Stasiun Palmerah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andra Radithya (bicara | kontrib)
k Perbaikan sejarah.
Andra Radithya (bicara | kontrib)
Perbaikan sejarah.
Baris 40:
 
== Sejarah ==
Agar mobilitas penumpang dari [[Batavia]] hingga kawasan [[Banten]] semakin lancar, maka pada tahun 1890-an perusahaan [[Staatsspoorwegen]] (SS) berencana membangun sebuah jalur kereta api yang menghubungkan daerah [[Stasiun Duri|Duri]] hingga daerah [[Stasiun Serang|Serang]], melalui daerah [[Stasiun Tangerang|Tangerang]] dan [[Cikande, Jayanti, Tangerang|Cikande]].<ref name=":022">{{Cite book|last=Anne Reitsma|first=Steven|date=1916|title=Indische Spoorweg-Politiek|location=Batavia|publisher=Landsdrukkerij|url-status=live}}</ref> Proyek jalur pun sudah dikerjakan. Di tengah jalannya pembangunan, rencana trase jalur ini akhirnya dibatalkan dan diubah menjadi melalui daerah [[Parung Panjang, Bogor|Parung Panjang]] hingga ke [[Rangkasbitung, Lebak|Rangkasbitung]],<ref name=":022" /> jalur ini selesai pada 1 Oktober 1899 (termasuk membuka Stasiun Palmerah).<ref>{{cite book|last=Oegema|first=J.J.G.|year=1982|title=De Stoomtractie op Java en Sumatra|place=Antwerpen|publisher=Kluwer Technische Boeken B.V.}}</ref> Trase jalur kereta api pertama yang sudah terlanjur dibangun pun dicukupkan pembangunannya hanya sampai di daerah Tangerang saja, dan diresmikan sebagai [[Jalur kereta api Tangerang–Duri|jalur kereta api Tangerang-Duri]] yang berstatus sebagai [[Percabangan (kereta api)|jalur cabang]]. Jalur ini selesai dibangun pada 2 Januari 1899.<ref>{{Cite book|last=Anne Reitsma|first=Steven|date=1928|title=Korte Geschiesdenis der Nederlands-Indische Staatsspoor- en Tramwegen|location=Weltevreden|publisher=G. KOLLF & Co|url-status=live}}</ref>
 
Jalur kereta api dari [[Stasiun Rangkasbitung]] diteruskan pembangunannya oleh [[Staatsspoorwegen]] (SS) hingga ke daerah [[Stasiun Serang|Serang]] pada 1 Juli 1900,<ref>{{Cite book|last=Staatsspoorwegen|first=|year=1921–1932|title=Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932|location=Batavia|publisher=Burgerlijke Openbare Werken|isbn=|pages=}}</ref><ref name=":02">{{Cite book|date=1901|title=Spoor- & Tramgids van Nederlandsch-Indie|location=Semarang|publisher=Semarang-Drukkerij en Boekhandel|pages=10|url-status=live}}</ref> yang kemudian dilanjutkan kembali hingga ke dekat Pelabuhan [[Stasiun Anyer Kidul|Anyer Kidul]] pada 1 Desember 1900. Pada 1 Desember 1914, dibuat sebuah jalur [[Percabangan (kereta api)|percabangan]] di [[Stasiun Krenceng]] yang mengarah ke daerah Merak untuk mengakomodasi [[Pelabuhan Merak]] yang lebih dekat untuk menyeberang ke [[Lampung]].<ref>{{Cite web|title=ZWP - Haltestempels Ned.Indië|url=http://studiegroep-zwp.nl/halten/Halte-13-Trajecten1.htm|website=studiegroep-zwp.nl|access-date=2022-10-22}}</ref> Jalur yang menuju ke Anyer Kidul pada awalnya berstatus sebagai jalur utama, sedangkan jalur yang menuju ke Merak berstatus sebagai jalur cabang. Di kemudian waktu, status kedua jalur ini ditukar.
Proyek jalur pun sudah dikerjakan. Di tengah jalannya pembangunan, rencana trase jalur ini akhirnya dibatalkan dan diubah menjadi melalui daerah [[Parung Panjang, Bogor|Parung Panjang]] hingga ke [[Rangkasbitung, Lebak|Rangkasbitung]],<ref name=":022" /> jalur ini selesai pada 1 Oktober 1899 (termasuk membuka Stasiun Palmerah).<ref>{{cite book|last=Oegema|first=J.J.G.|year=1982|title=De Stoomtractie op Java en Sumatra|place=Antwerpen|publisher=Kluwer Technische Boeken B.V.}}</ref> Trase jalur kereta api pertama yang sudah terlanjur dibangun pun dicukupkan pembangunannya hanya sampai di daerah Tangerang saja, dan diresmikan sebagai [[Jalur kereta api Tangerang–Duri|jalur kereta api Tangerang-Duri]] yang berstatus sebagai [[Percabangan (kereta api)|jalur cabang]]. Jalur ini selesai dibangun pada 2 Januari 1899.<ref>{{Cite book|last=Anne Reitsma|first=Steven|date=1928|title=Korte Geschiesdenis der Nederlands-Indische Staatsspoor- en Tramwegen|location=Weltevreden|publisher=G. KOLLF & Co|url-status=live}}</ref>
 
