Pakwan Pajajaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 19:
Sebutan "Pakuan", "Pajajaran", dan "Pakuan Pajajaran" dapat ditemukan dalam [[Prasasti Batutulis]] (nomor 1 dan 2) sedangkan nomor 3 bisa dijumpai pada [[Prasasti Kebantenan]] di [[Bekasi]].
 
Dalam naskah ''[[Carita Parahiyangan]]'' ada kalimat berbunyi "''Sang Susuktunggal, inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nu mikadatwan Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratu Dewata''" (Sang Susuktunggal, dialah yang membuat takhta Sriman Sriwacana (untuk) Sri Baduga Maharaja Ratu Penguasa di Pakuan Pajajaran yang bersemayam di keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu pakuan Sanghiyang Sri Ratu Dewata). [[Sanghiyang Sri Ratu Dewata][ adalah [[gelar]] lain untuk [[Sri Baduga Maharaja|Sri Baduga]]. Jadi yang disebut "[[pakuan]]" itu adalah "[[kadaton]]" yang bernama Sri Bima dan seterunya. "Pakuan" adalah tempat tinggal untuk raja, biasa disebut keraton, kedaton atau istana. Jadi tafsiran Poerbatjaraka-lah yang sejalan dengan arti yang dimaksud dalam Carita Parahiyangan, yaitu "istana yang berjajar". Tafsiran tersebut lebih mendekati lagi bila dilihat nama istana yang cukup panjang tetapi terdiri atas nama-nama yang berdiri sendiri. Diperkirakan ada lima bangunan keraton yang masing-masing bernama: Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati. Inilah mungkin yang biasa disebut dalam peristilahan klasik "''panca persada''" (lima keraton). Suradipati adalah nama keraton induk. Hal ini dapat dibandingkan dengan nama-nama keraton lain, yaitu Surawisesa di [[Kawali]], [[Surosowan]] di Banten dan Surakarta di [[Jayakarta]] pada masa silam. Karena nama yang panjang itulah mungkin orang lebih senang meringkasnya, Pakuan Pajajaran atau Pakuan atau Pajajaran. Nama keraton dapat meluas menjadi nama ibu kota dan akhirnya menjadi nama negara. Contohnya: Nama keraton Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang meluas menjadi nama ibu kota dan nama daerah. Ngayogyakarta Hadiningrat dalam bahasa sehari-hari cukup disebut [[Yogya]].
 
Pendapat Ten Dam (Pakuan berarti ibu kota) dipandang benar dalam penggunaan, tetapi salah dari segi [[semantik]]. Dalam laporan [[Tome Pires]] (1513) disebutkan bahwa bahwa ibu kota kerajaan Sunda tersebut bernama ''Dayo'' (dayeuh) dan terletak di daerah pegunungan yang berjarak dua hari perjalanan dari pelabuhan [[Kalapa]] di muara Ciliwung. Nama ''Dayo'' didengarnya dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Orang Pelabuhan Kalapa menggunakan kata ''dayeuh'' bila bermaksud menyebut ibu kota dalam percakapan sehari-hari. Sedangkan kata ''pakuan'' digunakan untuk menyebut ibu kota dalam [[kesustraan]].