Perang Pacirebonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 86:
=== Cirebon membantu Mataram membujuk [[kesultanan Banten]] ===
 
Sepeninggal Sultan Zainul Arifin, cucunya yaitu Abdul Karim naik menggantikannya sebagai Sultan Cirebon, pada masa itu ternyata Mas Rangsang ([[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Hanyakrakusuma]]) sudah meninggal terlebih dahulu sebelum Sultan Zainul Arifin, yakni pada tahun 1645. Kekuasaan Mataram kini dipegang oleh [[Amangkurat I|Mas Sayidin]] yang bergelar Amangkurat I, Amangkurat I pada awal pemerintahannya dikenal sebagai orang yang dengan mudah menyingkirkan orang yang berseberangan dengannya, misalnya saja peristiwa terbunuhnya ''Tumenggung'' Wiraguna dan Danupaya pada tahun 1647 yang merupakan pejabat senior di Mataram, kemudian terbunuhnya Pangeran Danupoyo (Mas Alit) adik Amangkurat I pada tahun yang sama karena menentang penumpasan tokoh tokoh senior. Pangeran Danupoyo terbunuh dalam pemberontakan yang dipimpinnya, selesai dengan Pangeran Danupoyo, Amangkurat I lantas [[Pembantaian ulama oleh Amangkurat I|membantai ribuan ulama beserta keluarganya]] yang dianggap mendukung pergerakan Pangeran Danupoyo, dalam peristiwa pembantaian ini, Amangkurat I berpesan agar tidak ada satu ulamapun yang diloloskan.<ref>de Graaf, Hermanus Johannes, 1962. De Regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677, [[Leiden]]: Brill</ref>
 
Amangkurat I dikenal sebagai seorang penguasa yang dekat dengan Belanda, ketika Sultan Abdul Karim naik tahta di [[kesultanan Cirebon]], Amangkurat I dihadapkan dengan fakta bahwa belum seluruh pulau Jawa mengakui eksistensi Mataram sebagai sebuah kerajaan, [[kesultanan Banten]] salah satunya, ketika Sultan Abdul Karim tengah berkunjung ke Mataram, Amangkurat I meminta bantuannya membujuk [[kesultanan Banten]] agar mau bersahabat dengan Mataram dan menghentikan serangannya kepada Belanda.<ref name=erwantoro/>
 
=== Banten bersiap perang ===