Djong (kapal): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Catatan
Baris 1:
{{Redirect|Kapal jung Jawa|organisasi zaman Belanda|Jong Java}}
[[Berkas:Situs civitatis Bantam et Navium Insulae Iauae delineatio.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Situs%20civitatis%20Bantam%20et%20Navium%20Insulae%20Iauae%20delineatio.jpg|jmpl|300x300px|Jong jawa bertiang tiga di Banten, 1610.]]
'''Djong''' (juga disebut '''jong''', '''[[Kapal jung|jung]]''' atau '''junk''') adalah jenis kapal layar kuno yang berasal dari [[Jawa]], dan digunakan secara umum oleh pelaut [[Orang Jawa|Jawa]] dan [[Suku Sunda|Sunda]]; dan pada abad-abad setelahnya, juga oleh pelaut Pegu ([[suku Mon]]) dan [[Suku Melayu|Melayu]]. Namanya dari dulu hingga sekarang dieja sebagai "''jong''" dalam bahasa asalnya,<ref>{{Cite web|last=Company|first=Houghton Mifflin Harcourt Publishing|title=The American Heritage Dictionary entry: junks|url=https://ahdictionary.com/word/search.html?q=junks|website=ahdictionary.com|access-date=2020-10-12}}</ref><ref>{{Cite web|title=junk {{!}} Origin and meaning of junk by Online Etymology Dictionary|url=https://www.etymonline.com/word/junk|website=www.etymonline.com|language=en|access-date=2020-10-12}}</ref> ejaan "''djong''" sebenarnya adalah romanisasi kolonial Belanda.<ref name=":202">{{Cite book|last=Rouffaer|first=G. P.|date=|year=1915|url=https://archive.org/details/deeersteschipvaa01rouf/page/133/mode/2up?q=|title=De eerste schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman Vol. I|location='S-Gravenhage|publisher=M. Nijhoff|isbn=|page=|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|71}} Djong digunakan terutama sebagai kapal penumpang dan kapal kargo, dapat mencapai [[Samudra Atlantik]] pada zaman kuno. Bobot muatan rata-rata adalah 40 sampai 2000 [[Tonase bobot mati|ton mati]],<ref group="catatan">{{refn|Ukuran berat yang digunakan di halaman ini (kecuali dinyatakan lain) adalah DWT atau tonase bobot mati, sebuah ukuran dari berapa banyak muatan yang bisa dibawa sebuah kapal, termasuk berat kru dan perbekalan.</ref>|group=catatan}} dengan bobot mati rata-rata sebesar 1200–1400 ton pada zaman [[Majapahit]]. Kerajaan Jawa seperti Majapahit, [[Kesultanan Demak]], dan [[Kesultanan Kalinyamat]] menggunakan kapal jenis ini digunakan sebagai kapal perang, tetapi masih dominan sebagai kapal angkut.<ref name=":22" />{{rp|59-62}}<ref name=":12">{{Cite book|title=Majapahit Peradaban Maritim|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|year=2011|isbn=978-602-9346-00-8|location=|pages=}}</ref>{{rp|308}}<ref name=":20">Wade, Geoff (2012). ''Anthony Reid and the Study of Southeast Asian Past''. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9814311960.</ref>{{rp|155}} [[Kesultanan Mataram]] biasanya menggunakan jong sebagai kapal dagang bukan kapal perang.<ref name=":24" />{{rp|1354}}
 
Untuk armada perang mereka, orang Melayu lebih suka menggunakan kapal-kapal panjang dengan [[sarat air]] dangkal, berdayung, yang mirip dengan [[galai]]; contohnya [[Lancaran (kapal)|lancaran]], [[penjajap]], dan [[kelulus]].<ref group="catatan">{{refn|Pada saat Portugis menyerang Kesultanan Malaka pada tahun 1511, orang Melayu menggunakan lancaran (''lanchara'') dan penjajap (''pangajaoa''). Lihat <ref>Birch, Walter de Gray (1875). ''The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 Vol. III''. London: The Hakluyt Society, halaman 68; dan Albuquerque, Afonso de (1774). ''Commentários do Grande Afonso Dalbuquerque parte III''. Lisboa: Na Regia Officina Typografica, halaman 80–81.</ref> Kelulus (''calaluz'') digunakan dalam beberapa ekspedisi sebelum dan sesudah jatuhnya Malaka, lihat .<ref>Manguin, Pierre-Yves (1993). 'The Vanishing Jong: Insular Southeast Asian Fleets in Trade and War (Fifteenth to Seventeenth Centuries)', in Anthony Reid (ed.), Southeast Asia in the Early Modern Era (Ithaca: Cornell University Press), halaman 212.</ref>|group=catatan}} Hal ini sangat berbeda dengan orang Jawa yang lebih menyukai kapal-kapal bundar dengan sarat air yang dalam dan dapat mencapai jarak jauh seperti jong dan [[malangbang]]. Alasan perbedaan ini adalah karena orang Melayu mengoperasikan kapal mereka di perairan sungai, zona selat terlindung, dan lingkungan kepulauan, sedangkan orang Jawa sering aktif di laut lepas dan berombak tinggi. Setelah pertemuan dengan orang [[Iberia]], baik armada perang orang Jawa maupun Melayu mulai lebih banyak menggunakan [[ghurab]] dan [[Ghali (kapal)|ghali]].<ref name=":12" />{{rp|270-277, 290-291, 296-301}}<ref name=":29">Manguin, Pierre-Yves (2012). Lancaran, Ghurab and Ghali: Mediterranean impact on war vessels in Early Modern Southeast Asia. Dalam G. Wade & L. Tana (Eds.), ''Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past'' (hlm. 146–182). Singapore: ISEAS Publishing.</ref>{{Rp|148, 155}}
 
