Atsariyah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) k Mengembalikan suntingan oleh 175.139.187.30 (bicara) ke revisi terakhir oleh RaFaDa20631 Tag: Pengembalian |
Add 2 books for Wikipedia:Pemastian (20231009)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot |
||
Baris 31:
Atsariyah muncul sebagai mazhab akidah yang berbeda menjelang akhir abad ke-8 M di antara para ulama hadis yang menganggap Al-Qur'an dan hadis ''shahih'' sebagai satu-satunya sumber hukum yang dapat diterima dalam masalah hukum dan keyakinan.<ref name="Lapidus130"/> Di samping [[Malik bin Anas]], ulama [[Abu Abdullah Muhammad asy-Syafi'i|Ibnu Idris asy-Syafi'i]] secara luas dianggap sebagai salah satu pemimpin paling awal dari mazhab Atsariyah. Dalam perdebatan antara kelompok kalam dan atsar, asy-Syafi'i berhasil membuktikan keunggulan hadis terhadap hukum lainnya seperti dalil akal, tradisi lokal, adat istiadat, ''ra'y'', dll. sebagai sumber akidah, ilmu pengetahuan, dan tafsir Al-Qur'an.<ref>{{Cite book|last=Schmidtke|first=Sabine|last2=Abrahamov|first2=Binyamin|year=2014|title=The Oxford Handbook of Islamic Theology|location=New York|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-969670-3|pages=270–271|chapter=Scripturalist and Traditionalist Theology|quote="The first two centuries of the Islamic era witnessed the struggle of four main approaches over the sources of knowledge and their authoritativeness, these being scripturalism, ancient or local traditions, prophetic traditions, and personal or rationalist argumentation. This debate reached its climax by the time of al-Shāfiʿī, who succeeded in persuading his co-religionists to hold the superiority of the prophetic traditions over other devices as a source of legal and theological knowledge and of interpretation of the Qurʾān."}}</ref> Dari mazhab ini muncul gerakan atsariyah yang cukup kuat melawan ''Ahlur-Ra'y'' dan berbagai manifestasinya.<ref>{{Cite book|last=Glodziher|first=Dr. Ignaz|year=2008|title=The Zahiris, Their Doctrine and their History: A Contribution to the History of Islamic Theology|location=Koninklijke Brill NV, Leiden, The Netherlands|publisher=Brill Publishers|isbn=978-90-04-16241 9|page=21|chapter=Chapter 3|quote="...apart from the services of Malik b. Anas, Muslims rightfully consider Imam al-Shafi'i as the vindicator of traditionalism. It is from this school, too, that the last vigorous reaction of traditionalism against al-ra'y and against its consequences has arisen..."}}</ref><ref>{{Cite book|last=Schmidtke|first=Sabine|last2=Abrahamov|first2=Binyamin|year=2014|title=The Oxford Handbook of Islamic Theology|location=New York|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-969670-3|pages=270–271|chapter=Scripturalist and Traditionalist Theology}}</ref> Doktrin para ulama mazhab Syafi'i kelak dilahirkan kembali dalam risalah ulama Hambali kemudian.<ref>{{Cite book|last=Abrahamov|first=Binyamin|year=1998|title=Islamic Theology: Traditionalism and Rationalism|url=https://archive.org/details/islamictheologyt0000abra|location=George Square, Edinburgh|publisher=Edinburgh University Press|isbn=0-7486-1102-9|pages=[https://archive.org/details/islamictheologyt0000abra/page/n14 1]|chapter=Chapter 1: The Foundations of Traditionalism|quote=}}</ref>
