Djong (kapal): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 97:
 
[[Berkas:Detail from a map made in 1522 by Nuño García de Toreno depicting an unspecified Portuguese boat pursuing a 4-masted Javanese jong.jpg|jmpl|Sebuah jong dengan empat tiang sedang dikejar oleh kapal Portugis, di peta Nuño García de Toreno tahun 1522. Pemandangan ini kemungkinan menggambarkan tentang jong Jawa yang dijumpai di dekat ''Polvoreira''.]]
Saat melewati ''Pacem'' ([[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]]), armada Portugis bertemu dengan dua buah jung, salah satu berasal dari [[Koromandel]], yang segera ditangkap, dan yang lainnya dari Jawa yang beratnya sekitar 600 ton, dekat ''Polvoreira'' (kemungkinan [[Pulau Berhala]], 160 mil dari Malaka, diantara [[Pelabuhan Belawan|Belawan]], Medan dan [[Lumut, Malaysia|Lumut]], Perak). Jung itu membawa 300 orang "[[Moor]]" (Muslim) Jawa di atas kapal. Orang Portugis mengirim perahu-perahu kecil untuk mendekatinya, memerintahkannya untuk berhenti tetapi ia segera melepaskan tembakan ke armada, awaknya melemparkan tombak, panah, batu, pot bubuk mesiu, dan bahan yang mudah terbakar. Afonso de Albuquerque mendekatinya dengan seluruh armadanya. Armada Portugis mulai menembaki jung, tetapi peluru meriam mereka memantul pada lambung jung, kemudian jung itu berlayar menjauh. Kapal-kapal Portugis kemudian menembaki tiang-tiang jung yang menyebabkan mereka jatuh. Menjelang fajar, [[Flor de la Mar]] ([[kerakah]] Portugis tertinggi) berhasil mengejar dan menabrak jung tersebut, sambil menembakkan artileri yang menewaskan 40 awak jung. Jung itu begitu tinggi sehingga benteng belakang Flor de la Mar hampir tidak bisa mencapai jembatannya,<ref group="catatan">Jembatan disini merujuk pada bukaan pada sisi kapal untuk memuat kargo, yang berada di bawah dek atas (Nugroho, 2011: 304). Dalam bahasa Inggris lebih tepat disebut "''gangplank''", "''brow''", atau "''gangway''".</ref> dan orang Portugis tidak berani menaikinya. Tembakan ''[[bombard]]'' mereka tidak merusaknya karena ia memiliki 4 lapis papan, sedangkan meriam terbesar Portugis hanya bisa menembus tidak lebih dari 2 lapis. Ketika orang Portugis mencoba untuk melemparkan kait dan menyerang dalam pertempuran jarak dekat, awak jung membakar jung mereka,<ref group="catatan">Orang Jawa memiliki kebiasaan membakar kapal mereka sendiri ketika mereka merasa bahwa mereka dikalahkan dan kapal mereka akan ditangkap. Lihat Birch, 1875: 63.</ref> memaksa Portugis untuk mundur. Selama pelarian, awak jung berusaha memadamkan api dengan susah payah.<ref group="catatan">Api itu diciptakan dengan membakar ''olio da terra'' (minyak dari bumi), ditemukan dalam jumlah besar di dekat Pedir, di mana ia mengalir keluar dari mata air. Orang Muslim menyebut minyak ini "Naptha" dan para dokter menganggapnya luar biasa dan obat yang sangat baik untuk beberapa penyakit. Orang Portugis memperoleh beberapa dan merasa sangat berguna untuk mengobati ''coisas de frialdade e compressão dos nervios'' (suhu rendah dan ketegangan saraf). Lihat Dion, 1970: 139.</ref> Setelah pertempuran selama dua hari dua malam, Albuquerque memutuskan untuk mematahkan kedua kemudi di sisi kapal, menyebabkan kapal itu menyerah. Begitu naik, Portugis menemukan raja Pasai, yang diharapkan Albuquerque bisa dijadikan vasal untuk berdagang. Mereka juga sangat mengagumi jung dan awaknya dan menjulukinya ''O Bravo'' (Si Pemberani). Para awak Portugis memohon kepada Fernão Pires untuk membujuk Albuquerque supaya awak jung tersebut diampuni dan dipandang sebagai bawahan dari Portugal yang sama sekali tidak menyadari siapa yang sebenarnya mereka lawan. Albuquerque akhirnya menyetujui ini.