Psikologi Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
'''Psikologi Islam''' merupakan suatu bentuk [[ilmu]] pengadaptasian dan produk revolusi logika ilmiah empiris Francis Bacon dari ilmu nafs ([[psikologi Islam klasik]]) yaitu suatu [[ilmu]] pada [[zaman keemasan Islam]] yang masihlah terkonstruksi berdasarkan logika Al-Farabi. Ilmu nafs adalah suatu ilmu klasik yang berdasarkan pemikiran para filsuf klasik Islam semisal [[al-Kindi]], [[al-Ghazali]], [[Ibnu Sina|Ibn Sina]], [[Ibnu Arabi|Ibn Arabi]], [[Abu Yazid Al-Busthami|Abu Yazid al-Bustami]], [[al-Farabi]] dan banyak filsuf muslim lainnya yang mencetuskan berbagai macam proposisi tentang gejala kejiwaan dalam bidang [[Psikologi kepribadian|psikologi keperibadian]], [[psikologi sosial]], dan berbagai macam bidang psikologi lainnya. Setelah terjadi revolusi logika di Dunia yang menyebabkan paradigma ilmiah bergeser kepada paradigma [[empiris]] oleh [[Francis Bacon]] menggantikan logika [[Al-Farabi|Alfarabi]] maupun [[Aristoteles]], berbagai macam ilmu pun ikut melakukan revolusi baik pada [[ilmu alam]], ilmu sosial, maupun [[Humaniora|ilmu budaya]]. Adalah [[Auguste Comte]] dan Spencer sebagai pencetus bawasannya proposisi pada [[ilmu sosial]] juga dapat menjadi proposisi yang empirik, dan didukung oleh data pendukung empirik. Pernyataan Comte ini digagas berdasarkan [[Pengamatan|observasi]]<nowiki/>nya pada [[sejarah]], bahwa sejarah manusia adalah suatu yang terulang dan terulang kembali, baik itu kebijakan, tindakan, maupun perilaku. Gagasan Comte ini bukan hanya merevolusi ilmu sosial namun juga membawa ilmu budaya tertarik masuk kedalam [[Ilmu|sains]], dengan pembagian jenis [[data]] yaitu ilmu alam adalah nomotetik, ilmu sosial termasuk psikologi adalah semi nomotetik, dan ilmu budaya adalah [[Ideografi|idiografi]] yang ketiganya kini diakui [[Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa|Unesco]] sebagai sains.
 
Saat ini psikologi Islam sedang fokus untuk mencetuskan sebanyak-banyaknya teori-teori baru berdasarkan terma-terma klasik ataupun simbol-simbol kejiwaan Islami yang belum memiliki konstruk teori yang temporer serta teruji. Konstruksi psikometri yang berkembang saat ini pun masihlah dipenuhi psikometri bersifat kontroversial seperti psikometri tawakal, sabar, tawadu', ikhlas dan lain sebagainya yang dikonstruksi tidak berdasarkan teori namun langsung menjadikan nash sebagai landasan langsung penarikan indikator. Sehingga melanggar kaidah sosial sains, dan apabila psikometri tertumbangkan/tidaklah fit maka nash tersebut seolah ikut tertumbangkan. Inilah kini yang menjadi kajian-kajian serius, sehingga psikologi Islam dapat menjadi paradigma Islam dalam melihat psikologi namun tidak menistakan nash-nash ajaran Islam karena menarik sesuatu yang absolut keranah tentatif. Jadi dapatlah diketahui bahwa ayat-ayat Al-Qur'an juga hadist bukanlah aksioma apalagi teorema namun berkedudukan sebagai penginspirasi pada konstruksi teori dalam konsepsi-konsepsi Islami baru. Ini menjadi pijakan nalar filsafat ilmu bahwa seluruh psikometri yang dibangun berdasarkan tinjauan hadist langsung, ataupun tinjauan langsung pada kitab-kitab tafsir yang belumlah teruji fit-nya atas realitas tertolak sebagai psikometri Psikologi Islam, sebab merupakan paham lama yang problematik dari perdebatan-perdebatan yang telah selesai ketika psikologi Islam dibangun sebagai paradigma psikologi baru yang positifistik.