]] dan [[garam]] di [[Pulau Jawa]], tanpa harus membayar kompensasi kepada VOC. Namun, tentu dengan syarat Belanda juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu di Siak, yang mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yang tidak berujung.<ref>VOC 3470, ''Secret Letters from Malacca to Batavia for 1775'', f. 339-34.</ref>
 
Dominasi Kesultanan Siak terhadap wilayah pesisir pantai timur Sumatra dan Semenanjung Malaya cukup signifikan. Mereka mampu menggantikan pengaruh Johor sebelumnya atas penguasaan jalur perdagangan. Selain itu, Kesultanan Siak juga muncul sebagai pemegang kunci ke dataran tinggi Minangkabau, melalui tiga sungai utama yaitu [[Sungai Siak|Siak]], [[Sungai Kampar|Kampar]], dan [[Batang Kuantan|Kuantan]], yang mana sebelumnya telah menjadi kunci bagi kejayaan [[Kesultanan Malaka|Malaka]]. Namun demikian, kemajuan perekonomian Siak memudar seiring dengan munculnya gejolak di pedalaman Minangkabau yang dikenal dengan [[Perang Padri]].<ref name="Anthony">Reid, A., (2005), ''Asal mula konflik Aceh: dari perebutan pantai Timur Sumatra hingga akhir kerajaan Aceh abad ke-19'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-534-X.</ref>
Baris 87 ⟶ 86:
Ekspansi kolonialisasi [[Belanda]] ke kawasan timur [[Pulau Sumatra]] tidak mampu dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya [[Kesultanan Deli]], [[Kesultanan Asahan]], [[Kesultanan Langkat]], dan kemudian muncul Indragiri sebagai kawasan mandiri.<ref>''History of the Royal Dutch'', Vol. 1, Brill Archive.</ref> Begitu juga di [[Johor]], di mana seorang [[sultan]] dari keturunan Tumenggung Johor kembali didudukkan, dan berada dalam perlindungan Inggris di [[Singapura]].<ref>Cook, Bethune, (1819), ''Sir Thomas Stamford Raffles: Founder of Singapore, 1819 and some of his friends and contemporaries'', London: A.H. Stockwell.</ref><ref>Trocki, C. A., (2007), ''Prince of Pirates: The Temenggongs and the Development of Johor and Singapore, 1784-1885'', NUS Press, ISBN 9971-69-376-3.</ref> Sementara Belanda memulihkan kedudukan [[Yang Dipertuan Muda]] di [[Pulau Penyengat]], dan kemudian mendirikan [[Kesultanan Riau-Lingga|Kesultanan Lingga]] di [[Pulau Lingga]]. Selain itu, Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan ''Residentie Riouw'' yang merupakan bagian dari pemerintahan [[Hindia Belanda]] yang berkedudukan di [[Tanjung Pinang]].<ref>Netscher, E., (1854), ''Beschrijving van een Gedeelte der Residentie Riouw'', Tijdschrift voor Indische Taal- Land- en, Volkenkunde.</ref><ref>Overeenkomsten met de zelfbesturen in de Residentie Riouw en Onderhoorigheden 1857-1909</ref><ref>''Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde'', 1997, Volume 153, Issues 3-4, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, M. Nijhoff.</ref>
 
Penguasaan [[Inggris]] atas Selat Melaka, mendorong Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yang telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819. Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil dan terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yang mendapat perlindungan dari Inggris.<ref>Locher-Scholten, E., (2004), ''Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism, 1830-1907'', SEAP Publications, ISBN 0-87727-736-2.</ref> Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai salah satu bagian dari pemerintahan Hindia Belanda,<ref>Dick, H.W., (2002), ''The Emergence of a National Economy: An Economic History of Indonesia, 1800-2000'', University of Hawaii Press, ISBN 0-8248-2552-7.</ref> setelah memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian pada [[1 Februari]] [[1858]].<ref name="Anthony"/><ref>Panhuys, H. F., (1978), ''International Law in the Netherlands'', BRILL, ISBN 90-286-0108-2.</ref> Dari perjanjian tersebut Siak Sri InderapuraIndrapura kehilangan kedaulatannya, kemudian dalam setiap pengangkatan [[raja]], Siak mesti mendapat persetujuan dari Belanda. Selanjutnya dalam pengawasan wilayah, Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan pemerintahan Hindia Belanda.<ref name="Anthony"/>
 
Perubahan peta politik atas penguasaan jalur [[Selat Malaka]], kemudian adanya pertikaian internal Siak dan persaingan dengan [[Inggris]] dan [[Belanda]], melemahkan pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas wilayah-wilayah yang pernah dikuasainya.<ref>Milner, A. C., (1982), ''Kerajaan: Malay political culture on the eve of colonial rule'', University of Arizona Press, ISBN 0-8165-0772-4.</ref> Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat pada [[Perjanjian Sumatra]] antara pihak Inggris dan Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi yang dilematis, berada dalam posisi tawar yang lemah.<ref>http://www.fco.gov.uk [http://web.archive.org/web/20120927180810/http://www.fco.gov.uk/en/treaties/treaties-landing/records/08400/08422 Treaty] (diakses pada 26 April 2012)</ref> Kemudian berdasarkan perjanjian pada [[26 Juli]] [[1873]], pemerintah Hindia Belanda memaksa Sultan Siak, untuk menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau.<ref name="Wolters">Wolters, O. W., (1999), ''History, Culture, and Region in Southeast Asian Perspectives'', SEAP Publications, ISBN 0-87727-725-7.</ref> Namun, di tengah tekanan tersebut, Kesultanan Siak masih tetap bertahan sampai kemerdekaan [[Indonesia]],<ref name="Samin"/> walau pada masa pendudukan tentara [[Jepang]] sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tidak berarti lagi.{{citation needed}}
Baris 103 ⟶ 102:
# Datuk Indragiri
 
