Chuo Sangi-In: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Xbypass (bicara | kontrib)
Xbypass (bicara | kontrib)
Baris 14:
Chuo Sangi In melakukan 8 kali Sidang antara tahun 1943-1945.
===Sidang pertama===
Sidang dimulai tanggal 16 sampai 20 Oktober 1943. Sidang pertama membentuk empat komisi (分科会, ''Bunkakaibunkakai'' (komisi). Sidang ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan ''Saiko Shikikan'' tentang bagaimana cara yang paling tepat untuk memenangkan [[Perang Pasifik]]. ''Gunseikan'' dan para pejabat teras tentara Jepang ikut menghadiri dan melakukan fungsi pengawasannya selama sidang berlangsung.<ref>{{Cite book|last=Poesponegoro|first=Marwati Djoened|last2=Notosusanto|first2=Nugroho|last3=Pandji ;)|first3=Soejono ((Raden|last4=Leirissa|first4=Richard Z.|date=2008|url=https://books.google.com/books/about/Sejarah_nasional_Indonesia.html?id=bl1DzAEACAAJ|title=Sejarah nasional Indonesia: zaman Jepang dan zaman republik Indonesia (± 1942-1998). VI|location=|publisher=Balai Pustaka|isbn=|pages=24|language=id|url-status=live}}</ref> Jawaban dari persidangan ini berkaitan dengan pengerahan semua potensi [[kerja]] dan [[produksi]] untuk kepentingan [[perang]], terutama cara praktis memperkuat persiapan dalam menghadapi Perang Pasifik dengan meminta bantuan orang-orang dari [[Pulau]] [[Jawa]] dalam bentuk tenaga [[rakyat]] atau sumbangan [[sumber daya]] yang dimiliki.
Untuk mencari solusi dalam persidangan dibentuk empat ''Bunkakaibunkakai''. ''Bunkakai'' I merundingkan perlindungan dan memperkuat para [[prajurit]] [[PETA]]. ''Bunkakai'' II merundingkan pengerahan tenaga kerja untuk menghadapi perang. ''Bunkakai'' III merundingkan masalah penghidupan rakyat saat peperangan berlangsung. ''Bunkakai'' IV merundingkan cara memperbanyak hasil produksi dalam rangka menunjang kebutuhan Perang Pasifik. Langkah pertama yang dilakukan setelah perumusan hasil persidangan adalah memperkuat latihan [[militer]] prajurit PETA dan mengerahkan masyarakat supaya bekerja keras dalam masa peperangan. Jepang menyebutkan bahwa [[petani]] yang tidak menjadi prajurit atau [[tentara]], akan ditugaskan untuk kerja paksa romusha untuk memenuhi kebutuhan perang. Banyak kalangan masyarakat yang dikirim keluar Pulau Jawa, bahkan sampai ada yang keluar tanah Indonesia. Keberadaan pekerja ini tidak dapat dipastikan dan tidak tahu kapan kembali, karena dalam sistem kerja romusha tidak dipedulikan masalah ke[[sehat]]an dan ke[[sejahtera]]an.<ref name=":2" />
 
=== Sidang kedua ===
Baris 30:
 
=== Sidang keenam ===
Sidang ini dilakukan pada 12 sampai 17 November 1944. Pembahasan sidang tentang cara memperoleh kemenangan dalam perang pasifik dengan cara sungguh-sungguh dan gemilang. Dalam perang harus ada kontribusi nyata dari tenaga penduduk Indonesia untuk mempertinggi derajat pribumi di mata dunia. Dalam persidangan dibentuk dua ''Bunkakai''. ''Bunkakai I'' membahas peningkatan kontribusi tenaga dari masyarakat di Pulau Jawa. ''Bunkakai'' II, membahas cara memenangkan perang untuk meningkatkan derajat pribumi di mata dunia. Sidang ''Chuo Sangi-in'' yang ke-6, menekankan upaya-upaya yang harus ditempuh oleh masyarakat dalam pemenangan perang pasifik, di antaranya menghambat kekuatan Sekutu di [[Asia]] [[Timur]] dan memberantas orang- orang yang dianggap sebagai mata-mata Sekutu dengan memberikan latihan senjata api terhadap masyarakat Jawa dan Madura. Jepang juga menghalau pengaruh Sekutu pada masyarakat mulai dari pemerintahan tingkat atas sampai pada paling bawah di daerah-daerah.
Jepang juga diharapkan melakukan pelatihan rohani yang bertujuan memperkuat rasa kesatuan dan menebalkan rasa kebangsaan untuk mencapai cita-cita kemanangan perang. Pelatihan jasmani juga diperlukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Jawa dan Madura. Selain itu Jepang juga menekankan kepada masyarakat Indonesia untuk melaksanakan pelatihan pengetahuan dalam rangkan memberantas buta huruf. Struktur pelaksanaan dimulai dari setiap ''Shu'' dan kemudian bekerja sama dengan pemerintah pusat melalui ''Jawa'' ''Hokokai''. Dalam masalah perekonomian, Jepang menyuruh kepada masyarakat untuk meningkatkan hasil bumi dan membentuk koperasi pertanian bersama [[pangreh praja]] untuk mempererat hubungan dengan pabrik penggilingan padi.<ref name=":2" />
 