Semula ulama-ulama yang ada dalam lingkaran studi ini minoritas, tetapi sejak awal abad ke-9 M, mereka bersatu menjadi gerakan skolastik tradisionalis baru, yang dikenal sebagai [[Ahli Hadis]], di bawah pimpinan [[Ahmad bin Hanbal]].<ref name="Lapidus130"/><ref>{{Harvard citation text|Campo|2009|pages=279}}</ref> Pemimpin ulama kubu tradisionalis yang lainnya pada zaman ini adalah [[Dawud azh-Zhahiri|Dawud bin Khalaf]], pendiri [[mazhab Zhahiri]]. Di bawah kepemimpinan dua ulama ini, kubu Atsariyah memperoleh kekuasaan.<ref name="B. Hallaq 2005 124">{{Cite book|last=B. Hallaq|first=Wael|year=2005|title=The Origins and Evolution of Islamic Law|url=https://archive.org/details/originsevolution0000hall|location=Cambridge, UK|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-80332-8|pages=[https://archive.org/details/originsevolution0000hall/page/124 124]}}</ref> Dalam masalah hukum, kaum tradisionalis ini mengkritik penggunaan pendapat pribadi (''ra'y'') yang umum di antara para fakih [[Mazhab Hanafi|Hanafi]] di Irak serta tradisi lokal yang hidup oleh para fakih [[Mazhab Maliki|Maliki]] di [[Madinah]].<ref name="Lapidus130" /> Mereka menekankan penggunaan ''nash'' Kitab Suci, mencela peran akal manusia dan juga menolak metode fikih yang tidak berdasarkan ''nash'' kitab suci secara literal. Tidak seperti tradisionalis arus utama, Dawud melangkah lebih jauh dengan menyatakan semua bentuk ''[[Kias (fikih)|Qiyas]]'' sama sekali tidak valid.<ref name="Lapidus130" /><ref name="B. Hallaq 2005 124" /> Dalam masalah akidah, kaum tradisionalis terus melawan [[Muktazilah]] dan mazhab teologis lainnya, serta mengutuk banyak pokok-pokok pikiran doktrin mereka serta metode rasionalistik yang mereka gunakan dalam mempertahankannya.<ref name="Lapidus130" />
Kelompok ini cenderung menghindari perlindungan hak-hak mereka oleh negara serta aktivisme sosial.<ref name="Lapidus130"/> Mereka berusaha mengikuti perintah "[[Amar makruf nahi mungkar|mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran]] " dengan menyebarkan [[asketisme]] dan melakukan [[Vigilante|pemusnahan]] botol anggur, alat musik, dan papan catur.<ref name="Lapidus130" /> Pada tahun 833, khalifah [[Ma'mun ar-Rasyid|al-Ma'mun]] mencoba untuk memaksakan teologi Muktazilah pada semua ulama dan melembagakan sebuah ''mihnah'' yang mewajibkan ulama untuk menerima doktrin Muktazilah bahwa [[Al-Qur'an adalah makhluk]], yang secara implisit membuat Al-Qur'an tunduk pada tafsir para khalifah dan ulama.<ref>{{Harvard citation text|Blankinship|2008}}; {{Harvard citation text|Lapidus|2014}}</ref> Ibnu Hanbal berupaya memimpin kaum tradisionalis melawan kebijakan ini, menegaskan di bawah penghukuman oleh penguasa bahwa Al-Qur'an tidak diciptakan dan karenanya sama abadinya dengan Tuhan.<ref>{{Harvard citation text|Blankinship|2008|pages=49, 51}}; {{Harvard citation text|Lapidus|2014}}</ref> Meskipun Muktazilah bertahan sebagai doktrin resmi negara sampai 851, upaya pemaksaannya hanya mempolitisasi dan memperkeruh kontroversi teologis.<ref>{{Harvard citation text|Blankinship|2008}}</ref> Gagalnya kampanye ''Mihnah'' menjadi tanda kekalahan telak[[Muktazilah|kaum Mu'tazilah]] dan kemenangan doktrin tradisionalis yang teraniaya, yang didukung rakyat. Selain kecaman terhadap doktrin Al-Qur'an sebagai makhluk; akal ditentang dalam hal penafsiran agama karena harus mengikuti ''nash'' [[Wahyu]] ''d''alam paradigma hermeneutis Sunni.<ref>{{Cite book|last=B. Hallaq|first=Wael|year=2005|title=The Origins and Evolution of Islamic Law|url=https://archive.org/details/originsevolution0000hall|location=Cambridge, UK|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-80332-8|pages=
=== Munculnya ilmu kalam ===
|