Nagari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jesse redmans (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Jesse redmans (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
Baris 36:
</ref>
 
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu ''Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu''. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan ''Taratak'', kemudian berkembang menjadi ''Dusun'', kemudian berkembang menjadi ''Koto'' dan kemudian berkembang menjadi ''Nagari'', yang dipimpin secara bersama oleh para [[penghulu]] atau [[datuk]] setempat. Dan biasanya disetiap nagari yang dibentuk itu minimal telah terdiri dari 4 suku (klan) yang mendomisili kawasan tersebut.<ref name="Batuah">Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), ''Tambo Minangkabau dan Adatnya'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref>
[[Berkas:Balai, raadszaal, op Sumatra's Westkust KITLV 82838.tiff|jmpl|Balai nagari di pantai barat Sumatera, circa 1895.]]
Dalam laporannya [[Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|de Stuers]]<ref>Laporan kepada Gubernur Jendral, 30 Agustus 1825, ''Exhibitum'', 24 Agustus 1826, No. 41.</ref> menyimpulkan bahwa pada daerah pedalaman Minangkabau tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang [[raja]]. Berdasarkan laporan tersebut, kemudian [[Belanda]] menerapkan model sistem penguasa-penguasa di tingkat distrik, yang kemudian dikenal dengan adanya jabatan kepala laras atau ''tuanku laras'', di mana daerah kelarasan ini dirancang sepadan dengan pengelompokan nagari yang telah ada sebelumnya. Dan selanjutnya satuan pemerintahan lebih rendah tetap dipegang oleh penghulu-penghulu sebelumnya tanpa mengalami perubahan sampai pada tahun 1914.