Cenderawasih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Empat Tilda (bicara | kontrib)
Empat Tilda (bicara | kontrib)
Baris 97:
Masyarakat di Papua sering kali memakai bulu cenderawasih dalam pakaian dan adat mereka, dan beberapa abad yang lalu bulu cendrawasih banyak dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan topi wanita di Eropa. Perburuan untuk mendapat bulu dan perusakan habitat menyebabkan penurunan jumlah burung pada beberapa jenis ke tingkat terancam; perusakan habitat karena penebangan hutan sekarang merupakan ancaman utama.
 
Perburuan burung cenderawasih untuk diambil bulunya untuk perdagangan topi marak di akhir abad 19 dan awal abad 20 (Cribb 1997), namun sekarang burung-burung itu dilindungi dan perburuan hanya dibolehkan untuk kebutuhan perayaan dari suku setempat. Dalam hal [[Cenderawasih panji]], disarankan mengambil dari rumah sarang burung Namdur. Tatkala Raja Mahendra dari Nepal naik takhta pada tahun 1955, ternyata bulu burung cenderawasih pada mahkota kerajaan Nepal perlu diganti. Karena larangan perburuan, penggantian akhirnya diperbolehkan dari kiriman yang disita oleh hukum Amerika Serikat.<ref>{{Cite book|date=1997|title=Paper landscapes: explorations in the environmental history of Indonesia|location=Leiden|publisher=KITLV Press|isbn=978-90-6718-124-2|editor-last=Boomgaard|editor-first=Peter|series=Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde|editor-last2=Colombijn|editor-first2=Freek|editor-last3=Henley|editor-first3=David}}</ref>
 
Burung cenderawasih dewasa digambarkan pada bendera [[Papua Nugini]]. [[David Attenborough]] telah menyatakan beberapa burung Cenderawasih sebagai jenis hewan favoritnya, mungkin dia menyukai [[Cenderawasih botak]].
 
=== Mitos Cenderawasih di Papua ===
Sebagian warga papua meyakini butungburung cenderawasih adalah jelmaan seorang anak laki-laki bernama ''kweiya.'' Awalnya ada seorang perempuan dan anjingnya kelaparan di dalam hutan dan menemukan buah. Karena kelaparan sang anjing memakan buah tersebut, secara tiba-tiba perut anjing tersebut membesar dan melahirkan anak. Begitu pula dengan sang wanita pemilik anjing tersebut. Lantas anak perempuan tersebut dinamakan Kweiya.<ref name=":0">{{Cite book|last="Mulyadi"|date=2019|title=Etnografi Pembangunan Papua|location=Yogyakarta|publisher=Deepublosh|isbn=978-623-209-898-5|url-status=live}}</ref>
 
Saat anak tersebut sudah besar, sang ibu menikah dengan duda yang sudah memiliki anak. Lambat laun Kweiya disakiti oleh saudara tirinya, karena merasa disakiti Kweiya memilih untuk menjadi burung, dengan membuat sayap dari daun dan ekor dari sabut kelapa. Secara ajaib Kweiya brrubah menjadi burung dan bersarang di atas pohon. Kedua saudaranya yang menyakiti pun dikutuk dan berubah menjadi burung berwarna hitam pekat. Nama kedua saudara yang menyakiti tersebut adalah Pohak dan Nggein. Kedua burung hitam tersebut mengakui kesalahannya dan ingin meminta maaf ke Kweiya.<ref name=":0" />