Nama Palmerah merujuk pada patok-patok berwarna merah yang terletak di pinggir jalan pada wilayah tersebut, dan masyarakat setempat pun kemudian menyebutnya sebagai Paal Merah. Patok-patok tersebut difungsikan sebagai penanda batas wilayah [[Batavia]] ke arah [[Buitenzorg]].<ref>{{Cite web|last=Abdullah|first=Nurudin|date=2015-01-06|title=Tahukah Anda Nama Palmerah di Jakarta Barat?|url=https://kabar24.bisnis.com/read/20150106/387/388422/tahukah-anda-nama-palmerah-di-jakarta-barat|website=Bisnis.com|language=id|access-date=2023-10-29}}</ref>
Jalur kereta api dari [[Stasiun Rangkasbitung]] diteruskan pembangunannya oleh [[Staatsspoorwegen]] (SS) hingga ke daerah [[Stasiun Serang|Serang]] pada 1 Juli 1900,<ref>{{Cite book|last=Staatsspoorwegen|first=|year=1921–1932|title=Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932|location=Batavia|publisher=Burgerlijke Openbare Werken|isbn=|pages=}}</ref><ref name=":02">{{Cite book|date=1901|title=Spoor- & Tramgids van Nederlandsch-Indie|location=Semarang|publisher=Semarang-Drukkerij en Boekhandel|pages=10|url-status=live}}</ref> yang kemudian dilanjutkan kembali hingga ke dekat Pelabuhan [[Stasiun Anyer Kidul|Anyer Kidul]] pada 1 Desember 1900. Pada 1 Desember 1914, dibuat sebuah jalur [[Percabangan (kereta api)|percabangan]] di [[Stasiun Krenceng]] yang mengarah ke daerah Merak untuk mengakomodasi [[Pelabuhan Merak]] yang lebih dekat untuk menyeberang ke [[Lampung]].<ref>{{Cite web|title=ZWP - Haltestempels Ned.Indië|url=http://studiegroep-zwp.nl/halten/Halte-13-Trajecten1.htm|website=studiegroep-zwp.nl|access-date=2022-10-22}}</ref>
 
Desain bangunan Stasiun Palmerah memiliki model yang serupa yang juga terdapat di lintas ini, seperti bangunan [[Stasiun Kebayoran]], [[Stasiun Sudimara|Sudimara]], dan [[Stasiun Serpong|Serpong]]. Layaknya stasiun-stasiun kecil [[Staatsspoorwegen]] pada umumnya, bangunan Stasiun Palmerah pada awalnya tidak memiliki ruangan untuk petugas [[Pengatur Perjalanan Kereta Api]] (PPKA), dan [[Bingkai tuas|tuas persinyalan]] diletakkan di tempat terbuka di samping bangunan stasiun. Pada masa [[Orde Lama|orde lama]], dibangun ruangan untuk PPKA serta tuas-tuas persinyalan yang menyatu dengan bangunan utama stasiun. Pada dinding bangunan sisi ujung, terdapat ukiran nama stasiun 'Palmerah', yang di kemudian waktu juga ditambahkan ukiran serupa pada bangunan sisi samping. Pada dekade 2000-an, salah satu dinding pada sisi samping bangunan lama ini pun dibongkar guna memperlebar akses keluar-masuk penumpang, membuat ukiran 'Palmerah' yang sebelumnya terdapat di dinding tersebut ikut hilang.
Jalur yang menuju ke Anyer Kidul pada awalnya berstatus sebagai jalur utama, sedangkan jalur yang menuju ke Merak berstatus sebagai jalur cabang. Di kemudian waktu, status kedua jalur ini ditukar.
 