== Etimologi ==
Baris 24:
Orang [[Austronesia]] menggunakan sistem navigasi yang mantap: Orientasi di laut dilakukan menggunakan berbagai tanda alam yang berbeda-beda, dan dengan memakai suatu teknik perbintangan sangat khas yang dinamakan ''star path navigation''. Pada dasarnya, para navigator menentukan haluan kapal ke pulau-pulau yang dikenali dengan menggunakan posisi terbitnya dan terbenamnya bintang-bintang tertentu di atas cakrawala.<ref name=":15" />{{Refpage|10}} Pada zaman Majapahit, [[kompas]] dan [[magnet]] telah digunakan, selain itu [[kartografi]] (ilmu pemetaan) telah berkembang. Pada tahun 1293 Raden Wijaya memberikan sebuah peta dan catatan sensus penduduk pada pasukan Mongol dinasti Yuan, menunjukkan bahwa pembuatan peta telah menjadi bagian formal dari urusan pemerintahan di Jawa.<ref>Suarez, Thomas (2012). ''Early Mapping of Southeast Asia: The Epic Story of Seafarers, Adventurers, and Cartographers Who First Mapped the Regions Between China and India''. Tuttle Publishing.</ref>{{rp|53}} Penggunaan peta yang penuh garis-garis memanjang dan melintang, garis rhumb, dan garis rute langsung yang dilalui kapal dicatat oleh orang Eropa, sampai-sampai orang Portugis menilai peta Jawa merupakan peta terbaik pada awal tahun 1500-an.<ref name=":12" />{{rp|163-164, 166-168}}<ref name=":14" />{{rp|249}}<ref name=":0" />{{rp|lxxix}}<ref>{{Cite web|url=https://www.nusantarareview.com/teknologi-era-majapahit.html|title=Teknologi Era Majapahit|date=2018-10-02|website=Nusantara Review|language=en-US|access-date=2020-06-11}}</ref>
 
Ketika [[Afonso de Albuquerque]] menaklukkan Malaka (1511), orang Portugis mendapatkan sebuah peta dari seorang mualim Jawa, yang juga menampilkan bagian dari [[benua Amerika]]. Mengenai peta itu, Albuquerque berkata:<ref name=":52">Carta IX, 1 April 1512. Dalam Pato, Raymundo Antonio de Bulhão; Mendonça, Henrique Lopes de (1884). ''[https://archive.org/details/cartasdeaffonso03albugoog/page/n98/mode/2up?q Cartas de Affonso de Albuquerque, Seguidas de Documentos que as Elucidam tomo I]'' (hlm. 29-65). Lisboa: Typographia da Academia Real das Sciencas.</ref>{{rp|64}}<ref>{{Cite journal|last=Olshin|first=Benjamin B.|date=1996|title=A sixteenth century Portuguese report concerning an early Javanese world map|url=http://dx.doi.org/10.1590/s0104-59701996000400005|journal=História, Ciências, Saúde-Manguinhos|volume=2|issue=3|pages=97–104|doi=10.1590/s0104-59701996000400005|issn=0104-5970|url=https://www.scielo.br/j/hcsm/a/HtNK8HhmxkbycBDLzbp4SWH/?format=pdf&lang=en |archive-url=https://archive.org/details/portuguese-report-early-javanese-map |archive-date=19 Oktober 2023}}</ref>{{rp|98-99}}
 
<blockquote>... peta besar seorang mualim Jawa, yang berisi [[Tanjung Harapan]], [[Portugal]] dan tanah [[Brazil]], [[Laut Merah]] dan [[Teluk Persia|Laut Persia]], Kepulauan Cengkih, navigasi orang Cina dan Gore, dengan garis rhumb dan rute langsung yang bisa ditempuh oleh kapal, dan dataran gigir (''hinterland''), dan bagaimana kerajaan berbatasan satu sama lain. Bagiku, Tuan, ini adalah hal terbaik yang pernah saya lihat, dan Yang Mulia akan sangat senang melihatnya memiliki nama-nama dalam tulisan Jawa, tetapi saya punya seorang Jawa yang bisa membaca dan menulis, saya mengirimkan karya ini kepada Yang Mulia, yang ditelusuri Francisco Rodrigues dari yang lain, di mana Yang Mulia dapat benar-benar melihat di mana [[Tionghoa|orang Cina]] dan [[Suku Ryukyu|Gore]] ([[Jepang]]) datang, dan tentu saja kapal Anda harus pergi ke Kepulauan Cengkih, dan di mana tambang emas ada, dan pulau Jawa dan Banda, asal [[pala]] dan fuli pala, dan tanah raja Siam, dan juga akhir dari navigasi orang Cina, arah yang dilaluinya, dan bagaimana mereka tidak bernavigasi lebih jauh.<br>
Baris 67:
Perkapalan laut Cina tidak ada sampai akhir dinasti Song (kapal mereka hanya sebatas kapal sungai), kapal yang digunakan orang Cina untuk mengarungi samudra pada masa sebelum ini berasal dari negeri K'un-lun (Nusantara) dan India.<ref name=":523">{{Cite journal|last=Gungwu|first=Wang|date=1958|title=The Nanhai Trade: the early History of the Chinese Trade in the South China Sea|journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society XXXI/2|volume=182|issue=3|pages=3–135}}</ref>{{rp|73, 103}} Kapal jung Cina selatan didasarkan pada kapal Nusantara berlapis papan banyak dan berlunas. Kapal jung Cina selatan menunjukkan ciri-ciri kapal Austronesia: Lambung berbentuk V dan berujung ganda (baik haluan dan buritan sama-sama lancip) dengan lunas, dan menggunakan kayu asal daerah tropis. Ini berbeda dengan kapal jung Cina bagian utara, yang dikembangkan dari perahu-perahu sungai berlambung datar.<ref name="Pham" />{{rp|20-21}} Kapal-kapal Cina utara memiliki dasar lambung yang rata, tidak memiliki lunas, tanpa rangka (hanya sekat kedap air), buritan dan haluan berbentuk kotak/persegi, dibuat dari kayu pinus atau cemara, dan papannya diikat dengan paku besi atau penjepit.<ref name=":2" />{{rp|613}}
 
