Suku Asmat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Envapid (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Envapid (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 60:
* Pernikahan, proses ini berlaku bagi pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun, dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan maskawinnya berupa piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, apabila ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
* Kematian, apabila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk [[mumi]] dan dipajang di depan joglo suku ini, sedangkan masyarakat umum jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
 
=== Wanita Dalam Pandangan Suku Asmat ===
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung), menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka. Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun tersembunyi suatu realita derita para ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
 
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku tersebut. Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya, mulai dari mencari ikan, udang, kepiting, dan tembelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua, menebang pohon sagu, menokok, membawa sagu dari hutan, memasak dan menyajikan. Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
 
Walau begitu kebanyakan kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya, mengisap tembakau, dan berjudi. Kadang suami membuat rumah atau perahu, namun dengan batuan istri. Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu bakar. Sayangnya mereka hanya benar-benar menemani. Mendayung perahu, menebang kayu, dan membawanya pulang adalah tugas istri. Suami yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak istrinya.
 
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan, maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi, maka istri pula yang akan dijadikan objek kekesalan. Mereka yang tinggal di Agats, kini terbiasa pula untuk mabuk, mereka lebih rentan untuk mengamuk, sehingga istripun yang akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.
 
Kadang kala laki-laki Asmat mengukir, jika mereka ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan semakin bertambah. Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir. Semakin lama laki-laki mengukir, semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan. Hal itu berarti akan semakin lelah perempuan Asmat, karena harus memangur, meramah, dan mengolah sagu, dan bahkan menjaring ikan, lebih tragisnya lagi, jika ukiran itu dijual, maka uangnya hanya untuk suami yang membuatnya, perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu, satu ukiranpun tidak akan selesai dibuat. (Dewi Linggasari, 2004, Yang Perkasa Yang Tertindas. Potret Hidup Perempuan Asmat. Yogyakarta: Bigraf Publishing, bekerjasama dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan The Fourt Foundation. Hal. 22).
 
== Agama ==