Nama Palmerah merujuk pada patok-patok berwarna merah yang terletak di pinggir jalan pada wilayah tersebut, dan masyarakat setempat pun kemudian menyebutnya sebagai Paal Merah. Patok-patok tersebut difungsikan sebagai penanda batas wilayah [[Batavia]] ke arah [[Buitenzorg]].<ref>{{Cite web|last=Abdullah|first=Nurudin|date=2015-01-06|title=Tahukah Anda Nama Palmerah di Jakarta Barat?|url=https://kabar24.bisnis.com/read/20150106/387/388422/tahukah-anda-nama-palmerah-di-jakarta-barat|website=Bisnis.com|language=id|access-date=2023-10-29}}</ref>
 
Desain bangunan Stasiun Palmerah memiliki model yang serupa yang juga terdapat di lintas ini, yaitu bangunan [[Stasiun Kebayoran]], [[Stasiun Sudimara|Sudimara]], dan [[Stasiun Serpong|Serpong]]. Pada dinding bangunan sisi samping maupun sisi ujung, terdapat ukiran nama stasiun 'Palmerah'. Di kemudian waktu, salah satu dinding pada sisi samping bangunan lama ini pun dibongkar guna memperlebar akses keluar-masuk penumpang, membuat ukiran 'Palmerah' yang sebelumnya terdapat di dinding tersebut ikut hilang. Selain itu, genteng atap bangunan stasiun yang sebelumnya menggunakan genteng keramik pun kini juga telah diubah menjadi genteng metal. Saat bangunan lama Stasiun Palmerah tidak digunakan lagi sebagai akses keluar-masuk penumpang karena telah digantikan oleh bangunan baru pada tahun 2015, bangunan lama ini beralih fungsi menjadi minimarket. Meskipun begitu, bangunan peninggalan [[Staatsspoorwegen]] dan ruangan [[Pengatur Perjalanan Kereta Api|PPKA]] lama ini tetap dipertahankan dan ditetapkan sebagai aset [[Kekayaan budaya|cagar budaya]].
[[Berkas:Palmerah PJKA.png|jmpl|Ilustrasi emplasemen Stasiun Palmerah padalawas dekadedalam 1960/70-anbuku Ikhtisar Lintas Jawa PJKA, dengan keterangan jalur 1 dan 2 sepanjang 758,50 meter, dan jalur 3 sepanjang 752 meter.|al=Ilustrasi emplasemen Stasiun Palmerah lawas dalam buku Ikhtisar Lintas Jawa PJKA., dengan Tampakketerangan jalur 1 dan 2 sepanjang 758,50 meter, dan jalur 3 sepanjang 752 meter.]]
Stasiun Palmerah memiliki [[emplasemen]] yang luas. Terdapat 32 [[Rel|jalur]] untuk lintasan, [[sepur badug]], [[sepur simpang]], bahkan [[Percabangan (kereta api)|percabangan]] di stasiun ini. Sejak dekade 1960-an, dibuat 2 buah jalur percabangan atau sepur simpang dari Stasiun Palmerah. Percabangan pertama mengarah ke [[Pejompongan]] guna membawa material-material pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), begitu pula hal sama dengan percabangan kedua yang mengarah ke [[Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan|Senayan]] untuk pembangunan [[Stadion Utama Gelora Bung Karno|Gelora Bung Karno]] (GBK). Pembangunan IPA Pejompongan tersebut merupakan satu paket pembangunan dengan GBK, dengan menggunakan pinjaman dana dari [[Uni Soviet]].<ref>{{Cite web|date=2018-02-20|title=Di Balik Pembangunan Stadion GBK|url=https://historia.id/olahraga/articles/di-balik-pembangunan-stadion-gbk-DAooY|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-10-29}}</ref> Material-material pembangunan dibawa menggunakan [[Transportasi rel|moda kereta api]] dari [[Ci Sadane|Sungai Cisadane]] di daerah [[Stasiun Serpong|Serpong]] dan [[Stasiun Rawa Buntu|Rawa Buntu]]. Sebuah [[Lokomotif B51|lokomotif uap B51]] digunakan untuk aktivitas [[Langsir|langsiran]] pada emplasemen stasiun, dan perlahan digantikan oleh [[Lokomotif diesel|lokomotif-lokomotif diesel]] seperti seri [[Lokomotif C300|C300]] dan [[Lokomotif BB300|BB300]].
 
