→Peninggalan: Perbaikan beberapa kalimat. Saran : tetap netral dalam menyampaikan sudut pandang
Tag: Suntingan perangkat selulerSuntingan peramban seluler
Baris 55:
== Peninggalan ==
[[Fangesa Sebua|Masuknya Kekristenan di Nias]] membuat masyarakat enggan melanjutkan tradisi ini, terlebih ketika Belanda akhirnya mampu memaksakanmemegang kekuasaannyakendali diatas Nias. Para ''emali'' tidak melanjutkan perburuan karena takut berbuat ''horö'' '[[Dosa (Kristen)|dosa]]' dan hukumanadanya upaya pelarangan dari pihak kolonialBelanda.{{Sfn|Beatty|2019|p=77|ps=: "Translation preempted the present by rewriting the past. (...) Horö "war," "enmity," "crime," becomes "sin." "}}{{Sfn|Suzuki|1959|p=3|ps=: "The usual reasons for sending apunitive force to Nias was in order to put down skirmishes which arose out of headhunting parties or slave raids."}} Kasus ''mangai binu'' terakhir dicatat oleh Puccioni pada tahun 1998.{{Sfn|Puccioni|2016|p=346|ps=: "Kasus terakhir yang saya dengar terjadi tahun 1998 (...)."}} Namun, pemenggalan kepala dengan motif perebutan [[harga diri]] masih terjadi.{{Sfn|Afif|2018|p=183c|ps=: "(...), pemenggalan kepala saat ini lebih banyak disebabkan oleh pertikaian dalam mempertahankan harga diri."}} Sonjaya dalam bukunya ''Melacak batu menguak mitos'' menceritakan bahwa dia masih mendengar berita pembunuhan dengan pemenggalan kepala korban di Gomo hingga tahun 2008.{{Sfn|Sonjaya|2008|p=71|ps=: "Dalam minggu pertama di Börönadu, saya mendengar ada pemenggalan kepala di desa tetangga hanya gara-gara memperebutkan pohon rambutan. Setelah mencoba menggali informasi mengenai kejadian itu, ternyata pembunuhan itu lebih berlatar belakang harga diri ketimbang pohon rambutan itu sendiri."}} Ketakutan akan ''emali'' di zaman dulu juga menyisakan kebiasaan pada beberapa penduduk. Beberapa keluarga melarang anak-anak kecil bermain di luar rumah dan beberapa pemuda Nias selalu membawa senjata tajam ketika keluar rumah pada malam hari sebagai bentuk kewaspadaan.{{Sfn|Afif|2018|p=183b|ps=: "Hal ini juga bisa dilihat dari cara para lelaki dewasa di Nias ketika akan berpergian di malam hari. Mereka selalu membawa senjata tajam untuk jaga diri."}}{{Sfn|Laiya|2017|p=}}