Kadipatèn Mangkunagaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ozora Zidane (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
untuk penguasa tidak usah pakai gelar. Gelar kebangsawanan Jawa memakai titik di tiap huruf (bukan hanya huruf terakhirnya saja). Templat Sfn.
Baris 62:
}}
 
'''Kadipaten Mangkunegaran''' ({{lang-jv|ꦑꦢꦶꦥꦠꦺꦤ꧀ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫꦤ꧀|Kadipatèn Mangkunagaran}}) atau disebut pula '''Praja Mangkunegaran''' adalah sebuah [[kadipaten|monarki kadipaten]] [[otonomi|otonom]] di [[Pulau Jawa]] bagian tengah yang merupakan [[negara vasal]] [[wilayah dependensi|dependen]] dari [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]] dan [[Hindia Belanda]],<ref name="mangkunegaran">Wasino (2014). ''Modernisasi di Jantung Budaya Jawa: Mangkunegaran 1896-1944''. Jakarta: Kompas Media Nusantara.</ref> yang berdiri sejak tahun [[1757]] sampai sekarang. Penguasanya merupakan bagian dari [[Wangsa Mataram]], yang dimulai dari [[Mangkunagara I|KGPAA. Mangkunagara I]] (Raden Mas Said). Meskipun secara pemerintahan memiliki status otonom yang sama dengan tiga [[monarki]] pecahan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] lainnya, penguasa Kadipaten Mangkunegaran tidak memiliki otoritas yang sejajar dengan [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]] dan [[Kesultanan Yogyakarta]], khususnya secara [[adat]]. Para penguasa Kadipaten Mangkunegaran tidak berhak menyandang gelar [[Susuhunan]] (Sunan) ataupun [[Sultan]], melainkan bergelar [[Adipati]].<ref name="mangkunegaran" />
 
== Pendirian dan wilayah ==
Baris 74:
Secara tradisional, para penguasanya disebut [[Mangkunegara]]. Raden Mas Said merupakan '''Adipati Mangkunegara I'''. Penguasa Mangkunegaran berkedudukan di [[Pura Mangkunegaran]], yang terletak di Kota [[Surakarta]]. Penguasa Pura Mangkunegaran, berdasarkan perjanjian pembentukannya, berhak menyandang gelar Pangeran Adipati (secara formal disebut ''Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senapati ing Ayudha Sudibyaningprang''), tetapi tidak berhak menyandang gelar Susuhunan ataupun Sultan. Praja Mangkunegaran merupakan sebuah Kadipaten, sehingga posisinya lebih rendah daripada Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.<ref name="mangkunegaran"/> Status yang berbeda ini tercermin dalam beberapa tradisi yang masih berlaku hingga sekarang, seperti jumlah penari bedhaya yang tujuh, bukan sembilan seperti pada [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]]. Namun, berbeda dari Kadipaten pada masa-masa sebelumnya, Mangkunegaran memiliki otonomi yang sangat luas karena berhak memiliki tentara sendiri (dikenal sebagai [[Legiun Mangkunegaran]]) yang independen tanpa intervensi dari Kasunanan.<ref name="Pertumbuhan Kadipaten"/>
 
Setelah kemerdekaan [[Indonesia]], adipati yang bertakhta saat itu, [[Mangkunegara VIII|KGPAA. Mangkunegara VIII]] (penguasa pada waktu itu) bersama [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] menyatakan diri bergabung dalam [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]] pada [[19 Agustus]] [[1945]] dan diperkuat dengan Maklumat [[1 September]] [[1945]]. Namun karena terjadi ketidakstabilan politik dan pemerintahan di [[Daerah Istimewa Surakarta]] ([[1945]]-[[1946]]) jadi alasan dibekukannya status daerah istimewa tersebut oleh pemerintah pusat pada [[16 Juni]] [[1946]], Kadipaten Mangkunegaran yang menjadi bagian dari Daerah Istimewa Surakarta pun kehilangan kedaulatannya sebagai satuan politik. Walaupun demikian, Pura Mangkunegaran masih tetap menjalankan fungsinya sebagai monarki seremonial penjaga [[budaya Jawa]], khususnya budaya Jawa ''gagrag'' (gaya) Surakarta sub-Mangkunegaran. Setelah [[Mangkunegara VIII|KGPAA. Mangkunegara VIII]] mangkat dan putra pertamanya GPHG.P.H. Raditya Prabukusuma telah mendahului wafat sebelumnya, maka pewaris tahta selanjutnya digantikan oleh putra laki-laki yang kedua bernama GPHG.P.H. Sujiwakusuma yang selanjutnya bergelar [[Mangkunegara IX|KGPAA. Mangkunegara IX]].<ref name="Pertumbuhan Kadipaten"/>
 
Para penguasa Praja Mangkunegaran tidak dimakamkan di [[Pemakaman Imogiri|Astana Imogiri]], melainkan di [[Astana Mangadeg]] dan [[Astana Girilayu]], yang terletak di lereng [[Gunung Lawu]], [[Kabupaten Karanganyar]]. Terkecuali makam dari [[Mangkunegara VI|KGPAA. Mangkunegara VI]] yang dimakamkan di Astana Utara, [[Surakarta]].
 