<ref name=":19" />{{rp|216–219}}<ref name=":1022">Dion, Mark. "Sumatra through Portuguese Eyes: Excerpts from [[João de Barros]]' Decadas da Asia". ''Indonesia'' (Volume 9, 1970): 128–162.</ref>{{Rprp|139138–139}}<ref name=":18">{{Cite book|last=Birch|first=Walter de Gray|year=1875|url=https://archive.org/details/commentariesgre02unkngoog/page/n133/mode/2up?q=junk|title=The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 Vol. III|location=London|publisher=The Hakluyt society|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|62–64}}<ref group="catatan">Dari Gaspar Correia: "Karena ''junco'' itu memulai serangan, sang Gubernur mendekatinya bersama seluruh armadanya. Kapal-kapal Portugis mulai menembaki ''junco'', tetapi tidak ada pengaruhnya sama sekali. Lalu ''junco'' berlayar pergi …. Kapal-kapal Portugis lalu menembaki tiang-tiang ''junco'' …. dan layarnya berjatuhan. Karena sangat tinggi, orang-orang kami tidak berani menaikinya, dan tembakan kami tidak merusaknya sedikit pun karena ''junco'' memiliki empat lapis papan. Meriam terbesar kami hanya mampu menembus tak lebih dari dua lapis …Melihat hal itu, sang Gubernur memerintahkan [[Kerakah|nau]]-nya untuk datang ke samping ''junco''. (Kapal Portugis) ini adalah Flor de la Mar, kapal Portugis yang tertinggi. Dan ketika berusaha untuk menaiki ''junco'', bagian belakang kapal tidak bisa mencapai jembatannya. Awak ''Junco'' mempertahankan diri dengan baik sehingga kapal Portugis terpaksa berlayar menjauhi kapal itu lagi. (Setelah pertempuran selama dua hari dua malam) sang Gubernur memutuskan untuk mematahkan dua buah kemudi yang ada diluar kapal. Setelah itu barulah ''junco'' itu menyerah."</ref>
 
Pada akhir 1512 sampai Januari 1513 [[Pati Unus]] dari [[Kesultanan Demak]] mencoba mengejutkan [[Melaka Portugis|Malaka Portugis]], membawa sekitar 100 kapal dengan 5.000 tentara Jawa dari [[Kabupaten Jepara|Jepara]] dan [[Kota Palembang|Palembang]]. Sekitar 30 dari mereka adalah jung besar seberat 350–600 ton (pengecualian untuk kapal utama Pati Unus), sisanya adalah kapal jenis [[Lancaran (kapal)|lancaran]], [[penjajap]], dan [[kelulus]]. Ekspedisi itu mungkin melibatkan sampai 12.000 orang. Kapal-kapal itu membawa banyak artileri yang dibuat di Jawa.<ref group="catatan">Menurut Horst H. Liebner, sebagian besar meriam tersebut berjenis meriam putar (''swivel'' ''gun''), kemungkinan dari jenis cetbang atau [[rentaka]], yaitu sejenis meriam ukuran kecil dan sedang yang biasa dipasang di pinggir kapal. Meriam tetap yang ukurannya lebih besar pada kapal-kapal Melayu biasanya dipasang di apilan (''gunshield'' atau perisai meriam).</ref><ref name="Apilan" />{{rp|23, 177}} Meskipun dikalahkan, Pati Unus berlayar pulang dan mendamparkan jung perang berlapis bajanya sebagai monumen perjuangan melawan orang-orang yang disebutnya paling berani di dunia. Ini memenangkannya beberapa tahun kemudian dalam tahta Demak.<ref>{{Cite book|last=De Graaf|first=Hermanus Johannes|date=1974|url=https://archive.org/details/deeerstemoslimse0069graa/page/44/mode/2up?q=|title=De eerste Moslimse vorstendommen op Java: Studiën over de Staatkundige Geschiedenis van de 15de en 16de eeuw|location='s-Gravenhage|publisher=M. Nijhoff|isbn=|pages=44|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Winstedt|first=Richard Olaf|date=1935|title=A History of Malaya|journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society|volume=13|issue=1|pages=iii-270}}</ref>{{rp|70–71}} Dalam sebuah surat kepada Afonso de Albuquerque, dari Cannanore, 22 Februari 1513, [[Fernão Pires de Andrade]], kapten armada yang menghalau Pati Unus, mengatakan:<ref name=":0" />{{rp|151-152}}