Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 102:
Yogyakarta yakni Pangeran Mangkubumi resmi diangkat sebagai [[Sultan]] bergelar [[Hamengkubuwana I]] dan berkuasa atas setengah daerah [[Kesultanan Mataram|Kerajaan Mataram]]. Sementara itu [[Susuhunan]] [[Pakubuwana III]] tetap berkuasa atas setengah daerah lainnya dengan nama baru [[Kesunanan Surakarta]] dan daerah pesisir tetap dikuasai VOC. Usaha-usaha untuk meredam peperangan yang terjadi di Jawa saat itu berakhir dengan perjanjian damai, yang kemudian dikenal oleh rakyat Jawa sebagai bentuk ''Palihan Nagari'' (pembagian negara), atau dikenal juga sebagai [[Perang Takhta Jawa Ketiga]].
 
Sultan [[Hamengkubuwana I]] kemudian segera membuat ibu kota kerajaan beserta istananya yang baru dengan membuka daerah baru (jawa: babat alas) di Hutan Paberingan yang terletak antara aliran [[Kali Winongo|Sungai Winongo]] dan [[Sungai Code]]. Ibu kota berikut istananya tersebut dinamakan [[Ngayogyakarta Hadiningrat]] dan [[lansekap]] utama berhasil diselesaikan pada tanggal [[7 Oktober]] [[1756]]. Para penggantinya tetap mempertahankan gelar yang digunakan, Hamengku Buwono. Untuk membedakan antara sultan yang sedang bertahta dengan pendahulunya, secara umum, digunakan frasa "'' ingkang jumeneng kaping...ing Ngayogyakarta Hadiningrat '' " ([[bahasa Indonesia]]: "yang bertakhta ke .... di Yogyakarta"). Selain itu ada beberapa nama khusus atau gelar bagi Sultan, antara lain Sultan Sepuh (Sultan yang Sepuh/Tua) untuk Hamengkubuwana II, Sultan Mangkubumi (Sultan Mangkubumi) untuk Sultan Hamengkubuwana VI, atau Sultan Behi (Sultan Hanga[Behi]) kemudian Sultan Sugih untuk Sultan Hamengkubuwana VII.
 
=== Masa awal ===