Baris 37:
* Melakukan pemantauan terhadap setiap barang-barang kepentingan perang yang berada di daerah di Jawa dan Madura.
* Rakyat harus dilatih siap dan bersedia dalam menghadapi [[musuh]] yang datang dengan memberikan pelatihan penggunaan senjata dan strategi perang terutama penambahan kekuatan dengan pembentukan barisan ''Seineidan, Keibondan, [[Suisintai]]'', [[Hizbullah]], dan [[prajurit]] propaganda lainnya.
* Untuk masalah ''rhomusaromusa'', setiap pekerja harus diberikan makanan yang cukup dan sewaktu-waktu juga dilakukan pemeriksaan kesehatan. Sehingga hasil setiap pekerjaan akan terus meningkat [[kualitas]]nya. Romusha juga harus memberikan kesempatan bekerja bagi para [[wanita]] yang sesuai dengan kemampuannya.
* Masyarakat harus diberikan [[pendidikan]] melalui [[sekolah]] atau lembaga pendidikan lainnya untuk mempersiapkan masyarakat dalam menerima kemerdekaan secara utuh.
* Harus ada penggabungan dari kedua organisasi masyarakat Jawa dan Madura yang mewakili golongan nasionalis dan Islam yang diwujudkan melalui ''Jawa Hokokai'' dan [[Masyumi]].<ref name=":2" />
Baris 53:
==Pembubaran==
 
Pada persidangan kedelapan, Soekarno memanfaatkan situasi untuk membahas masalah yang sedang dibicarakan oleh panitia kecil. Soekarno membentuk panitia kecil yang terkenal dengan sebutan ''panitia sembilan''. Panitia ini diberi tugas untuk membuat buku rancangan [[undang-undang]] yang akan dijadikan dasar negara. Pembentukan panitia sembilan adalah upaya untuk menyatukan pandangan dua golongan, yaitu golongan Nasionalis dan Islam. Akhirnya, [[panitia sembilan]] berhasil merumuskan rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang telah disetujui dan ditandatangani oleh seluruh anggota panitia sembilan pada tanggal 22 Juni 1945. Hasil perumusan Undang-Undang itu disebut juga ''[[Piagam Jakarta]].''<ref>{{Cite book|last=Latif|first=Yudi|date=2011|url=https://books.google.co.id/books?id=0NBtWmlj1soC&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&q&f=false|title=Negara paripurna: historisitas, rasionalitas, dan aktualitas Pancasila|location=|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-22-6947-5|pages=76-77|language=id|url-status=live}}</ref> Setelah persidangan terakhir Chuo Sangi-in telah selesai, anggotanya disibukkan berbagai persiapan kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat, tidak ada usulan dari Saikho Sikikan untuk kepentingan Perang Pasifik. Atas dasar itu, maka Badan Penasehat Pusat atauChuoatau Chuo Sangi-in dibubarkan tanpa ada pernyataan resmi''.<ref name=":2">{{Cite book|last=Herkusumo|first=Arniati Prasedyawati|date=1984|url=https://books.google.co.id/books/about/Ch%C5%AB%C5%8D_Sangi_in.html?hl=id&id=W1YeAAAAMAAJ&output=html_text|title=Chūō Sangi-in: Dewan Pertimbangan Pusat pada masa pendudukan Jepang|location=|publisher=Rosda Jayaputra|isbn=|pages=|language=id|url-status=live}}</ref>''
 
==Referensi==