Perang Pacirebonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 47:
Setelah peristiwa ''Pailir'' yang menyebabkan migrasi besar-besaran para pendukung Pangeran Kulon ke wilayah Jayakarta pada tahun 1609, setahun kemudian pada tahun 1610, untuk pertama kalinya [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] mengangkat Gubernur Jenderal untuk pulau Jawa yaitu [[Pieter Both]], [[Pieter Both|Gubernur Jenderal Pieter Both]] bertugas untuk mencari sebuah tempat guna mendirikan kantor dagang [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] sekaligus dapat dijadikan sebagai pusat pelayaran seluruh Hindia.<ref name=hembing>Wijayakusuma, Hembing. 2005. Pembantaian Massal, 1740: tragedi berdarah Angke. [[Jakarta]]: Yayasan Obor Indonesia</ref> [[Pieter Both|Gubernur Jenderal Pieter Both]] kemudian memilih wilayah [[kesultanan Banten]] sebagai calon tempat pendirian kantor dagangnya dikarenakan selama ini (sejak misi dagang [[Jacob Corneliszoon van Neck]]) Belanda sering membeli dan menumpuk barang dagangannya di [[Banten]], namun karena khawatir bahwa suatu saat akan ada gangguan dari penguasa setempat dan juga dikarenakan aturan-aturan baru yang diberlakukan oleh wali sultan yang baru yaitu Pangeran Ranamanggala maka [[Pieter Both|Gubernur Jenderal Pieter Both]] pada tahun yang sama memalingkan orientasinya dari wilayah inti [[kesultanan Banten]] ke wilayah [[Jayakarta]].<ref name=Mukarrom/> [[Pieter Both|Gubernur Jenderal Pieter Both]] melakukan perundingan dengan Pangeran Wijayakrama (penguasa wilayah otonom Jayakarta atau biasa dikenal dengan nama Pangeran Jayakarta) untuk membahas seputar perumusan naskah perjanjian pembayaran bea, proses-proses hukum serta pembelian sebidang tanah di sisi timur sungai Ciliwung guna mendirikan rumah dari batu dan kayu yang berfungsi sebagai tempat tinggal, kantor dan gudang, perjanjian yang dibagi menjadi dua bagian tersebut (satu bagian berkenaan dengan bea dan masalah hukum, satu lagi berkenaan dengan penjualan tanah) kemudian di tandatangani pada tahun 1611, uang sebesar 1200 real kemudian diberikan kepada Pangeran Jayakarta sebagai pembayaran atas pembelian tanah di sisi timur sungai Ciliwung seluas 50x50 ''vadem'' (depa).<ref name=hembing/>, akan tetapi rumusan kedua naskah awal surat perjanjian tersebut sengaja dibuat berbeda oleh [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dibawah [[Pieter Both|Gubernur Jenderal Pieter Both]], hal tersebut dilakukan sebagai alasan menyerang pihak [[kesultanan Banten]] karena tidak menepati perjanjian di kemudian hari. Adanya perbedaan antara rumusan naskah awal dengan surat perjanjian tersebut menimbulkan pengertian yang berbeda antara Pangeran Jayakarta dengan [[Pieter Both|Gubernur Jenderal Pieter Both]], dalam ketentuan perihal penjualan tanah misalnya, dalam ketentuan hukum [[kesultanan Banten]] tentang pertanahan (yang juga berlaku di wilayah Jayakarta) dinyatakan bahwa tanah adalah milik sultan Banten yang hanya boleh dipergunakan untuk waktu tertentu dengan syarat-syarat yang bisa berubah sewaktu-waktu, namun dengan perbedaan yang dibuat oleh [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] maka pembelian tanah tersebut diartikan sebagai perpindahan kepemilikan dari sultan Banten kepada [[Vereenigde Oostindische Compagnie]],<ref name=hembing/> walaupun terjadi ketegangan akibat rumusan naskah yang berbeda dengan naskah pada perundingan awal, namun tanah untuk [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] akhirnya ditentukan.
 