Saat dilakukan pembangunan Jalan Tentara Pelajar yang membentang di kedua sisi stasiun dan rel eksisting pada dekade 1980-an, jumlah jalur padadi emplasemen Stasiun Palmerah dikurangi menjadi hanya 3 jalur saja, dengan jalur 1 dan 2 sebagai jalur persilangan dan sebuah sepur simpan. Beberapa waktu kemudian, sepur simpan ini ikut dibongkar sehingga menyisakan 2 jalur utama saja. Kegiatan bongkar muat maupun langsiran [[Gerbong|gerbong barang]] pun terhenti, dikarenakan percabangan rel dan sepur simpang sudah tidak digunakan lagi.
[[Berkas:Sisa rel cabang Palmerah-PDAM..jpg|jmpl|Yang tersisa dari percabangan rel Palmerah-Pejompongan guna membawa material-material pembangunan IPA, tersembunyi di tengah pemukiman padat penduduk.]]
Bekas ''railbed'' dari percabangan rel dan sepur simpang tersebut kini menjadi Jalan Tentara Pelajar, Jalan Gelora, bahkan pemukiman padat Pejompongan. Sisa potongan rel dari percabangan ke arah Instalasi Pengolahan Air Pejompongan ini sempat ditemukan di tengah-tengah pemukiman padat warga, begitu pula dengan sisa potongan rel lainnya yang sempat ditemukan saat dilakukan penggalian tanah di bekas emplasemen lama Stasiun Palmerah yang telah berubah menjadi Jalan Tentara Pelajar.
 
Sejak dahulu, terdapat sebuah [[perlintasan sebidang]] di sebelah barat Stasiun Palmerah. Perlintasan yang kelak diberi nomor JPL 43 ini sudah ada jauh sebelum Jalan Tentara Pelajar dibangun di kedua sisi stasiun dan rel eksisting. Hingga pada November 2020, Dinas Perhubungan Provinsi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|DKI Jakarta]] akhirnya menutup perlintasan sebidang ini dengan tujuan agar menghilangkan pelanggaran lalu lintas yang kerap terjadi di area tersebut.<ref name=":2">{{Cite web|last=Kusuma|first=Hendra|title=Perlintasan Sebidang Palmerah Ditutup buat Minimalisir Kecelakaan|url=https://finance.detik.com/infrastruktur/d-5273614/perlintasan-sebidang-palmerah-ditutup-buat-minimalisir-kecelakaan|website=detikfinance|language=id-ID|access-date=2022-07-02}}</ref>
 
Saat dilakukan [[Elektrifikasi perkeretaapian|eletrifikasi]] dan pemasangan tiang [[listrik aliran atas]] (LAA) di [[petak jalan]] [[Stasiun Tanah Abang|Tanah Abang]]-[[Stasiun Serpong|Serpong]] oleh [[SYSTRA|Systra]] ([[Prancis]]) pada tahun 1993, jalur di emplasemen Stasiun Palmerah kembali mengalami rombakan besar-besaran. Trase jalur 1 lama yang merupakan trase asli peninggalan Staatsspoorwegen (SS) pun dibongkar dan digeser guna lahannya akan dipakai pembangunan peron serta atap baru, kondisi yang serupa juga dilakukan di [[Stasiun Kebayoran]] dan [[Stasiun Sudimara|Sudimara]]. JalurLayaknya emplasemen stasiun-stasiun kecil peninggalan Staatsspoorwegen pada umumnya, jalur 1 lama Stasiun Palmerah merupakan [[sepur belok]] dan terletak sangat berdekatan dengan bangunan stasiun,. sebagaiSebagai ganti dari pembongkaran jalur 1 tersebut, dibangunlah jalur 2 yang baru.
 
Setelah semua pembenahan emplasemen dan peron selesai, tiang serta kabel LAA pun dipasang. Jaringan LAA ini akhirnya resmi beroperasi pada 3 Juni 1997 bersamaan dengan peresmian bangunan baru [[Stasiun Tanah Abang]], setelah sempat tertunda selama beberapa tahun dikarenakan beberapa faktor kendala seperti faktor pasokan listrik dari [[Perusahaan Listrik Negara]] (PLN). Saat masa elektrifikasi pada 1993-1997 ini pula direncanakan untuk membangun stasiun baru pada [[petak jalan]] antara Palmerah-Kebayoran, tepatnya di daerah Simprug, ditandai dengan dipasangnya tiang LAA yang mengakomodir 2 jalur kereta pada lokasi calon stasiun. Namun, hingga kini hal tersebut tidak terealisasikan.
 
