Tjingal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Melengkapi silsilah Aji Raden
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
Baris 18:
* '''Pangeran Dipati Tuha (Pangeran Dipati Mangkubumi)''' bin Sultan Saidullah (1660-1700).<ref>{{nl icon}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=HBEDAAAAYAAJ&dq=aji%20tenggal&pg=PA245#v=onepage&q&f=false |pages=245 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde |volume= 6 |author=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia |publisher=Lange & Co.|year= 1857}}</ref> Ia diutus Sultan Banjar mengamankan wilayah tenggara Kalimantan dari para pendatang atas permintaan penduduk lokal yaitu orang Dayak Samihim (Dusun Tumbang) yang tinggal dahulu tinggal di Tanjung Kersik hitam di muara sungai Cengal yang telah dihancurkan oleh para penyerang dari laut. Kemudian kedatangan rombongan Pangeran Dipati Tuha melalui jalan darat yang berasal dari [[Kelua]] (utara Kalsel) dan menetap di Sampanahan pada sebuah sungai kecil bernama sungai Bumbu (anak sungai Sampanahan) sehingga wilayah ini kemudian dinamakan Kerajaan Tanah Bumbu berdasarkan nama [[sungai Bumbu]] tersebut dengan wilayah kekuasaan membentang dari Tanjung Aru hingga Tanjung Silat. Pangeran Dipati Tuha (Pangeran Dipati Mangkubumi) memiliki dua putera yaitu Pangeran Mangu (Mangun Kesuma) dan Pangeran Citra (Citra Yuda). Setelah berhasil mengamankan Tanah Bumbu dari pendatang, Pangeran Citra kembali ke tanah pelungguh milik ayahnya Pangeran Dipati Tuha yaitu negeri Kalua dan menjadi sultan [[Distrik Kelua|negorij Kloeak]]. Sedangkan Pangeran Mangu dipersiapkan sebagai Raja Tanah Bumbu berikutnya.<ref name="tijdschrift">[http://books.google.co.id/books?id=exRJAAAAMAAJ&dq=pangeran%20praboe%20tanah%20boemboe&pg=PA339#v=onepage&q=pangeran%20praboe%20tanah%20boemboe&f=true Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia, Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Jilid 1, Lange & Co., 1853]</ref>
Menurut Lontara Bilang Ri [[Kesultanan Gowa|Gowa]], pada [[28 Juli]] [[1699]] atau 1 [[Safar]] 1111 [[Hijriyah]], Pangeran-Aria (Pangeran Pamukan) [[1707]]/16 [[Rabiul akhir]] 1119 [[Hijriyah]] Pangeran Arija pergi bersama istrinya (Daëng-Nisajoe, putri Karaeng-Mandallé) ke negaranya (Pamoekan). Pada 1 Januari 1707 Karaeng-Balassari (Zainab Saëná, putri Aru Teko oleh Daeng-Nisayu) menikahi raja (masa depan) (Siradjoe-d-din). Pada [[30 Desember]] /6 [[Syawal]] 1119 [[Hijriyah]] Karaeng-Balassari (saudara perempuan Aroe-Kadjoe dan istri calon raja Tello dan Gowa Siradju-d-din) melahirkan seorang putri bernama Karaeng-Tana-Sanga Mahbulaah Mamunja-ragi. Pada [[9 Juli]] [[1715]]/ 7 [[Rajab]] 1127 [[Hijriyah]] . Daëng - Mamunooli Aroe-Kadjoe kembali dari Laut-poelo (pulau di selatan Kalimantan, biasa disebut Poelolaut).<ref name="The Makassar Annals">{{cite book|last=|author=|first=|year=2011|url=https://books.google.co.id/books?id=9a9gAAAAQBAJ&pg=PA155&dq=sultan+sumbawa+gowa+bantan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiIneWpzajeAhXDvo8KHSKrAiIQ6AEILzAB#v=onepage&q=sultan%20sumbawa%20gowa%20bantan&f=false|title=The Makassar Annals|location=Indonesia|publisher=BRILL|isbn=9004253629|editor=William Cummings|volume=35|page=162|translator=William Cummings|issn=0067-8023|lang=en}}ISBN 9789004253629</ref><ref name="Nijhoff 1880"> {{cite book
|lang= en
|first=
|last=
|author=
|translator= William Cummings
|editor= William Cummings
|url= https://books.google.co.id/books?id=9a9gAAAAQBAJ&pg=PA155&dq=sultan+sumbawa+gowa+bantan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiIneWpzajeAhXDvo8KHSKrAiIQ6AEILzAB#v=onepage&q=sultan%20sumbawa%20gowa%20bantan&f=false
|title= The Makassar Annals
|location= Indonesia
|publisher= BRILL
|year= 2011
|page= 162
|volume= 35
|isbn= 9004253629
|issn= 0067-8023
}}ISBN 9789004253629</ref><ref name="Nijhoff 1880"> {{cite book
| pages= 163
| url= https://books.google.co.id/books?id=_RVCAQAAMAAJ&pg=PA163&dq=Datoe-Taliwang&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjrxI2uttrtAhWBguYKHawhAUUQ6AEwAXoECAAQAg#v=onepage&q=Datoe-Taliwang&f=false
Baris 53 ⟶ 37:
# Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Pangeran Prabu (1800-1820), sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan dan Manunggul. Pada saat itu Cengal diserahkan kepada Pangeran Seria.
# Pangeran Seria bin Pangeran Prabu (1800-?), sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal.
# Gusti Besar binti Pangeran Prabu (1820-1830) atau (18xx-1825) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung, Batulicin. Gusti Besar berkedudukan di Cengal. Cantung dan Batulicin diserahkan sepeninggal Ratu Intan. Gusti Besar menikahi Aji Raden yangbin Pangeran Prabu bin Aji Duwo bergelar SultanPanembahan AnomAdam dari Kesultanan Pasir. Sultan Sulaiman dari Pasir menyerbu dan mengambil Cengal, Manunggul, Bangkalaan, dan Cantung, tetapi kemudian dapat direbut kembali.
# Kepala Cengal, Manunggul, Sampanahan yang diangkat Sultan Pasir.
# Aji Jawi (1840) (putera Gusti Besar)(1825-1840): Pangeran Aji Jawi/Aji Djawa (1840-1841) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung dan Batulicin. Pada mulanya Cengal adalah daerah pertama yang berhasil direbut kembali, kemudian Manunggul dan Sampanahan. Cantung diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Katapi puteri Gusti Muso, penguasa Cantung sebelumnya yang ditunjuk Ratu Intan 1. Bangkalaan diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Kamil puteri dari Pangeran Muda (Gusti Kamir) penguasa Bangkalaan sebelumnya yang ditunjuk Ratu Intan 1. Belakangan Sampanahan diserahkan kepada pamannya Pangeran Mangku (Gusti Ali) yang memiliki pewaris laki-laki bernama Gusti Hina.