Tanah untuk [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] disetujui berada di sisi timur sungai Ciliwung, berdampingan dengan ''Pecinan'' (kampung Cina) yang dikepalai oleh Wat Ting (seorang Nakhoda) disekitar terusan kali Besar dan kampung pribumi di sebelah timurnya yang dikepalai oleh Kyai Aria yang juga merupakan ''Patih'' Pangeran Wijayakrama atau Pangeran Jayakarta (penguasa Jayakarta), pada tahun yang sama (1611), [[Pieter Both|Gubernur Jenderal Pieter Both]] segera menunjuk Abraham Theunemans untuk mendirikan gudang yang tidak permanen berukuran 31,5 x 11,4 m terbuat dari ''gedek'' (tembok kayu) dan batu. Gudang tersebut kemudian dapat diseleseikan pembangunannya oleh Abraham Theuneumans pada 1613, gudang yang didirikan di sebelah timur terusan kali Besar (bagian dari aliran sungai Ciliwung yang berada di sebelah timur istana Pangeran Jayakarta, di seberang terusan kali Besar terdapat perkampungan yang dipimpin oleh ''Ki'' Aria, patih Pangeran Jayakarta) tersebut kemudian diberi nama ''Nassau''. Pada 7 November 1614 [[Gerard Reynst|Gerard Reijnst]] seorang pedagang dan salah satu pemilik dari ''Nieuwe Compagnie'' (''Brabantsche'') serta anak dari Pieter Reijnst (pembuat sabun) diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda selanjutnya menggantikan [[Pieter Both]] yang habis masa jabatannya pada 6 November 1614. Pada tahun 1615 terdapat kabar bahwa gubernur jenderal sebelumnya yaitu [[Pieter Both]] yang tengah kembali ke Belanda bersama empat kapalnya setelah menyeleseikan jabatannya mendapatkan kecelakaan di laut sekitar [[Mauritius]] tepatnya di sekitar [https://en.m.wiki-indonesia.club/wiki/Flic-en-Flac kota pantai Flic-en-Flax], dua dari empat kapal dalam rombongan [[Pieter Both]] tenggelam dan [[Pieter Both]] berada di dalamnya. Berkenaan dengan kepemimpinan [[Gerard Reynst|Gerard Reinjst]] dikatakan bahwa [[Gerard Reynst|Gubernur Jenderal Gerard Reijnst]] bersikap tidak lebih baik dari pendahulunya, keadaan malah cenderung lebih buruk.<ref name=hembing/> [[Gerard Reynst|Gubernur Jenderal Gerard Reijnst]] tidak bisa berbuat banyak pada masa jabatannya karena dia terserang disentri dan akhirnya meninggal 7 Desember 1615, setelah meninggalnya [[Gerard Reynst|Gerard Reijnst]] Belanda menunjuk [[Laurens Reael]] sebagai penggantinya, dia menjabat sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda pada 16 Juni 1616, pada masa [[Laurens Reael|Gubernur Jenderal Laurens Reael]] tepatnya pada tahun 1617 dibangunlah ''Mauritius'' sebuah rumah yang berada di sisi kali Ciliwung.<ref name=hembing/> [[Laurens Reael|Gubernur Jenderal Laurens Reael]] sebenarnya adalah orang yang adil, dia menentang cara yang diambil oleh para petinggi [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dalam memperlakukan orang-orang pribumi dan para pesaing dagangnya (dalam kasus kehadiran para pedagang Inggris di Maluku), bagi [[Laurens Reael|Gubernur Jenderal Laurens Reael]] dan juga Laksamana [https://en.m.wiki-indonesia.club/wiki/Steven_van_der_Haghen[Steven Laksamanavan Lautder Hagen|Steven van der Haghen]] tujuan dan kesuksesan dari [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] hanya bisa dicapai melalui jalur perdagangan dan diplomatik saja, tanpa melakukan serbuan dan penaklukan kepada pribumi, baginya penyerangan-penyerangan kepada negara lain hanya bisa dilakukan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku, dikarenakan perbedaan prinsip ini [[Laurens Reael|Gubernur Jenderal Laurens Reael]] memutuskan mengundurkan diri pada 31 Oktober 1617, namun dia baru bisa meninggalkan posisinya setelah kedatangan [[Jan Pieterszoon Coen]]. [[Laurens Reael]] kemudian mengulangi kembali pemikirannya melalui laporan yang ia tulis untuk Dewan Perwakilan Rakyat Belanda dan para pemimpin [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] agar dapat diterima dengan jelas pesan dan posisinya.
 