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri InderapuraIndrapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku di [[Eropa]] maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda dan Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah ''[[Ingat Jabatan]]'' yang diterbitkan tahun 1897. Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis dengan [[Abjad Jawi]] atau tulisan Arab-Melayu. ''Ingat Jabatan'' merupakan dokumen resmi Siak Sri InderapuraIndrapura yang dicetak di [[Singapura]], berisi rincian tanggung jawab dari berbagai posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil kerajaan di daerah jajahan, [[pengadilan]] maupun [[polisi]]. Pada bagian akhir dari setiap uraian tugas para birokrat tersebut, ditutup dengan peringatan serta perintah untuk tidak berkhianat kepada sultan dan ''nagari''.<ref name="Barnard4"/>
 
Pada perkembangan selanjutnya, Siak Sri InderapuraIndrapura juga menerbitkan salah satu kitab [[hukum]] atau [[undang-undang]], dikenal dengan nama ''[[Bab al-Qawa'id]]''.<ref name="Junus, H. 2016">Junus, H. (2016), ''Bab al-Qawa'id: Kitab Pegangan Hukum Dalam Kerajaan Siak'', Yayasan Pusaka Riau.</ref> Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat [[Melayu]] dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan suku Melayu. Namun, tidak mengikat orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah [[Hindia Belanda]].<ref name="Luthfi"/>
 
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui ''Balai Kerapatan Tinggi'' yang dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh ''Kadi Siak'' serta ''Controleur Siak'' sebagai anggota. Selanjutnya, beberapa nama jabatan lainnya dalam pemerintahan Siak antara lain ''Pangiran Wira Negara'', ''Biduanda Pahlawan'', ''Biduanda Perkasa'', ''Opas Polisi''. Kemudian terdapat juga ''warga dalam'' yang bertanggung jawab terhadap ''harta-harta'' disebut dengan ''Kerukuan Setia Raja'', serta ''Bendahari Sriwa Raja'' yang bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.<ref name="Barnard4">Barnard, T.P., ''Rules for Rulers: Obscure Texts, Authority, and Policing in Two Malay States'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 2 (Jun., 2001), pp. 211-225.</ref>
Baris 170 ⟶ 169:
== Daftar Sultan Siak ==
 
Daftar Sultan Siak Sri InderapuraIndrapura.
 
{| class="wikitable sortable" border="1" width="90%"
Baris 202 ⟶ 201:
|1766-1779
|[[Muhammad Ali dari Siak|Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah]]<br /> Sultan Muhammad Ali
|Putra no. 4<br />[[Johor]] telah menjadi bagian dari Siak Sri InderapuraIndrapura<br />Mengizinkan pendirian [[Negeri Sembilan|Kerajaan Negeri Sembilan]] tahun 1773
|-
|
Baris 238 ⟶ 237:
|1889-1908
|[[Syarif Hasyim dari Siak|Yang Dipertuan Besar Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin]]<ref name="Luthfi">Luthfi, A., (1991), ''Hukum dan perubahan struktur kekuasaan: pelaksanaan hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak, 1901-1942'', Susqa Press.</ref><br />Sultan Syarif Hasyim
|Putra no. 10<br />Menerbitkan ''Bab Al-Qawa'id'' kitab undang-undang resmi negara<br />Meresmikan Istana Siak Sri InderapuraIndrapura
|-
|12
Baris 247 ⟶ 246:
 
== Warisan sejarah ==
Siak Sri InderapuraIndrapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari [[Kabupaten Siak]], dan Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta [[Istana Siak Sri InderapuraIndrapura]] yang dibangun pada tahun 1889,<ref>Rahman, E., Marni, T., Zulkarnain, (2003), ''Alam melayu: Sejumlah gagasan menjemput keagungan'', Unri Press, ISBN 979-3297-76-X</ref><ref>''Tempo, Volume 9'', Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya, 1979.</ref><ref>Berkmoes, V. R., (2010), ''Indonesia'', Lonely Planet, ISBN 1-74104-830-3.</ref> masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa silam, termasuk [[Tari Zapin|Tari Zapin Melayu]] dan [[Tari Olang-olang]] yang pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri InderapuraIndrapura.<ref name="Sejarah">''Sejarah daerah Riau'', Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977.</ref> Begitu juga nama Siak masih merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu [[Sungai Siak]] yang bermuara di kawasan timur pulau [[Sumatra]].<ref>Kodoatie, R.J., Sjarief, R., (2010), ''Tata Ruang Air'', Penerbit Andi, ISBN 979-29-1242-8.</ref>
 
== Galeri Bendera ==