Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 52:
 
=== Penabalan ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Sultan van Deli Amaluddin Sani Perkasa Alam Shah tijdens het verlaten van de Grote Moskee op de dag van zijn kroning TMnr 60027930.jpg|jmpl|kaki|Sultan Amaluddin meninggalkan [[Masjid Raya Al Mashun]] selepas menjalankan salat zuhur pada hari penabalannya.]]
 
Istiadat [[penabalan]] Tuanku Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah dilaksanakan pada 9 Februari 1925 di [[Istana Maimun]].<ref>Muhammad Takari, dkk., ''Sejarah Kesultanan Deli'', hlm. 92.</ref> Upacara istiadat penabalan dimulai dengan pembacaan dan pemberian surat ''besluit'' dari [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]] oleh Gubernur Pantai Timur Pulau Perca kepada Tuanku Sultan. Kemudian, Tuanku Sultan Amaluddin bersemayam di atas [[singgasana]], dan mempersilahkan Gubernur Pantai Timur Pulau Perca untuk bersemayam bersamanya.<ref name="ReferenceA">Muhammad Takari, dkk., ''Sejarah Kesultanan Deli'', hlm. 93.</ref>
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Sultan van Deli Amaluddin Sani Perkasa Alam Shah tijdens het verlaten van de Grote Moskee op de dag van zijn kroning TMnr 60027930.jpg|jmpl|ka|Sultan Amaluddin meninggalkan [[Masjid Raya Al Mashun]] selepas menjalankan salat zuhur pada hari penabalannya.]]
Kemudian menghadaplah Tengku Perdana Menteri membawa mahkota dan Tengku Al Haji Ja’far, bekas Pangeran Bendahara membawa pedang kerajaan yaitu pedang bawar yang kemudian disembahkan kepada Tuanku Sultan. Lalu, Tengku Mufti memakaikan [[mahkota]] itu ke atas kepala Tuanku Sultan.<ref name="ReferenceA"/> Kemudian dibacakanlah surat cindra (tanda alamat) tabalan oleh Datuk Sri Indera Pahlawan Wazir Serbanyaman, “Hamba rakyat sekaliannya menyeru, Daulat Tuanku...!!! Daulat Tuanku...!!! Daulat Tuanku...!!!.” Di luar istana, meriam ditembakkan sebanyak tiga belas kali, diikuti bunyi tetabuhan dari masjid, langgar, lonceng-lonceng gereja, topekong Tionghoa, dan kuil-kuil India dari seluruh daerah jajahan Kesultanan Deli, sebagai penanda bahwa Tuanku Sultan Amaluddin telah [[pemahkotaan|dinobatkan]] sebagai Sultan.<ref>Muhammad Takari, dkk., ''Sejarah Kesultanan Deli'', hlm. 93–94.</ref>
 
=== Masa pemerintahan ===
[[Berkas:AANKOMST SULTAN VAN DELI-PGM4011530.webm|jmpl|ki|Kedatangan Sultan Amaluddin bersama dua putranya di Stasiun Den Haag untuk menghadiri Perayaan 40 Tahun Kenaikan Takhta Ratu Wilhelmina.]]
 
Pada 10 Februari 1925, Tuanku Sultan Amaluddin menganugerahkan [[gelar bangsawan|gelar kebangsawanan]] kepada beberapa orang, di antaranya Tengku Khalijah (istri ketiga) mendapatkan gelar “Tengku Permaisuri”, Encik Mariam (istri kedua) diberi gelar “Encik Negara”, Encik Ganda (ibunda Sultan) dikurniakan gelar “Encik Ibu Baginda”, Aja Siti Kamaliah (istri Tengku Perdana Menteri) diberi gelar “Aja Puri Anum”, dan Encik Puan bergelar “Encik Puan Besar”.<ref>Muhammad Takari, dkk., ''Sejarah Kesultanan Deli'', hlm. 95.</ref>
 
[[Berkas:AANKOMST SULTAN VAN DELI-PGM4011530.webm|jmpl|Kedatangan Sultan Amaluddin bersama dua putranya di Stasiun Den Haag untuk menghadiri Perayaan 40 Tahun Kenaikan Takhta Ratu Wilhelmina.]]
Pada 1 Agustus 1930, Tuanku Sultan Amaluddin mengadakan lagi Istiadat Kurnia Gelar untuk Tengku Amiruddin (putra kedua Sultan) yang diberi gelar “Tengku Pangeran Bendahara” dan Raja Nor Aziah (istri Tengku Amiruddin) dikurniakan gelar “Tengku Bendahariah”.<ref name=Deli4/>