Pada tahun 1618, [[Jan Pieterszoon Coen]] diangkat menjadi Gubernur Jenderal, dia dipilih menjadi Gubernur Jenderal selanjutnya karena dianggap lebih keras sikapnya dibandingkan pandahulunya [[Laurens Reael]], bangunan tidak permanen yang terbuat dari gedek dan batu tersebut kemudian diperkuat dan dilengkapi dengan pagar tembok dari tanah, di setiap sudutnya lantas diperkuat dengan pembangunan ''catte'' yang berfungsi sebagai tempat meriam yang pada masa itu posisinya sengaja diarahkan ke wilayah Pangeran Jayakarta, selain memperkuat bangunan sebelumnya [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] juga membangun sebuah pangkalan laut yang kecil dengan fasilitas pergudangan dan perbaikan, gereja dan rumah sakit di pulau sekitar Jayakarta.
Baris 53:
Peningkatan struktur bangunan dari yang sebelumnya merupakan bangunan tidak permanen menjadi bangunan permanen oleh [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] pada rumah ''Mauritius'' sebenarnya sudah menyalahi kesepakatan awal antara [[Pieter Both]] dan [[Pangeran Wijayakrama]] (Pangeran Jayakarta), dikarenakan walaupun Belanda mengubah isi perjanjian jual beli tanahnya namun kesepakatan terhadap bangunannya yang harus tidak permanen tidak mengalami perubahan, khawatir bahwa permasalahan di [[Jayakarta]] ini terdengar hingga ke [[Banten]] maka [[Pangeran Wijayakrama]] selaku penguasa [[Jayakarta]] berusaha menanggulangi masalahnya, salah satunya dengan bekerjasama dengan Inggris yang kantor dagangnya berada tepat di seberang bangunan Belanda, mendengar adanya persekutuan antara pihak Inggris dengan Pangeran Jayakarta maka Belanda segera menyerang markas Inggris yang berada di seberangnya yang langsung di serang balik oleh Inggris, hasilnya Belanda menderita kekalahan dengan korban tewas berjumlah 15 orang dan korban luka-luka sebannyak 10 orang, melihat kondisi tersebut [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] segera melarikan diri ke [[Maluku]] sementara kekuasaan terhadap aset Belanda di [[Jayakarta]] diserahkan kepada Pieter van den Broecke. Pangeran Jayakarta kemudian berhasil menahan Pieter van den Broecke, ketika berita penahanan Pieter van den Broecke sampai ke [[Banten]], wali sultan pada masa itu Pangeran Ranamanggala tidak menyetujui tindakan yang diambil oleh Pangeran Wijayakrama selaku penguasa [[Jayakarta]].<ref name=hembing/> Pangeran Ranamanggala selaku wali Sultan Banten segera menarik Pangeran Wijayakrama kembali ke [[Banten]] dan kekuasaan terhadap wilayah Kepangeranan Jayakarta diambil alih olehnya sementara waktu.<ref name=hembing/><ref name=suhaemi>Suhaemi, Muhammad Hamdan. 2014. Catatan Singkat Tentang Wijayakrama, Arya Ranamanggala Dan VOC Tahun 1618. [[Serang]]: Respek Banten</ref>
 
Pangeran Wijayakrama yang ditarik ke [[Banten]] oleh wali Sultan Banten kemudian ditempatkan di pesisir utara [[Banten]] tepatnya di [[Tanara, Tanara, Serang|kampung Tanara]], [[Kabupaten Serang|Serang]]. keputusan Pangeran Ranamanggala sebagai wali sultan Banten pada masa itu dianggap bias, di satu sisi setelah peristiwa ''Pailir'' beliau menerapkan peraturan ketat dan menaikan pajak terhadap para pedagang eropa, namun di sisi lain tindakan penegakan hukum yang dilakukan [[Pangeran Wijayakrama]] selaku penguasa [[Jayakarta]] dalam kasus rumah ''Mauritius'' dianggap salah oleh Pangeran Ranamanggala bahkan berimbas pada penarikannya ke [[Banten]], kuat dugaan bahwa Pangeran Ranamanggala dan beberapa pihak di [[kesultanan Banten]] tidak begitu menyukai Pangeran Wijayakrama sejak beliau menjadi mediator konflik-konflik di [[Banten]], sebagian pihak [[kesultanan Banten]] berpendapat bahwa Pangeran Wijayakrama terlalu berpihak kepada para golongan yang menyusahkan [[Banten]], sebut saja dalam kasus terbunuhnya Sultan Maulana Muhammad di [[Palembang]], tindakan Pangeran Mas yang dianggap membuat Sultan Maulana Muhammad terbunuh dalam penyerangan ke [[Palembang]] membuat banyak orang di Banten tidak menyukainya, beliau lantas pergi ke [[Jayakarta]] untuk meminta bantuan agar diperbolehkan menetap di sana, walau kemudian dia dibunuh oleh anaknya sendiri,<ref name=michrob>Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari. 1989. Catatan masalalu Banten. [[Serang]]: Pengurus Daerah Tingkat II Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kapubaten Serang</ref> serta kasus-kasus lainnya di mana kehadiran Pangeran Wijayakrama sebagai mediator dianggap oleh sebagian pihak di [[kesultanan Banten]] tidak memihak kepada kesultanan sehingga menyebabkan perang dingin diantara Pangeran Wijayakrama dengan sebagian pihak [[kesultanan Banten]] berlangsung cukup lama.<ref name=suhaemi/> Rentetan kejadian inilah yang oleh sebagian peneliti Banten dianggap sebagai hal yang melatarbelakangi alasan ditariknya Pangeran Wijayakrama ke [[Banten]] secara komplek ketimbang hanya berpikir bahwa Pangeran Wijayakrama ditarik karena kasus rumah ''Mauritius''.
 
