Cengkih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k memindahkan sebagian isi ke halaman Cengkih di Indonesia karena tidak berwawasan global
Baris 35:
Perdagangan cengkih akhirnya didominasi oleh orang [[Belanda]] pada abad ke-17. Belanda membabat pohon-pohon cengkih untuk membatasi produksi cengkih di luar [[Pulau Ambon|Ambon]] melalui [[Pelayaran Hongi|pelayaran hongi]].<ref name=":5" /> Akan tetapi, akhirnya Prancis berhasil menyelundupkan cengkih ke [[Mauritius]] dan akhirnya tersebar pula ke [[Pulau Pinang|Penang]] dan [[Zanzibar]].<ref name=":5" /> Hal itu menghancurkan monopoli cengkih oleh Belanda.
 
=== Bisnis cengkih di Indonesia ===
Indonesia mengimpor cengkih dari Zanzibar sampai dengan 1987 untuk digunakan sebagai bumbu pembuatan rokok kretek.<ref name=":5" /> Pada 1968, impor cengkeh diberikan kepada PT Mercu Buana (milik [[Probosutedjo|Probosutejo]], adik Presiden Soeharto) dan PT Mega (milik [[Sudono Salim|Liem Sioe Liong]]).<ref name=":5" /> Kedua perusahaan itu memiliki hubungan yang erat dengan [[Keluarga Cendana]].<ref name=":6">{{Cite news|title=Keculasan Orde Baru Membuat Harga Cengkeh Hancur|url=https://tirto.id/keculasan-orde-baru-membuat-harga-cengkeh-hancur-dhpR|work=[[Tirto|Tirto.id]]|language=id|access-date=2021-04-09}}</ref>
 
Pada 1991, pemerintah mendirikan [[Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh]] (BPPC) dengan [[Tommy Soeharto]] sebagai ketuanya. Pendirian BPPC ini disebabkan Presiden Soeharto menganggap cengkih sebagai komoditas penting dan butuh diregulasi oleh negara.<ref name=":5" /> Kebijakan BPPC membuat banyak petani cengkih dan produsen rokok kretek marah karena BPPC sebagai satu-satunya pihak yang dapat membeli cengkih dari petani dengan harga semurah-murahnya, lalu menjualnya ke pabrik rokok semahal-mahalnya.<ref name=":6" /> Akhirnya banyak petani yang menebang atau membakar pohon cengkih mereka. Pada Mei 1998 sebagai bagian reformasi yang dimandatkan oleh [[Dana Moneter Internasional|IMF]] untuk mengakhiri monopoli, Presiden Soeharto setuju membubarkan BPPC.<ref name=":5" />
 
== Taksonomi ==
Baris 120 ⟶ 115:
|40
|}
 
=== Produksi cengkih di Indonesia ===
Pada tahun 2019, [[Direktorat Jenderal Perkebunan]], [[Kementerian Pertanian Republik Indonesia|Kementerian Pertanian]] memperkirakan Indonesia memproduksi sekitar 134.792 ton cengkih. Selain itu, diperkirakan terdapat 1.002.774 petani cengkih di seluruh Indonesia dengan rata-rata produktivitas sebesar 410 kilogram per hektar.<ref name=":4" />
{| class="wikitable sortable mw-collapsible"
|+Estimasi jumlah produksi, produktivitas, dan jumlah petani cengkih menurut 10 besar provinsi penghasil utama tahun 2020<ref name=":4">{{Cite book|date=2019|url=https://drive.google.com/file/d/1kYrsnc0NdtErZzQtWDapEpDu42-ES1OH/view|title=Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Cengkeh Tahun 2018-2020|location=Jakarta|publisher=Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian|pages=|url-status=live}}</ref>
!Provinsi
!Produksi (Ton)
!Produktivitas (Kg/Ha)
!Jumlah Petani (KK)
|-
|Sulawesi Selatan
|20.363
|568
|72.272
|-
|Maluku
|20.006
|619
|72.785
|-
|Sulawesi Tengah
|17.994
|372
|63.894
|-
|Sulawesi Tenggara
|14.700
|687
|25.120
|-
|Jawa Timur
|11.461
|434
|177.598
|-
|Jawa Barat
|8.472
|436
|130.761
|-
|Jawa Tengah
|6.607
|290
|201.984
|-
|Sulawesi Utara
|5.554
|128
|73.302
|-
|Aceh
|5.404
|588
|24.124
|-
|Maluku Utara
|4.225
|370
|19.484
|}
<small>Catatan:</small>
 
<small>Jumlah produksi termasuk perkebunan rakyat, negara, dan besar swasta</small>
 
== Referensi ==