Mi instan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 195:
Kualitas tepung yang seringkali kurang baik ketika didatangkan memicu adanya usulan untuk membangun penggilingan gandum di Indonesia. Yang menjadi orang pilihan Soeharto untuk melaksanakan tugas tersebut adalah cukong utamanya, Liem Sioe Liong ([[Sudono Salim]]) dalam wadah [[Bogasari|Bogasari Flour Mills]]. Lebih istimewanya lagi, Liem mendapatkan hak sebagai penggiling gandum utama di Indonesia selama bertahun-tahun secara [[monopoli]]stik. Sebagai "hadiah", sebagian keuntungan Bogasari diberikan kepada dua yayasan Soeharto dan 10% sahamnya dikuasai sepupunya, [[Sudwikatmono]].<ref name=orde/><ref name=Liem/> Cerita tidak berhenti sampai di situ. Upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan olahan terigu, lagi-lagi melibatkan Liem. Pada mulanya sebelum dikenal dengan Indofood-nya, pemerintah Orde Baru meminta Salim memproduksi mi untuk keperluan ransum tentara dan pegawai negeri, yang belakangan dipasarkan ke publik dengan merek Sarimi. Dengan bantuan kekuatan monopoli terigunya, Salim berhasil menguasai dua merek lain, Indomie dan Supermi pada pertengahan 1980-an.<ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=8Zw4iOA3ytwC&dq=sarimi+supermi+jangkar+bogasari&focus=searchwithinvolume&q=gandum Menggugah etika bisnis Orde Baru]</ref> Maka pada akhirnya, dengan kekuatan finansial Grup Salim dan dukungan rezim yang berkuasa, mi instan tumbuh sebagai pengganti berbagai [[makanan pokok]], termasuk beras.<ref name=Liem/> Pada saat yang sama dengan merajalelanya mi instan, keuntungan besar didapat oleh Soeharto dan kroninya, Liem.<ref name=mie>[https://books.google.co.id/books?id=i4B84NUWAEoC&pg=PA176&dq=ketergantungan+mie+instan+indonesia&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiY0Ou_sZaCAxU4nmMGHQ6DCr0Q6AF6BAgOEAI#v=onepage&q=ketergantungan%20mie%20instan%20indonesia&f=false Menguak misteri kekuasaan Soeharto]</ref><ref name=orde/> Pasca jatuhnya Orde Baru pun, Indofood (Salim) sebagai pemain lama tetaplah tidak tergoyahkan mengingat struktur pasar yang [[oligopoli]]stik.<ref name=kecanduan/>
Aspek penting lain yang dapat dimaknai dari maraknya konsumsi mi instan adalah kegagalan pemerintah Orde Baru mendorong diversifikasi pangan. Banyak
Keberadaan mi instan sebagai bahan pangan utama masyarakat sebenarnya sungguh ironis. Tidak seperti bangsa-bangsa [[Asia Timur]], Indonesia tidak memiliki tradisi yang kuat dalam konsumsi mi. Lebih parahnya lagi, gandum sebagai bahan dasar mi tidak mampu dibudidayakan secara masif di Indonesia.<ref name=mie/> Akibatnya, Indonesia lahir menjadi salah satu pengimpor gandum terbesar di dunia. Dari hanya 450.000 ton pada 1970, memasuki 1990-an impor gandum menjadi 3 juta ton, dan di tahun 2016 naik pesat menjadi 8,5 juta ton.<ref name=kecanduan/> Di tahun 2021 angkanya sudah mencapai 11,2 juta ton senilai US$ 2,9 miliar (Rp 42 triliun).<ref name=pangan>[https://tirto.id/polemik-mi-instan-esensi-gandum-dan-perubahan-pola-pangan-ri-gFeg Polemik Mi Instan: Esensi Gandum dan Perubahan Pola Pangan RI]</ref><ref name=kupmara>[https://kumparan.com/ideas-riset/perubahan-budaya-pangan-hantarkan-indonesia-jadi-importir-gandum-terbesar-dunia-1yVN4ervJmN/1 Perubahan Budaya Pangan Hantarkan Indonesia Jadi Importir Gandum Terbesar Dunia]</ref> Hal ini terjadi seiring konsumsi mi instan Indonesia yang semakin meningkat dan berada dalam posisi kedua dunia,<ref name=pangan/> dan tercatat sebagai salah satu pengekspor mi instan terbesar.<ref name=mie/> Pada saat yang sama dengan naiknya impor gandum sejak 2010-an, angka produksi beras sebagai makanan pokok utama mengalami stagnasi.<ref name=kupmara/>
|