Sejak pengoperasian [[jalur ganda]] pada petak jalan Tanah Abang-Serpong per 4 Juli 2007, ''layout'' jaluremplasemen Stasiun Palmerah dirombak dengan menambahkan jalur 2 sebagai sepur lurus baru.<ref name=":1">{{Cite news|date=2007-07-04|title=SBY Resmikan Stasiun Serpong, Lalu Lintas KA Tetap Normal|url=https://news.detik.com/berita/800807/sby-resmikan-stasiun-serpong-lalu-lintas-ka-tetap-normal|work=[[Detik.com|detikcom]]|access-date=2017-10-18}}</ref> Meskipun pada petak jalan tersebut emplasemen Stasiun Palmerah memiliki kesamaan seperti [[Stasiun Pondok Ranji]] yang sama-sama hanya memiliki 2 jalur, namun wesel di emplasemen stasiun ini tetap dipertahankan dan tidak dibongkar meskipun jalur ganda telah beroperasi, sehingga kereta dapat berpindah ke jalur lain (untuk berjalan sepur salah) jika terdapat suatu keadaan darurat.
 
Untuk meningkatkan okupansi penumpang KRL Green Line, maka pada tahun 2013-2015 [[Kementerian Perhubungan Republik Indonesia]] (Kemenhub) mulai merenovasi secara besar-besaran Stasiun Palmerah menjadi 2 tingkat dengan arsitektur yang modern dan megah serta fasilitas yang lengkap. Proyek ini memakan dana sekitar Rp36 miliar, serta diresmikan pada 6 Juli 2015.<ref name=":0">{{cite web|last=Rahayu|first=Juwita Trisna|date=6 Juli 2015|title=Menhub resmikan Stasiun Palmerah dan jalur ganda|url=http://www.antaranews.com/berita/505460/menhub-resmikan-stasiun-palmerah-dan-jalur-ganda|publisher=Antaranews.com|accessdate=15 Oktober 2017}}</ref> Renovasi ini pun juga sekaligus memperpanjang jarak peron Stasiun Palmerah dan mengakomodasi KRL dengan 10 stamformasi.
 
== Bangunan dan tata letak ==
Stasiun Palmerah memiliki dua jalur kereta api yang keduanya merupakan sepur lurus. Stasiun ini diapit oleh Jalan Tentara Pelajar yang berlawanan arah di kedua sisi stasiun dan rel, serta dekat dengan gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Kehutanan, Lapangan Tembak Senayan, bahkan gedung [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|DPR]] & [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|MPR RI]].
 
Bangunan lama stasiun ini yang merupakan peninggalan [[Staatsspoorwegen]] dan ruangan [[Pengatur Perjalanan Kereta Api]] (PPKA) lama masih dipertahankan hingga sekarang dan dijadikan sebagai aset [[cagar budaya]], meskipun tidak lagi digunakan sebagai akses keluar-masuk penumpang sejak tahun 2015 karena telah digantikan dengan bangunan baru. Desain bangunan lama Stasiun Palmerah memiliki model yang serupa yang juga terdapat di lintas ini, yaitu bangunan [[Stasiun Kebayoran]] dan [[Stasiun Sudimara|Sudimara]]. Pada dinding bangunan sisi ujung, terdapat ukiran nama stasiun 'Palmerah'. Sebelumnya, pada salah satu dinding sisi samping pun juga terdapat ukiran yang serupa, namun sudah hilang karena dinding tersebut telah dibongkar. Bangunan lama stasiun kini beralih fungsi menjadi minimarket, dan bekas dinding tersebut sudah digantikan dengan dinding kaca. Selain itu, genteng atap bangunan stasiun yang sebelumnya menggunakan genteng keramik pun kini juga telah diubah menjadi genteng metal.
 
Stasiun ini dilengkapi dengan 2 lantai. Terdapat 2 peron tinggi yang disertai dengan atap, fasilitas penumpang seperti lift, eskalator, mushola, toilet, minimarket, dan lain-lain. Di kedua ujung bangunan lantai 2 stasiun, terdapat ejaan besar stasiun 'Palmerah'. Stasiun ini juga menyediakan fasilitas jembatan penyeberangan orang (JPO) yang terintegrasi dengan Halte Stasiun Palmerah milik [[Transjakarta]].
Baris 134 ⟶ 132:
Berkas:JPO Palmerah.jpg|Jembatan penyeberangan orang (JPO) Stasiun Palmerah menuju Transjakarta melalui Halte Stasiun Palmerah.
Berkas:BangunanPLM3.jpg|Pintu masuk Stasiun Palmerah melalui parkiran motor.
Berkas:KRL205Palmerah.jpg|KRL memasuki jalur 1 Stasiun Palmerah dari arah Tanah Abang.
Berkas:KABabarandekPalmerah.jpg|Kereta api batu bara melintas jalur 2 Stasiun Palmerah.
</gallery>