Menurut Profesor Hembing Wijayakusuma dalam tulisannya tentang pembantaian masal 1740, beliau menjelaskan bahwa sebelum jatuhnya kekuasaan [[Pangeran Wijayakrama]] selaku penguasa [[Jayakarta]] yang ditandai dengan penarikan dirinya ke [[Banten]], pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] telah sekali lagi mengubah isi perjanjian yang disepakati antara [[Pangeran Wijayakrama]] dengan [[Pieter Both]], perubahan dalam rumusan perjanjian oleh [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] adalah bahwa pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] diberikan izin untuk membongkar rumah-rumah orang cina di ''Pecinan'' yang dianggap terlalu dekat dengan gudang [[Vereenigde Oostindische Compagnie]], alasan penambahan klausul tersebut dikarenakan menurut [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] tidak adanya kepastian mengenai bea cukai, menurut pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie]], Wat Ting yang merupakan pemimpin ''Pecinan'' pada masa itu bertugas sebagai saksi sekaligus penterjemah antara pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dan [[Pangeran Wijayakrama]]. Pada saat [[Pangeran Wijayakrama]] ditarik ke [[Banten]] dan kekuasaan kepangeranan [[Jayakarta]] dikendalikan langsung dari [[Banten]], Pangeran Ranamanggala pada saat itu membunuh Wat Ting.<ref name=hembing/>
 
[[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] kembali dari [[Maluku]] ke [[Jayakarta]] pada tanggal 30 Mei 1619 dengan membawa bantuan armada dari markas [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] di [[Maluku]], longgarnya pemerintahan di [[Jayakarta]] dengan ditariknya [[Pangeran Wijayakrama]] ke [[Banten]] segera dimanfaatkan oleh [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]], [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] juga bertekad untuk merebut [[Jayakarta]] dari tangan Pangeran Ranamanggala. Penyerbuan yang dilakukan oleh [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] akhirnya berhasil. [[Pangeran Wijayakrama]] yang kemudian dapat kembali ke [[Jayakarta]] menemukan bahwa kondisi [[Jayakarta]] sudah berubah, beliau lantas berjuang untuk mendapatkan kembali [[Jayakarta]] hingga akhirnya meninggal di wilayah yang sekarang disebut [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]].<ref name=suhaemi/>
 
[[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] segera membangun tembok benteng kota yang disebutnya sebagai ''Niuew Hoorn'' (sebagai pengganti nama [[Jayakarta]]) setelah kemenangannya terhadap kubu [[Pangeran Wijayakrama]], nama ''Niuew Hoorn'' dipilih karena [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] berasal dari daerahKota ''[[Hoorn'' (Holland Utara)|Hoorn]], namun dikemudian hari para petinggi [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] lebih memilih nama ''Batavia''<ref name=hembing/> yang berarti tanahnya orang-orang ''Batav'' (mengacu pada leluhur bangsa Belanda di zaman Romawi), profesor Hembing Wijayakusuma berpendapat bahwa nama ''Batavia'' berarti tempat tinggal ''Bata'' /atau ''Bato'' (pahlawan Sukusuku). Pemilihan nama ''Batavia'' sebagai nama sebuah wilayah tidak hanya disematkan kepada [[Jayakarta]] saja, namun juga disematkan kepada wilayah wilayah yang di bangun Belanda di Amerika dan Suriname.
 
==== Belanda dan monopoli perdagangan di [[Banten]] ====