Pada 1178, petugas bea cukai [[Guangzhou]] Zhou Qufei, menulis dalam ''Lingwai Daida'' tentang kapal-kapal negeri selatan:<blockquote>Kapal yang berlayar di laut selatan ([[laut Cina Selatan]]) dan selatannya lagi ([[samudra Hindia]]) seperti rumah raksasa. Ketika layarnya mengembang mereka seperti awan besar di langit. [[Rudder|Kemudi]] mereka panjangnya mencapai puluhan kaki. Sebuah kapal dapat membawa beberapa ratus orang, dan bekal beras untuk setahun. Babi diberi makan di dalamnya dan [[Anggur (minuman)|''wine'']]<ref group="catatan">{{refn|''Wine'' atau minuman anggur tidak terdapat di Nusantara. Kemungkinan yang dimaksud disini adalah ''palm wine'' atau [[tuak nira]].</ref>|group=catatan}} difermentasikan saat berlayar. Tidak ada laporan dari orang yang masih hidup atau sudah meninggal, bahwa mereka tidak akan kembali ke daratan saat mereka sudah berlayar ke lautan yang biru. Saat fajar, ketika gong berdentum di kapal, hewan-hewan dapat minum, kru dan penumpang sama-sama melupakan segala bahaya. Bagi siapapun yang naik semuanya tersembunyi dan hilang dalam angkasa, gunung-gunung, daratan-daratan, dan negeri-negeri asing. Pemilik kapal dapat berkata "Untuk mencapai negeri-negeri tersebut, dengan angin yang menguntungkan, dalam beberapa hari, kita pasti melihat gunung-gunung, dan kapal ini harus disetir ke arahnya". Tapi jika angin melambat, dan tidak cukup kuat untuk dapat melihat gunung dalam waktu yang ditentukan; pada kasus itu baringan mungkin harus diubah. Dan kapalnya bisa berjalan jauh melewati daratan dan kehilangan posisinya. Angin kuat mungkin muncul, kapalnya dapat terbawa kesana dan kemari, mungkin dapat bertemu dengan beting atau terdorong ke atas batu-batu tersembunyi, maka itu mungkin dapat merusak sampai ke atap rumah di atas deknya. Sebuah kapal besar dengan kargo berat tidak perlu takut akan lautan yang berombak, tetapi di air dangkal ia justru bersedih.<ref name="needham volume 4 part 3 46422">Needham, Joseph (1971). ''[https://books.google.co.id/books?id=l6TVhvYLaEwC&pg=PA464&dq=#v=onepage&q&f=false Science and Civilisation in China: Volume 4, Physics and Physical Technology, Part 3, Civil Engineering and Nautics]''. Cambridge University Press. hlm. 464.</ref></blockquote>Kata "jong" sendiri pertama kali tercatat dalam bahasa Jawa Kuno dari sebuah prasasti Bali dari abad ke-11 Masehi. Disebutkan dalam [[Prasasti Sembiran]] A IV (1065 M) bahwa para saudagar datang ke Manasa di Bali menggunakan jong dan bahitra. Catatan pertama jong dalam sastra berasal dari ''Kakawin Bhomantaka'', tertanggal akhir abad ke-12 Masehi.<ref>{{Cite journal|date=2008|editor-last=Hauser-Schäublin|editor-first=Brigitta|editor2-last=Ardika|editor2-first=I Wayan|title=Burials, Texts and Rituals: Ethnoarchaeological Investigations in North Bali, Indonesia|url=http://dx.doi.org/10.17875/gup2008-416|journal=Göttinger Beiträge zur Ethnologie|doi=10.17875/gup2008-416|issn=2512-6814}}</ref>{{rp|222, 230, 267}}<ref name=":8" />{{rp|82}}
 
=== Zaman Majapahit ===
Baris 87:
Biasanya, kapal utama menarik kapal "tender" (kapal yang lebih kecil) dibelakangnya untuk pendaratan. Data dari catatan Marco Polo memungkinkan untuk menghitung ukuran kapal-kapal ini, yang terbesar mungkin memiliki bobot burden 500–800 ton, hampir sama dengan kapal-kapal Tiongkok yang digunakan untuk berdagang pada abad ke-19. Kapal kecil itu sendiri mungkin bisa membawa sekitar 70 ton.<ref>Wake, Christopher (1997). "The Great Ocean-Going Ships of Southern China in the Age of Chinese Maritime Voyaging to India, Twelfth to Fifteenth Centuries". ''International Journal of Maritime History.''</ref>{{rp|54-55}} Marco Polo juga mencatat bahwa mereka mungkin memiliki 2 atau 3 dari kapal tender ini, dan mungkin memiliki sekitar 10 perahu kecil untuk membantu kapal utama, seperti untuk meletakkan jangkar, menangkap ikan, dan membawa perbekalan naik. Saat berlayar, perahu kecil digantung di sisi kapal.<ref>{{cite book|last=Polo|first=Marco|year=1903|url=https://archive.org/details/bookofsermarcopo002polo/page/250/mode/2up?q=|title=The Book of Ser Marco Polo: The Venetian, Concerning the Kingdoms and Marvels of the East, Volume 2|location=London|publisher=John Murray|editor1-last=Cordier|editor1-first=Henri|edition=3|volume=2|page=|editor2-last=Yule|editor2-first=Sir Henry}}</ref>{{rp|250–251}}
 
Niccolò da Conti dalam perjalanannya di Asia tahun 1419–1444, mendeskripsikan kapal yang jauh lebih besar dari kapal Eropa, yang mampu mencapai berat 2.000 ton,<ref group="catatan">{{refn|Meskipun Needham menyebutkan ukurannya sebesar 2000 ton, Major memberi ukuran 2000 ''butt'' (Major, R. H., ed. (1857), "[https://archive.org/details/indiainfifteenth00majorich/page/n181/mode/2up The travels of Niccolo Conti]", India in the Fifteenth Century, Hakluyt Society, hlm. 27), yaitu sekitar 1000 ton, satu ''butt'' setara dengan setengah ton. Lihat definisi butt di https://gizmodo.com/butt-is-an-actual-unit-of-measurement-1622427091. Sampai abad ke-17, ton mengacu pada satuan berat dan satuan volume, lihat https://en.oxforddictionaries.com/definition/ton {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190329222554/https://en.oxforddictionaries.com/definition/ton |date=2019-03-29 }}. Satu tun adalah 252 gallon, yang berbobot 2092 pon, yakni sekitar 1 ton.</ref>|group=catatan}} dengan lima layar dan tiang. Bagian bawah dibangun dengan tiga lapis papan, untuk menahan kekuatan badai. Tetapi beberapa dari kapal tersebut dibangun dengan kompartemen, sehingga jika satu bagian hancur, bagian lainnya tetap utuh untuk menyelesaikan pelayaran.<ref>{{citation|title=India in the Fifteenth Century|url=https://archive.org/details/indiainfifteenth00majorich/page/n181/mode/2up|page=27|year=1857|editor=R. H. Major|chapter=The travels of Niccolo Conti|publisher=Hakluyt Society}} Didiskusikan dalam Needham, ''Science and Civilisation in China'', [https://books.google.com/books?id=l6TVhvYLaEwC&pg=RA2-PA452&dq=Conti+ships+larger&as_brr=3 hlm. 452]</ref>
 
Fra Mauro dalam petanya menjelaskan bahwa sebuah jong berhasil mengitari Tanjung Harapan dan berlayar jauh ke [[samudra Atlantik]], pada tahun 1420:
Baris 97:
 
[[Berkas:Detail from a map made in 1522 by Nuño García de Toreno depicting an unspecified Portuguese boat pursuing a 4-masted Javanese jong.jpg|jmpl|Sebuah jong dengan empat tiang sedang dikejar oleh kapal Portugis, di peta Nuño García de Toreno tahun 1522. Pemandangan ini kemungkinan menggambarkan tentang jong Jawa yang dijumpai di dekat ''Polvoreira''.]]
Saat melewati ''Pacem'' ([[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]]), armada Portugis bertemu dengan dua buah jung, salah satu berasal dari [[Koromandel]], yang segera ditangkap, dan yang lainnya dari Jawa yang beratnya sekitar 600 ton, dekat ''Polvoreira'' (kemungkinan [[Pulau Berhala]], 160 mil dari Malaka, diantara [[Pelabuhan Belawan|Belawan]], Medan dan [[Lumut, Malaysia|Lumut]], Perak). Jung itu membawa 300 orang "[[Moor]]" (Muslim) Jawa di atas kapal. Orang Portugis mengirim perahu-perahu kecil untuk mendekatinya, memerintahkannya untuk berhenti tetapi ia segera melepaskan tembakan ke armada, awaknya melemparkan tombak, panah, batu, pot bubuk mesiu, dan bahan yang mudah terbakar. Afonso de Albuquerque mendekatinya dengan seluruh armadanya. Armada Portugis mulai menembaki jung, tetapi peluru meriam mereka memantul pada lambung jung, kemudian jung itu berlayar menjauh. Kapal-kapal Portugis kemudian menembaki tiang-tiang jung yang menyebabkan mereka jatuh. Menjelang fajar, [[Flor de la Mar]] ([[kerakah]] Portugis tertinggi) berhasil mengejar dan menabrak jung tersebut, sambil menembakkan artileri yang menewaskan 40 awak jung. Jung itu begitu tinggi sehingga benteng belakang Flor de la Mar hampir tidak bisa mencapai jembatannya,<ref group="catatan">{{refn|Jembatan disini merujuk pada bukaan pada sisi kapal untuk memuat kargo, yang berada di bawah dek atas (.{{sfn|Nugroho, |2011: |p=304).}} Dalam bahasa Inggris lebih tepat disebut "''gangplank''", "''brow''", atau "''gangway''".</ref>|group=catatan}} dan orang Portugis tidak berani menaikinya. Tembakan ''[[bombard]]'' mereka tidak merusaknya karena ia memiliki 4 lapis papan, sedangkan meriam terbesar Portugis hanya bisa menembus tidak lebih dari 2 lapis. Ketika orang Portugis mencoba untuk melemparkan kait dan menyerang dalam pertempuran jarak dekat, awak jung membakar jung mereka,<ref group="catatan">{{refn|Orang Jawa memiliki kebiasaan membakar kapal mereka sendiri ketika mereka merasa bahwa mereka dikalahkan dan kapal mereka akan ditangkap. Lihat {{sfn|Birch, |1875: |p=63.</ref>}}|group=catatan}} memaksa Portugis untuk mundur. Selama pelarian, awak jung berusaha memadamkan api dengan susah payah.<ref group="catatan">{{refn|Api itu diciptakan dengan membakar ''olio da terra'' (minyak dari bumi), ditemukan dalam jumlah besar di dekat Pedir, di mana ia mengalir keluar dari mata air. Orang Muslim menyebut minyak ini "Naptha" dan para dokter menganggapnya luar biasa dan obat yang sangat baik untuk beberapa penyakit. Orang Portugis memperoleh beberapa dan merasa sangat berguna untuk mengobati ''coisas de frialdade e compressão dos nervios'' (suhu rendah dan ketegangan saraf). Lihat <ref>Dion, 1970: h. 139.</ref>|group=catatan}} Setelah pertempuran selama dua hari dua malam, Albuquerque memutuskan untuk mematahkan kedua kemudi di sisi kapal, menyebabkan kapal itu menyerah. Begitu naik, Portugis menemukan pangeran Geinal (atau Zeinal), putra raja Pasai yang digulingkan oleh kerabatnya. Albuquerque berharap dia dapat dijadikan vasal untuk berdagang. Mereka juga sangat mengagumi jung dan awaknya dan menjulukinya ''O Bravo'' (Si Pemberani). Para awak Portugis memohon kepada Fernão Pires untuk membujuk Albuquerque supaya awak jung tersebut diampuni dan dipandang sebagai bawahan dari Portugal yang sama sekali tidak menyadari siapa yang sebenarnya mereka lawan. Albuquerque akhirnya menyetujui ini.<ref name=":19" />{{rp|216–219}}<ref name=":1022">Dion, Mark. "Sumatra through Portuguese Eyes: Excerpts from [[João de Barros]]' Decadas da Asia". ''Indonesia'' (Volume 9, 1970): 128–162.</ref>{{rp|138–139}}<ref name=":18">{{Cite book|last=Birch|first=Walter de Gray|year=1875|url=https://archive.org/details/commentariesgre02unkngoog/page/n133/mode/2up?q=junk|title=The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 Vol. III|location=London|publisher=The Hakluyt society|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|62–64}}<ref group="catatan">{{refn|Dari Gaspar Correia: "Karena ''junco'' itu memulai serangan, sang Gubernur mendekatinya bersama seluruh armadanya. Kapal-kapal Portugis mulai menembaki ''junco'', tetapi tidak ada pengaruhnya sama sekali. Lalu ''junco'' berlayar pergi …. Kapal-kapal Portugis lalu menembaki tiang-tiang ''junco'' …. dan layarnya berjatuhan. Karena sangat tinggi, orang-orang kami tidak berani menaikinya, dan tembakan kami tidak merusaknya sedikit pun karena ''junco'' memiliki empat lapis papan. Meriam terbesar kami hanya mampu menembus tak lebih dari dua lapis …Melihat hal itu, sang Gubernur memerintahkan [[Kerakah|nau]]-nya untuk datang ke samping ''junco''. (Kapal Portugis) ini adalah Flor de la Mar, kapal Portugis yang tertinggi. Dan ketika berusaha untuk menaiki ''junco'', bagian belakang kapal tidak bisa mencapai jembatannya. Awak ''Junco'' mempertahankan diri dengan baik sehingga kapal Portugis terpaksa berlayar menjauhi kapal itu lagi. (Setelah pertempuran selama dua hari dua malam) sang Gubernur memutuskan untuk mematahkan dua buah kemudi yang ada diluar kapal. Setelah itu barulah ''junco'' itu menyerah."</ref>|group=catatan}}
 
Pada akhir 1512 sampai Januari 1513 [[Pati Unus]] dari [[Kesultanan Demak]] mencoba mengejutkan [[Melaka Portugis|Malaka Portugis]], membawa sekitar 100 kapal dengan 5.000 tentara Jawa dari [[Kabupaten Jepara|Jepara]] dan [[Kota Palembang|Palembang]]. Sekitar 30 dari mereka adalah jung besar seberat 350–600 ton (pengecualian untuk kapal utama Pati Unus), sisanya adalah kapal jenis [[Lancaran (kapal)|lancaran]], [[penjajap]], dan [[kelulus]]. Ekspedisi itu mungkin melibatkan sampai 12.000 orang. Kapal-kapal itu membawa banyak artileri yang dibuat di Jawa.<ref group="catatan">{{refn|Menurut Horst H. Liebner, sebagian besar meriam tersebut berjenis meriam putar (''swivel'' ''gun''), kemungkinan dari jenis cetbang atau [[rentaka]], yaitu sejenis meriam ukuran kecil dan sedang yang biasa dipasang di pinggir kapal. Meriam tetap yang ukurannya lebih besar pada kapal-kapal Melayu biasanya dipasang di apilan (''gunshield'' atau perisai meriam).</ref>|group=catatan}}<ref name="Apilan" />{{rp|23, 177}} Meskipun dikalahkan, Pati Unus berlayar pulang dan mendamparkan jung perang berlapis bajanya sebagai monumen perjuangan melawan orang-orang yang disebutnya paling berani di dunia. Ini memenangkannya beberapa tahun kemudian dalam tahta Demak.<ref>{{Cite book|last=De Graaf|first=Hermanus Johannes|date=1974|url=https://archive.org/details/deeerstemoslimse0069graa/page/44/mode/2up?q=|title=De eerste Moslimse vorstendommen op Java: Studiën over de Staatkundige Geschiedenis van de 15de en 16de eeuw|location='s-Gravenhage|publisher=M. Nijhoff|isbn=|pages=44|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Winstedt|first=Richard Olaf|date=1935|title=A History of Malaya|journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society|volume=13|issue=1|pages=iii-270}}</ref>{{rp|70–71}} Dalam sebuah surat kepada Afonso de Albuquerque, dari Cannanore, 22 Februari 1513, [[Fernão Pires de Andrade]], kapten armada yang menghalau Pati Unus, mengatakan:<ref name=":0" />{{rp|151-152}}
 
<blockquote>Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa seribu orang tentara di kapal, dan Yang Mulia dapat mempercayaiku ... bahwa itu adalah hal yang sangat luar biasa untuk dilihat, karena Anunciada di dekatnya tidak terlihat seperti sebuah kapal sama sekali. Kami menyerangnya dengan ''bombard'', tetapi bahkan tembakan yang terbesar tidak menembusnya di bawah garis air, dan (tembakan) ''esfera'' (meriam besar Portugis)<ref group="catatan">{{refn|''Espera'' atau ''esfera'' adalah meriam besar Portugis yang diisi dari depan. Memiliki panjang 2–5 meter dengan berat hingga 1800 kg, biasanya digunakan pada karavel. ''Espera'' menembakkan bola meriam seberat 12–20 pon (5,44–9,1 kg). Lihat <ref>Earle, T. F. (1990). ''Albuquerque: Caesar of the East: Selected texts by Alfonso de Albuquerque and his son''. Pers Universitas Oxford. hlm. 287.</ref>|group=catatan}} yang saya miliki di kapal saya berhasil masuk tetapi tidak tembus; kapal itu memiliki tiga lapisan logam, yang semuanya lebih dari satu ''cruzado'' tebalnya.<ref group="catatan">{{refn|Sejenis uang Portugis berdiameter 3,8 cm (.<ref>Liebner, 2016: h. 45).</ref>|group=catatan}} Dan kapal itu benar-benar sangat mengerikan bahkan tidak ada orang yang pernah melihat sejenisnya. Butuh waktu tiga tahun untuk membangunnya, Yang Mulia mungkin pernah mendengar cerita di Malaka tentang Pati Unus, yang membuat armada ini untuk menjadi raja Malaka.<br>
— Fernão Pires de Andrade<ref>1513, Ferveiro 22. Dalam Pato, Raymundo Antonio de Bulhão; Mendonça, Henrique Lopes de (1884). ''[https://archive.org/details/cartasdeaffonso02albugoog/page/n80/mode/2up?q Cartas de Affonso de Albuquerque, Seguidas de Documentos que as Elucidam tomo III]'' (hlm. 51–65). Lisboa: Typographia da Academia Real das Sciencas.</ref>{{rp|58-60}}</blockquote>
 
[[Fernão Lopes de Castanheda]] mencatat bahwa jung Pati Unus dibangun dengan 7 papan, yang disebut ''lapis'' dalam bahasa Jawa dan Melayu, diantara tiap papan diberi lapisan yang terdiri dari campuran aspal, kapur, dan minyak.<ref name="Apilan" />{{rp|294}}<ref>{{Cite book|last=Veth|first=Pieter Johannes|year=1896|url=https://archive.org/details/javageographisch01veth/page/268/mode/2up?q=|title=Java. Geographisch, Ethnologisch, Historisch volume 1 Oude Geschiedenis|location=Haarlem|publisher=De Erven F. Bohn}}</ref>{{Rp|269}} Pati Unus menggunakannya sebagai benteng terapung untuk memblokir area di sekitar Malaka.<ref name=":3" />{{rp|94}}
 
Orang Portugis mencatat bahwa kapal besar dan susah dikendalikan itu menjadi kelemahan. Orang Portugis berhasil menghalau serangan itu dengan kapal yang lebih kecil dan lincah, menggunakan taktik melompat naik (''boarding'') dan membakar jung.<ref name="Apilan" />{{rp|294}} Dengan begitu, armada Portugis bisa menghalau jung Jawa dari perairan Malaka. Takjub akan kepiawaian orang Jawa dalam membuat kapal seperti ini, Albuquerque mempekerjakan 60 tukang kayu dan arsitek kapal Jawa dari galangan kapal Malaka dan mengirimnya ke India, dengan harapan bahwa para pengrajin ini dapat memperbaiki kapal-kapal Portugis di India. Akan tetapi mereka tidak pernah sampai di India, mereka memberontak dan membawa kapal Portugis yang mereka tumpangi ke Pasai, dimana mereka disambut dengan luar biasa.<ref>{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=1988|url=https://archive.org/details/southeast-asia-in-the-age-of-commerce-1450-1680-the-lands-below-the-winds/page/101/mode/2up|title=Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450-1680. Volume One: The Lands Below the Winds|location=|publisher=Yale University Press|isbn=9780300039214|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|102-103}} Orang Portugis menggunakan jung dalam jumlah besar untuk perdagangan mereka di Asia. Setidaknya 1 jong dibawa ke Portugal, untuk digunakan sebagai kapal penjaga pantai di Sacavem dibawah perintah raja John III,<ref>{{Cite book|title=Early Global Interconnectivity across the Indian Ocean World, Volume II|last=Schottenhammer|first=Angela|publisher=Palgrave Macmillan|year=2019|isbn=978-3-319-97801-7|location=Switzerland|pages=173}}</ref><ref group="catatan">{{refn|Dari sepucuk surat dari raja João III untuk Conde da Castanheira, tanggal 22 Agustus 1536: "''Pareceo me bem mandardes a Sacavem pelo galleam Trimdade e pelo junco''" (Tampaknya bagi saya Anda melakukan yang benar dalam memerintahkan penyebaran geliung Trimdade dan jong, yang berada di Sacavem).|group=catatan}} dan sebagai kapal perang di Armada [[Selat Gibraltar]],'' Esquadra do Estreito''.<ref>{{Cite web|title=Why are Junks called Junks?|url=http://yapahloy.tripod.com/why_are_junks_called_junks.htm|website=yapahloy.tripod.com|access-date=2020-10-01}}</ref>
</ref> dan sebagai kapal perang di Armada [[Selat Gibraltar]],'' Esquadra do Estreito''.<ref>{{Cite web|title=Why are Junks called Junks?|url=http://yapahloy.tripod.com/why_are_junks_called_junks.htm|website=yapahloy.tripod.com|access-date=2020-10-01}}</ref>
 
[[Tomé Pires]] pada 1515 diberitahukan bahwa penguasa [[Guangzhou|Kanton]] (sekarang Guangzhou) membuat hukum yang mewajibkan kapal asing berlabuh di sebuah pulau di tepi pantai. Dia bilang orang Cina membuat hukum tentang pelarangan masuknya kapal ke Kanton ini karena mereka takut akan orang Jawa dan Melayu, karena mereka yakin satu buah kapal jong milik Jawa atau Melayu bisa mengalahkan 20 kapal jung Cina. Cina mempunyai lebih dari 1000 jung, tetapi satu kapal jong berukuran 400 ton dapat mengusir penduduk Kanton, dan pengusiran ini akan membawa kerugian besar bagi Cina. Orang Cina takut jika kota itu dirampas dari mereka, karena Kanton adalah salah satu kota terkaya di Cina.<ref name=":0" />{{rp|122-123}}
Baris 126 ⟶ 125:
<blockquote>(Di buritan duduk) dua orang yang mengemudi: Karena (kapal itu) memiliki dua kemudi, satu buah pada setiap sisi, dan sebuah galah di tengah yang diikat ke kapal dengan tali di bawah buritan (…). (Jong-jong ini) ialah kapal mereka yang mereka gunakan untuk mengarungi lautan lepas ke Maluku, Banda, Borneo, Sumatra dan Malaka. Mereka memiliki tiang cucur di bagian depan, dan di dekatnya ada tiang depan, (dan ada pula) tiang utama dan tiang buritan, dan dari haluan sampai buritan ada sebuah bangunan atas serupa rumah, di mana mereka duduk terlindung dari panasnya matahari, hujan, dan embun. Di buritan terdapat sebuah ruangan yang hanya untuk nakhoda jong itu, mereka tidak memiliki layar persegi kecuali untuk layar cucur, di bagian bawah lambung dibagi menjadi ruang-ruang kecil di mana mereka menyimpan muatan. Mereka masuk melalui bukaan di kedua sisi kapal dan di sinilah letak perapian/cerobong asap mereka.<ref name=":202" />{{rp|131}}<ref name=":Liebner" />{{rp|33}}<ref name=":232" />{{rp|200-201}}<ref>{{Cite book|last=Schrieke|first=Bertram Johannes Otto|date=1955|url=https://archive.org/details/indonesiansociol0001schr/page/248/mode/2up?q|title=Indonesian Sociological Studies: Selected Writings of B. Schrieke Part One|location=The Hague|publisher=W. van Hoeve|volume=|others=|url-status=live}}</ref>{{rp|248}}</blockquote>
 
Jong pertama yang ditemui Belanda di Banten hanya berukuran 16 ''last'' (32 ton). Jong dari Banten kebanyakan dibuat di Banjarmasin, Kalimantan.<ref name=":202" />{{rp|71, 132}} Tapi yang pasti Lodewycksz tidak pernah melihat monster laut dari Jawa Tengah, seperti yang berasal dari Semarang dan Jepara.<ref name=":13" />{{rp|79}} Pada bulan Desember 1664, Wouter Schouten menjelaskan jong besar di Jawa:<blockquote>Mereka membangun kapal-kapal besar yang biasa disebut ''joncken'' (jong), yang oleh orang Jawa lebih banyak digunakan untuk perdagangan daripada untuk peperangan, ada juga yang begitu besar sehingga bisa membawa 200–300 ''last'' (400–600 ton). Ia dilengkapi dengan tiang cucur, [[Layar topang|tiang topan]], [[Layar agung|tiang agung]], dan [[Layar baksi|tiang baksi]]; tetapi mereka tidak memiliki tiang atas, tidak ada ''mars'' (''top'')<ref group="catatan">{{refn|Correia menyebut ''gauea'' (''gávea'') sementara Pyrard menyebut "top". Schouten mungkin menggambarkan ''top'' yang besar seperti kapal-kapal Belanda, yang digunakan untuk penyambungan struktural antara tiang atas dan bawah. Witsen mengatakan: "Adapun ''top'' (''mars'') mereka harus menahan tiang-tiangnya dengan kokoh, yang [[laberang]]<nowiki/>nya diikatkan padanya di kedua sisinya; dan juga untuk menyediakan ruang bagi pelaut, tempat untuk berdiri, ketika mereka mengerjakan sesuatu di sana". Lihat <ref>Hoving, A.J. (2012). ''Nicolaes Witsen and Shipbuilding in the Dutch Golden Age''. Texas A&M University Press. h. 145.</ref>|group=catatan}} atau layar atas seperti layar kami, tetapi layar bawah persegi besar yang terbuat dari jerami atau kulit kelapa. Dek atas jong-jong ini tetap sangat tinggi ketika kargo ditempatkan di ruang penyimpanan lambung. Penumpang kapal dibagi kepada beberapa bilik dan kamar kecil; buritannya menggantung seperti kakus petani, secara ajaib mencuat sangat jauh di atas air; Anda juga dapat menemukan kabin untuk kapten di sana atau nakhoda laut yang bertanggung jawab atas penanganan bisnis. Karena orang Cina dan orang Jawa melakukan perjalanan dengan kapal jong dan jenis kapal lainnya selama beberapa minggu atau bulan, mereka biasanya membawa serta istri dan anak-anak mereka. Ini berarti mereka merasakan ketidaknyamanan kehidupan seorang pelaut sejak usia muda.<ref>{{Cite book|last=Schouten|first=Wouter|year=1676|url=https://archive.org/details/oostindischevoya00scho/page/160/mode/1up?q=|title=Oost-Indische voyagie; vervattende veel voorname voorvallen en ongemeene oreemde geschiedenissen, bloedige zee- en landtgevechten tegen de Portugeesen en Makassaren|location=Amsterdam|publisher=J. Meurs|url-status=live}}</ref>{{rp|Volume III: 160}}</blockquote>
 
