Soreang, Bandung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 23:
'''Soreang''' ([[Aksara Sunda]]: {{sund|ᮞᮧᮛᮦᮃᮀ}}, ''Soréang'') adalah [[ibu kota kabupaten|ibu kota]] [[Kabupaten Bandung]] yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian dari [[Kabupaten Bandung]] setelah pemindahan dari [[Kota Bandung]] dan [[Baleendah, Bandung|Baleendah]]. Soreang juga merupakan sebuah wilayah [[kecamatan]] yang terletak di [[Tatar Pasundan]], [[Kabupaten Bandung]], [[Jawa Barat|Provinsi Jawa Barat]], [[Indonesia]].<ref>{{Cite web |url=http://www.bandungkab.go.id/page/content/type/module/id/266/title/kecamatan-soreang |title=Situs Kabupaten Bandung - Kecamatan Soreang |access-date=2015-02-11 |archive-date=2015-02-12 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150212001620/http://www.bandungkab.go.id/page/content/type/module/id/266/title/kecamatan-soreang |dead-url=yes }}</ref>
== Sejarah ==
Nama Soreang berasal dari kata dalam bahasa sunda "Soréang" yang berarti "menoleh ke belakang". Dalam makna kiasannya berarti "teringat pada masa-masa yang telah lewat". Nama ini muncul bukan tanpa alasan. Pada masa lalu, tempat yang kemudian dinamai Soreang itu menjadi tempat untuk berhenti mengaso bagi para pengelana setelah menempuh perjalanan panjang dari berbagai arah, baik dari arah utara, selatan, atau timur, sebelum menuju tempat yang lebih tinggi ke arah bukit dan gunung, atau menuju arah sebaliknya, dari arah gunung untuk menuju tempat-tempat yang lebih datar. Soreang menjadi “tekuklereng”, sehingga air tanah yang meresap di ketinggian gunung, ke luar di mata air dengan jumlah yang sangat berlimpah, sehingga para kelana dapat membersihkan diri, mensucikan pikiran dan hati. Bila sampai ke tempat ini memasuki petang, tempat ini berkembang menjadi pangauban, menjadi tempat untuk berteduh, berlindung dari dingin malam, dan gangguan binatang. Keesokan harinya perjalanan akan dimulai lagi menuju berbagai arah sesuai dengan tujuanya masing-masing. Kalau dihubungkan dengan petilasan Eyang Bunisora di Gunung Sadu ada yang mengutarakan bahwa "Soreang" berasal dari 2 kata dalam bahasa sunda yaitu "SORA - HYANG" SORA berarti suara dan Hyang berarti menghilang atau ngahiyang namun karena dialek pengucapan tiap daerah yang berbeda kata SORAHYANG menjadi SOREANGSOREHYUNG, SELAMAT PAGI KAK. Dari tempat dengan ketinggian antara +720–740 m dpl yang melandai ke arah timur dan utara sampai ketinggian +660 m dpl, para pengelana dapat melihat kemegahan bentang alam dikala petang, dan pesonanya di pagi hari, sehingga pangauban itu sekaligus menjadi "karangtingal", menjadi titik pandang (view point) untuk melihat sekelilingnya secara sekilas pandang. Inilah yang menjadi alasan mengapa tempat ini dinamai Soreang. Pada pagi hari dari Soreang dapat melihat dengan nyata dengan pandangan yang bisa lepas sampai jauh. Kerucut-kerucut gunung api purba yang membiru, mencuat tinggi menembus langit. Tampak Gunung Malabar yang besar, tubuhnya melebar ke berbagai arah. Gunung Tilu, serta perbukitan yang berjajar. Gunung Burangrang dengan lembahnya yang dalam, di sebelah timurnya ada Gunung Tangkubanparahu, terlihat jelas seperti perahu yang terbalik, dan Bukit Tunggul menjadi kerucut tertinggi di jajaran itu. Gunung Manglayang berdiri megah di ujung timur laut, serta Gunung Geulis tampak samar-samar menunjukkan kecantikannya. Semua bentang alam ciri khas Bandung Raya ini dapat dilihat dengan sangat jelas dari Soreang sampai saat ini. Dari tempat melepas pandang ini, para kelana dapat dengan mudah untuk melaksanakan puja di puncak-puncak bukit sunyi yang indah. Hanya tinggal berjalan sedikit saja, akan sampai di Gunung Sadu (+932 m dpl). Di puncak bukitnya terdapat jejak budaya megalitik berupa punden berundak setengah lingkaran yang menghadap ke arah timur-timur laut. Di sebelah barat-barat lautnya, terdapat bukit-bukit yang berupa gunung api purba yang aktif empat juta tahun yang lalu. Di puncak-puncak bukit itulah laku puja dilaksanakan, seperti jejak budayanya terdapat di Gunung Singa, Gunung Lumbung, dan menerus sampai bukit-bukit yang berjajar sampai Cililin. Di kawasan inilah yang menjadi pusat pertahanan Dipati Ukur. Para leluhur Soreang sudah memilih tempat untuk beristirahat dengan sangat baik, sebelum para kelana itu melanjutkan perjalanan. Tempat ini menjadi lokasi istirahat yang dapat memenuhi harapan para kelana. Dengan segala kebaikan tempat itu, seperti air yang melimpah dan kemegahan bentang alamnya. Sesuai maknanya, Soreang itu merupakan titik pandang (view point) untuk melihat sekelilingnya, sehingga dari titik itu pula dapat mengenang perjalanan yang sudah ditempuh, serta perjalanan yang akan dilakukan kemudian.<ref>{{Cite news|url=https://www.pikiran-rakyat.com/kolom/pr-01324487/asal-usul-nama-sor%C3%A9ang-dan-masa-lalunya?_gl=1%2An6m8dn%2A_ga%2AYVhtaHJxSUVNNkY5RXlXdzR0V2NwTXFDZk42NUdTWFFqUzJXdnNJdG9RX2l0Ry1fM3NUeWRJcmtzTW41NlB4OA..&page=3|title=Asal-usul Nama Soréang dan Masa Lalunya|last=Bachtiar|first=T|date=2019-12-07|work=[[Pikiran Rakyat|Pikiran-Rakyat.com]]}}</ref>
 
===Masa Penjajahan Belanda===