Perang Pacirebonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 57:
Menurut Profesor Hembing Wijayakusuma dalam tulisannya tentang pembantaian masal 1740, beliau menjelaskan bahwa sebelum jatuhnya kekuasaan [[Pangeran Wijayakrama]] selaku penguasa [[Jayakarta]] yang ditandai dengan penarikan dirinya ke [[Banten]], pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] telah sekali lagi mengubah isi perjanjian yang disepakati antara [[Pangeran Wijayakrama]] dengan [[Pieter Both]], perubahan dalam rumusan perjanjian oleh [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] adalah bahwa pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] diberikan izin untuk membongkar rumah-rumah orang cina di ''Pecinan'' yang dianggap terlalu dekat dengan gudang [[Vereenigde Oostindische Compagnie]], alasan penambahan klausul tersebut dikarenakan menurut [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] tidak adanya kepastian mengenai bea cukai, menurut pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie]], Wat Ting yang merupakan pemimpin ''Pecinan'' pada masa itu bertugas sebagai saksi sekaligus penterjemah antara pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dan [[Pangeran Wijayakrama]]. Pada saat [[Pangeran Wijayakrama]] ditarik ke [[Banten]] dan kekuasaan kepangeranan [[Jayakarta]] dikendalikan langsung dari [[Banten]], Pangeran Ranamanggala pada saat itu membunuh Wat Ting.<ref name=hembing/>
 
[[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] kembali dari [[Maluku]] ke [[Jayakarta]] pada tanggal 30 Mei 1619 dengan membawa bantuan armada dari markas [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] di [[Maluku]], longgarnya pemerintahan di [[Jayakarta]] dengan ditariknya [[Pangeran Wijayakrama]] ke [[Banten]] segera dimanfaatkan oleh [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]], [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] juga bertekad untuk merebut [[Jayakarta]] dari tangan Pangeran Ranamanggala. Penyerbuan yang dilakukan oleh [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] akhirnya berhasil. [[Pangeran Wijayakrama]] yang kemudian dapat kembali ke [[Jayakarta]] menemukan bahwa kondisi [[Jayakarta]] sudah berubah, beliau lantas berjuang untuk mendapatkan kembali [[Jayakarta]] hingga akhirnya meninggal di wilayahdaerah yang sekarang disebut [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]].<ref name=suhaemi/>
 
[[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] segera membangun tembok benteng kota yang disebutnya sebagai ''Niuew Hoorn'' (sebagai pengganti nama [[Jayakarta]]) setelah kemenangannya terhadap kubu [[Pangeran Wijayakrama]], nama ''Niuew Hoorn'' dipilih karena [[Jan Pieterszoon Coen|Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen]] berasal dari Kota [[Hoorn (Holland Utara)|Hoorn]], namun dikemudian hari para petinggi Vereenigde Oostindische Compagnie lebih memilih nama ''Batavia''<ref name=hembing/> yang berarti tanahnya orang-orang ''Batav'' (mengacu pada leluhur bangsa Belanda di zaman Romawi), profesor Hembing Wijayakusuma berpendapat bahwa nama ''Batavia'' berarti tempat tinggal ''Bata'' atau ''Bato'' (pahlawan suku). Pemilihan nama ''Batavia'' sebagai nama sebuah wilayah tidak hanya disematkan kepada [[Jayakarta]] saja, namun juga disematkan kepada wilayah wilayah yang di bangun Belanda di Amerika dan Suriname.
 
==== Belanda dan monopoli perdagangan di [[Banten]] ====
Pasca menguasai [[Jayakarta]], Belanda melalui [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] berusaha menguasai perdagangan di [[Banten]] terutama komoditas lada melalui cara penghadangan atau blokade laut. Penghadangan terhadap kapal -kapal dagang yang hendak berlabuh di Banten pun dilakukan yang menyebabkan harga lada di [[Banten]] turun. [[Jankarena Pieterszoonhanya kapal-kapal Belanda yang dapat berlabuh di Banten. Coen|Gubernur Jendral JanCoen Pieterszoonjuga Coen]]mengeluarkan perintah terhadap kapal-kapal VOC untuk menyerang kapal-kapal dagang [[Dinasti Ming|Cina]].<ref>Vlekke, Bernard Hubertus Maria. 2008. Nusantara: sejarah Indonesia. [[Jakarta]]: Gramedia</ref>
 
==== Sultan Abul Mafakhir dan Penyerangan gabungan Mataram-Palembang ke [[kesultanan Banten]] ====
Pada awal 1624, wali Sultan Banten yaitu Pangeran Ranamanggala menyerahkan jabatannya kepada Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir dikarenakan beliau menderita sakit, kedudukan Pangeran Ranamanggala kemudian bergeser menjadi penasihat sultan [[Banten]], peranan besar Pangeran Ranumanggala sebagai penasihat sultan [[Banten]] adalah dikeluarkannya surat keputusan [[kesultanan Banten]] mengenai hubungannya dengan Belanda, bahwa dalam kaitannya dengan hubungan persahabatan antara negara, maka [[kesultanan Banten]] tidak diperbolehkan bersahabat dengan Belanda. Pada 16 Nombember 1624, penyerahan mutlak kekuasaan [[kesultanan Banten]] dari Pangeran Ranamanggala kepada Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir dilakukan dan pada tanggal 13 Mei 1626, Pangeran Ranamanggala wafat, jenazahnya kemudian dimakamkan di sebelah barat area [[masjid Agung Banten]], beliau kemudian dikenal dengan nama Pangeran Gede.<ref name=djajadiningrat/>
 
Pada 1626, dua tahun setelah serah terima kuasa mutlak dari wali Sultan Banten yaitu Pangeran Ranamanggala, Mataram pada masa kekuasaan [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Hanyakrakusuma]] melakukan penyerangan kembali kepada [[kesultanan Banten]] yang kali ini dibantu oleh [[Palembang]], namun penyerangan ini juga tidak berhasil<ref name=djajadiningrat/>