Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bimo K.A. (bicara | kontrib)
Bimo K.A. (bicara | kontrib)
Baris 86:
[[Berkas:Pendoppo van den Sultan van Koetei, KITLV 36C113.tiff|jmpl|265px|Litografi bangunan pendopo Keraton alias Kedaton Kesultanan Kutai sekitar tahun 1879-1880, di masa pemerintahan [[Aji Muhammad Sulaiman|Sultan Aji Muhammad Sulaiman]].]]
 
Pada tahun [[1844]], dua buah kapal dagang pimpinan [[:en:James Erskine Murray]] asal [[Inggris]] memasuki perairan Tenggarong. Murray datang ke Kutai untuk berdagang dan meminta tanah untuk mendirikan pos dagang serta hak eksklusif untuk menjalankan [[kapal uap]] di perairan [[Mahakam]]. Namun [[Aji Muhammad Salehuddin|Sultan Aji Muhammad Salehuddin I]] mengizinkan Murray untuk berdagang hanya di wilayah [[Samarinda]] saja. Murray kurang puas dengan tawaran Sultan ini. Setelah beberapa hari di perairan Tenggarong, Murray melepaskan tembakan [[meriam]] ke arah istana dan dibalas oleh pasukan kerajaan Kutai. Pertempuran pun tak dapat dihindari. Armada pimpinan Murray akhirnya kalah dan melarikan diri menuju laut lepas. Lima orang terluka dan tiga orang tewas dari pihak armada Murray, dan Murray sendiri termasuk di antara yang tewas tersebut.<ref name="Kesultanan Kutai 2" />
 
Insiden pertempuran di [[Tenggarong]] ini sampai ke pihak Inggris. Sebenarnya Inggris hendak melakukan serangan balasan terhadap Kutai, namun ditanggapi oleh pihak Belanda bahwa Kutai adalah salah satu bagian dari wilayah Hindia Belanda dan Belanda akan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan caranya sendiri. Kemudian Belanda mengirimkan armadanya di bawah komando t'Hooft, dengan membawa [[senjata|persenjataan]] yang lengkap. Setibanya di Tenggarong, armada t'Hooft menyerang istana Sultan Kutai. Sultan Aji Muhammad Salehuddin I diungsikan ke [[Kota Bangun, Kutai Kartanegara|Kota Bangun]].<ref name="Kesultanan Kutai 2" /> Kota Tenggarong dibakar dan menghanguskan lebih dari 500 rumah penduduk. Kesultanan Kutai Kertanegara akhirnya kalah dan takluk pada Belanda.<ref name="Nur">Moh. Nur Ars dkk, Sejarah Kota Samarinda, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1986.</ref>
Baris 92:
Pada tanggal [[11 Oktober]] [[1844]], [[Aji Muhammad Salehuddin|Sultan Aji Muhammad Salehuddin I]] harus menandatangani [[perjanjian]] dengan Belanda yang menyatakan bahwa Sultan Kutai mengakui pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia Belanda di [[Kalimantan]] yang diwakili oleh seorang [[Residen]] yang berkedudukan di [[Banjarmasin]].<ref>{{en icon}} {{cite book|last=Magenda|first=Burhan Djabier|year=2010|url=http://books.google.co.id/books?id=f9T74ges6DIC&lpg=PT31&dq=sultan%20sulaiman&pg=PT31#v=onepage&q=sultan%20sulaiman&f=true|title=East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy|publisher=Equinox Publishing|isbn=602-8397-21-0}}ISBN 978-602-8397-21-6</ref>
 
Tahun [[1846]], [[H. von Dewall]] menjadi administrator sipil Belanda yang pertama di pantai timur Kalimantan.<ref name="Kesultanan Kutai 2" /> Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah Kesultanan Kutai termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan ''Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie'', pada 27 Agustus 1849, No. 8<ref>{{nl icon}} (1849){{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=KJFBAAAAYAAJ&dq=Verdeeling%20van%20het%20Eiland%20Borneo%20in%20tteee%20%20afdeelingen%2C%20onder%20de%20benaming%20van%20Wester%20afdeeling%20en%20Zuid%20en%20Ooster%20afdeeling.&pg=PA55-IA22#v=onepage&q=Verdeeling%20van%20het%20Eiland%20Borneo%20in%20tteee%20%20afdeelingen,%20onder%20de%20benaming%20van%20Wester%20afdeeling%20en%20Zuid%20en%20Ooster%20afdeeling.&f=false|title=Staatsblad van Nederlandisch Indië|publisher= s.n.}}</ref>
 
Pada tahun [[1850]], [[Aji Muhammad Sulaiman|Sultan Aji Muhammad Sulaiman]] memegang tampuk kepemimpinan Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura.