Kartini: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dikembalikan ke revisi 24251227 oleh InternetArchiveBot (bicara) (🕵️‍♂️)
Tag: Pembatalan
Baris 32:
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang [[wedana]] di [[Mayong, Jepara|Mayong]]. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang [[bupati]] beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi,<ref>''[http://www.asiaquarterly.com/content/view/170/43/ Interview with Kathryn Robinson: Secularization of Family Law in Indonesia] {{Webarchive|url=https://archive.today/20070928052132/http://www.asiaquarterly.com/content/view/170/43/ |date=2007-09-28 }}'', Harvard Asia Quarterly, diakses 21 April 2010</ref> maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.<ref name="jote p2"/> Setelah perkawinan itu, ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
 
Kartini adalah anak ke-61005 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari semua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.<ref name="jote p2"/> Kakak Kartini, [[Sosrokartono]], adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di [[Europeesche Lagere School]] (ELS). Di sini Kartini belajar [[bahasa Belanda]]. Namun, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena harus dipingit.
 
[[Berkas:Kartini1900s.jpg|jmpl|Surat Kartini - Rosa Abendanon (fragmen)]]