Perang timbung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dirumi (bicara | kontrib)
Dirumi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 16:
para petinggi kerajaan bahwa mimpi itu menjadi pertanda adanya gempuran atau konflik dari dalam
 
kerajaan yang disebabkan oleh kalangan petinggi-petinggi kerajaan Pejanggik.  Agar hal tersebut tidak terjadi, para penafsir mimpi memberikan saran untuk melakukan penumbalan. Mendengar hal itu raja terkejut dan ia berfikir bahwa yang dimaksud dengan penumbalan adalah mengorbankan nyawa seseorang. Hal ini dibantah oleh para penafsir mimpi, maksud penumbalan tersebut adalah mengadakan sebuah acara besar-besaran, acara penolak balak atau melakukan perang timbung. Berdasarkan musyawarah yang dilakukan oleh raja dengan para ''pemanting'' (penggawa), ''pandita'' (tabib), dan petinggi-petinggi kerajaan, disepakati bahwa untuk mengantisipasi bencana tersebut harus membuat ''jaje timbung'' atau jajan lemang untuk melakukan perang. Oleh karena itu, masyarakat desa Pejanggik harus melaksanakan ritual tersebut atau dikenal dengan tradisi perang timbung untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Selain itu, ritual tersebut juga digunakan untuk persembahan kepada Sang pencipta.
 
''jaje timbung'' atau jajan lemang untuk melakukan perang. Oleh karena itu, masyarakat desa Pejanggik harus melaksanakan ritual tersebut atau dikenal dengan tradisi perang timbung untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Selain itu, ritual tersebut juga digunakan untuk persembahan kepada Sang pencipta.
 
Tradisi perang timbung memiliki makna agar pihak-pihak musuh yang akan menyerang kerajaan Pejanggik pada saat itu akan tertahan karena melihat huru-hara yang sedang terjadi di kerajaan Pejanggik.