Warna resmi bendera Mangkunagaran adalah kuning emas dan hijau yang dijuluki '''''Pareanom''''' (pare muda), yang dapat dilihat pada lambang, bendera, pataka, serta samir yang dikenakan para [[abdi dalem]], sentana dalem maupun kerabat Pura Mangkunegaran.
Baris 99:
[[Berkas:Lokasi-Surakarta-Banjarsari.png|jmpl|250px|Lokasi kecamatan [[Banjarsari, Surakarta|Banjarsari]] di [[kota]] [[Surakarta]], yang merupakan wilayah ibu kota Kadipaten Mangkunegaran.]]
 
Pada awal pendiriannya, struktur pemerintahan masih sederhana, mengingat lahan yang dikuasai berstatus "tanah lungguh" ([[apanase]]) dari [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]].<ref name=Soedar>{{sfn|Soedarmono, Warto, Susanto, Supariadi, W.W. Wardoyo, I. Febriary S. |2011. ''Tata Pemerintahan Mangkunegaran''. Penerbit Balai Pustaka dan Yayasan Suryasumirat. Jakarta. Hal. |page=42.</ref>}} Ada dua jabatan Pepatih Dalem, masing-masing bertanggung jawab untuk urusan istana dan pemerintahan wilayah. Selain itu, [[Mangkunagara I]] sebagai Adipati Anom membawahi sejumlah Tumenggung (komandan satuan prajurit).<ref>{{sfn|Soedarmono et al. |2011.|page=129}} ''Ibid.'' Hal. 129.</ref>
 
Pada masa pemerintahan [[Mangkunegara II|KGPAA. Mangkunegara II]], situasi politik berubah. Status kepemilikan tanah beralih dari tanah lungguh menjadi tanah [[negara vasal|vasal]] yang bersifat diwariskan turun-temurun.<ref>{{sfn|Soedarmono et al. |2011.|page=131}} ''Ibid.'' Hal. 131.</ref> Hal ini memungkinkan otonomi yang lebih tinggi dalam pengelolaan wilayah. Perluasan wilayah juga terjadi sebanyak 1500 ''karya''. Perubahan ini membuat diubahnya struktur jabatan langsung di bawah Adipati Anom dari dua menjadi tiga, dengan sebutan masing-masing adalah Patih Jero (Menteri utama urusan domestik istana), Patih Jaba (Menteri Utama urusan wilayah), dan Kapiten Ajudan (Menteri urusan kemiliteran).
 
Semenjak pemerintah [[Mangkunegara III|KGPAA. Mangkunegara III]], struktur pemerintahan menjadi tetap dan relatif lebih kompleks. Raja (Adipati Anom) semakin mandiri dalam hubungan dengan Kasunanan Surakarta. Wilayah praja dibagi menjadi tiga Kabupaten Anom (Karanganyar, Wonogiri, dan Malangjiwan) yang masing-masing dipimpin oleh seorang Wedana Gunung.<ref>{{sfn|Soedarmono et al. |2011.|page=133}} ''Ibid.'' Hal. 133.</ref> Ketiga Wedana Gunung tersebut merupakan bawahan dari seorang Pepatihdalem Kadipaten Mangkunegaran. Patih tersebut juga bertanggung jawab langsung kepada Adipati Anom. Kemudian di bawah setiap Kabupaten Anom juga terdapat sejumlah Kapanewon yang dipimpin seorang Panewu.
 
Penyatuan administrasi bulan [[Agustus]] [[1873]] membuat pemerintahan otonom Kadipaten Mangkunegaran harus terintegrasi dengan pemerintahan residensial dari pemerintah [[Hindia Belanda|Belanda]]. Wilayah Kadipaten Mangkunegaran dibagi menjadi empat Kabupaten Anom (Kota Mangkunegaran, Karanganyar, Wonogiri, dan Baturetno) yang masing-masing membawahi desa/kampung.<ref>{{sfn|Soedarmono et al. |2011.|page=122}} ''Ibid.'' Hal. 122</ref>
 
== Daftar Adipati Mangkunegaran ==
Baris 213:
 
{{reflist}}
 
=== Daftar pustaka ===
* {{cite book|author1=Soedarmono|author2=Warto|author3=Susanto|author4=Supariadi|first5=W.W.|last5=Wardoyo|author6=I. Febriary S|year=2011|title=Tata Pemerintahan Mangkunegaran|publisher=[[Balai Pustaka]] dan Yayasan Suryasumirat|location=Jakarta}} Hal. 42.
 
== Pranala luar ==
 
* {{id}} {{resmi|puromangkunegaran.com}}
 
{{s-start}}