== Perbedaan dengan jung Cina ==
Baris 406 ⟶ 405:
== Hilangnya jung Jawa ==
[[Berkas:Four Kind of Ships which Bantenese Use de Bry.jpg|kiri|jmpl|325x325px|Jong berkapasitas 32–40 ton dari Banten (kanan) dengan 2 layar dan layar ''bowsprit'', menampilkan jembatannya (bukaan dek bawah tempat barang disimpan). Jong hibrida dapat terlihat di kiri.]]
Anthony Reid berpendapat bahwa kegagalan jong dalam pertempuran melawan kapal Barat yang lebih kecil dan lincah kemungkinan meyakinkan pembuat kapal Jawa bahwa jong yang besar tetapi kurang lincah menghadapi risiko terlalu besar sesudah orang Portugis memperkenalkan pertempuran laut cara Eropa, sehingga kapal-kapal yang mereka bangun setelahnya lebih kecil dan laju.<ref>Reid, Anthony (1992): 'The Rise and Fall of Sino-Javanese Shipping', dalam V.J.H. Houben, H.M.J. Maier, dan Willem van der Molen (eds.), ''Looking in Odd Mirrors'' (Leiden: Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-Azië en Oceanië), 177-211.</ref>{{rp|201}} Sejak pertengahan abad ke-16 kekuatan-kekuatan maritim di Nusantara mulai menggunakan tipe-tipe kapal tempur gesit baru yang dapat dilengkapi dengan meriam berukuran lebih besar: Dalam berbagai serangan atas Malaka yang dilancarkan pada Melaka Portugis setelah kekalahan Pati Unus, mereka tidak lagi menggunakan jong, tetapi menggunakan lancaran, ghurab, dan ghali.<ref name=":17">Manguin, Pierre-Yves (1993). 'The Vanishing Jong: Insular Southeast Asian Fleets in Trade and War (Fifteenth to Seventeenth Centuries)', dalam Anthony Reid (ed.), ''[[iarchive:southeast-asia-in-the-early-modern-era-trade-power-and-belief/page/n105/mode/2up|Southeast Asia in the Early Modern Era]]'' (Ithaca: Cornell University Press), hlm. 197-213.</ref>{{rp|205-213}}<ref name=":29" />{{rp|162–165}} Jong-jong yang berlayar di Nusantara setelah tahun 1600-an daya muatnya hanya sebesar 20–300 ton, dengan kemungkinan rata-rata sebesar 100 ton,<ref name=":17" />{{rp|199}} tetapi masih ada beberapa dari mereka yang dapat membawa 200 hingga 300 ''last'' muatan (sekitar 360–400 sampai 540–600 ton metrik)<ref group="catatan">{{refn|Satu ''last'' awalnya adalah satuan volume muatan, kemudian menjadi satuan berat, bervariasi menurut sifat dari muatan itu, yang kira-kira setara dengan 1,8 sampai 2 ton metrik.</ref>|group=catatan}} pada awal tahun 1700-an.<ref name=":7" />{{rp|223}}
 
Hilangnya tradisi maritim Jawa adalah akibat kebijakan kerajaan Jawa sendiri setelah kekalahan mereka terhadap Portugis dalam penyerbuan Malaka, yang kemudian lebih memusatkan pada kekuatan angkatan darat. Serta, sikap represif [[Amangkurat I]] dari [[Kesultanan Mataram|Mataram]] terhadap kota kota pesisir utara Jawa. Amangkurat I pada 1655 memerintahkan agar pelabuhan ditutup dan kapal-kapal dihancurkan agar mencegah kota-kota pesisir menjadi kuat dan memberontak. Ini menghancurkan ekonomi Jawa dan kekuatan maritimnya yang dibangun sejak zaman [[Medang]] sampai Majapahit, dan mengubah Mataram menjadi negara agraris.<ref>{{Cite book |last=Ricklefs |first=Merle Calvin |url=https://archive.org/details/m.-c.-ricklefs-a-history-of-modern-indonesia-since-c.-1200-red-globe-press-2008/page/4/mode/2up |title=A History of Modern Indonesia Since c. 1200 Fourth Edition (E-Book version) |publisher=Palgrave Macmillan |year=2008 |isbn=9780230546851 |edition=4th |location=New York |pages=}}</ref>{{rp|100}}<ref name=":13" />{{rp|79-80}}