Televisi di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 184:
===Periode [[Reformasi]] (I): 1998-2005===
Dalam periode ini, terjadi demokratisasi di Indonesia sebagai akibat kejatuhan Soeharto, dan 5 stasiun TV yang sudah ada dirasa tidak cukup. Izin baru bagi TV swasta pun dikeluarkan, yang dibuktikan dengan pemberian izin bagi 5 stasiun televisi swasta nasional pada Oktober 1999. Mayoritas pemiliknya adalah orang yang berada di luar kekuasaan, kecuali Global TV yang memiliki kaitan dengan pemerintahan [[Habibie]]. Bahkan, ada mereka yang bisa disebut sebagai wajah baru, seperti DVN TV yang dimiliki oleh Sukoyo, seorang petambak udang dan Trans TV yang dimiliki oleh Chairul Tanjung, pemilik [[Bank Mega]] yang saat itu masih kecil. Selain itu, pada pemilik TV yang sudah ada juga terjadi perubahan, yang banyak dari mereka berpindah tangan dari elit Cendana ke pengusaha-pengusaha baru. Hal ini dapat dilihat dari RCTI yang berpindah dari tangan Bambang Tri (dan juga TPI yang berpindah dari tangan Tutut) ke [[Hary Tanoesoedibjo]], seorang investor saham yang tidak berpengalaman di media, sedangkan SCTV berpindah ke tangan keluarga Sariaatmadja yang sebelumnya bermain di [[Elang Mahkota Teknologi|perdagangan komputer]]. Khusus Indosiar dan ANteve, mereka hampir lepas dari pemilik karena krisis ekonomi 1997, namun pada akhirnya tetap bertahan di bawah mereka setelah restrukturisasi.
Dalam era ini, juga terbentuk berbagai stasiun televisi swasta lokal di Indonesia, beberapa dari mereka berasal dari pemain lama dalam industri [[media massa]]. [[JTV (Indonesia)|JTV]] merupakan salah satu yang cukup besar, dimiliki oleh pengusaha koran [[Dahlan Iskan]] dan berpusat di [[Surabaya]], begitu juga dengan [[Jak TV]] yang dimiliki oleh [[Erick Thohir]] melalui [[Mahaka Media]] dan berpusat di [[Jakarta]], ada juga [[Bali TV]] yang dimiliki oleh [[Satria Naradha]] melalui [[Kelompok Media Bali Post]] dan berpusat di [[Denpasar]]. Di [[Semarang]], muncul [[iNews Semarang|Pro TV]], di [[Padang]] muncul [[NET. Padang|Favorit TV]], di [[Tangerang]] muncul [[CTV Banten]], di [[Kendari]] muncul [[Kompas TV Kendari|Kendari TV]], sedangkan di [[Medan]] muncul [[iNews Medan|Deli TV]]. Ini belum termasuk ratusan TV lokal lain yang tumbuh bak jamur pada era ini, seperti [[Kompas TV Manado|Pacific TV]], [[Lombok TV]], [[Malang TV]], [[AFB TV]], dan berbagai TV lokal lainnya. Selain itu, perkembangan menarik lain adalah diizinkannya modal asing masuk ke industri penyiaran (maksimal 20%) dalam UU Penyiaran No. 32/2002, yang sempat ditunjukkan dengan pembelian 20% saham ANTV oleh [[Disney Networks Group Asia Pacific|STAR TV]]. Aturan yang sama juga berusaha menurunkan konsentrasi kepemilikan media televisi dengan menciptakan sistem siaran jaringan di daerah-daerah.
|