Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Abiedestar (bicara | kontrib) Terjemahan dari Wikipedia Bahasa Inggris (Belum Selesai) Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi |
||
Baris 1:
{{Under construction}}{{Infobox Election
| election_name = Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2004
| country = Indonesia
Baris 45:
| after_party = Partai Demokrat
}}
{{Politik Indonesia}}
'''Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004'''
Presiden petahana, [[Megawati Soekarnoputri]] menduduki jabatan presiden setelah [[Pemakzulan Abdurrahman Wahid|pemakzulan pendahulunya]], [[Abdurrahman Wahid]] dari posisi tersebut. Pencalonan Megawati dalam pemilihan presiden diikuti oleh empat kandidat lain termasuk wakil presiden petahana, [[Hamzah Haz]]. Pada putaran pertama, mantan [[Kabinet Gotong Royong|menteri kabinet]] dan purnawirawan jenderal [[Susilo Bambang Yudhoyono]] mendapatkan hasil terbanyak, diikuti oleh Megawati. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian mengalahkan Megawati dengan persentase suara 60.62% dari seluruh surat suara sah pada putaran kedua. Ia kemudian [[Pelantikan pertama Susilo Bambang Yudhoyono|dilantik]] sebagai presiden keenam Indonesia pada 20 Oktober 2004.
== Aturan ==▼
== Peraturan ==
Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh [[partai politik di Indonesia|partai politik]] atau gabungan partai politik peserta [[pemilihan umum legislatif Indonesia 2004|pemilihan umum legislatif]]. Untuk dapat mengusulkan, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh sekurang-kurangnya 5% suara suara secara nasional atau 3% kursi [[Dewan Perwakilan Rakyat]]. Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah [[Daftar provinsi Indonesia|provinsi di Indonesia]], dilantik menjadi presiden dan wakil presiden. Apabila tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.
==
Pada [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1999|pemilihan umum legislatif 1999]], [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]] (PDI-P) memenangkan kursi terbanyak di [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|Dewan Perwakilan Rakyat]] (DPR) dan menjadi fraksi terbesar di [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]] (MPR), badan legislatif yang bertanggung jawab untuk memilih [[presiden Indonesia]]. PDI-P dipimpin oleh [[Megawati Soekarnoputri]], putri dari presiden pertama Indonesia, [[Soekarno]]. Pendukung Megawati memperkirakan bahwa Megawati akan dipilih sebagai presiden oleh MPR, namun Megawati gagal untuk merebut suara dari partai-partai lain kecuali [[Partai Kebangkitan Bangsa]] (PKB). Lawan dari Megawati pada saat itu adalah Presiden [[B. J. Habibie]], yang menjabat sebagai presiden pada Mei 1998, namun membatalkan pencalonannya pada pemilihan tahun 1999 dikarenakan pidato kebangsaannya ditolak oleh MPR.
# [[Abdurrahman Wahid]] dan [[Marwah Daud Ibrahim]] (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa)▼
PKB, yang dipimpin oleh [[Abdurrahman Wahid]] (Gus Dur), pimpinan organisasi Islam terbesar di Indonesia [[Nahdlatul Ulama]] (NU), telah menyatakan dukungannya untuk mendukung Megawati sebagai Presiden. Namun, semakin terlihat bahwa Megawati tidak memiliki dukungan yang cukup terhadap pencalonannya. Ditambah, ketua umum [[Partai Amanat Nasional]] (PAN), [[Amien Rais]] dan koalisi Poros Tengahnya yang berisi partai reformasi dan partai Islam, mulai mendorong pencalonan Gus Dur.<ref>{{Cite journal|last=Thompson|first=Eric C.|date=December 1999|title=Indonesia in Transition: the 1999 Presidential Elections|url=http://www.nbr.org/publications/briefing/pdf/brief9.pdf|publisher=National Bureau of Asian Research|archive-url=https://web.archive.org/web/20120925021128/http://www.nbr.org/publications/briefing/pdf/brief9.pdf|archive-date=25 September 2012|access-date=20 June 2009|url-status=dead}}</ref> Gus Dur pada akhirnya memenangkan pemilihan presiden, sementara Megawati terpilih sebagai [[Wakil Presiden Indonesia|Wakil Presiden]].<ref name="AAS 11">{{Harvnb|Ananta|Arifin|Suryadinata|2005|p=11|Ref=none}}</ref> Sebagai presiden, Gus Dur mencabut banyak peraturan yang disahkan pada masa [[Orde Baru]] yang mendiskriminasi [[Orang Tionghoa Indonesia]]. Peraturan-peraturan yang dicabut diantaranya adalah larangan penggunaan [[Aksara Han]] dan gambar pajangan terkait pada kebudayaan Tiongkok. Akibat dari pencabutan peraturan-peraturan tersebut, banyak partai politik mulai mencoba meraup dukungan dari Orang Tionghoa Indonesia dengan menampilkan Aksara Han pada bahan kampanye mereka.<ref>{{Cite news|last=Setiono|first=Benny G.|date=February 2003|title=Etnis Tionghoa dan Partai Politik|url=http://www.indonesiamedia.com/2003/02/berta-0203-tionghoaparpol.htm|work=Indonesia Media|language=id|archive-url=https://web.archive.org/web/20081212061754/http://www.indonesiamedia.com/2003/02/berta-0203-tionghoaparpol.htm|archive-date=12 December 2008|access-date=20 June 2009|url-status=dead}}</ref>
# [[Amien Rais]] dan [[Siswono Yudo Husodo]] (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional)▼
# [[Hamzah Haz]] dan [[Agum Gumelar]] (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan)▼
Setelah [[pemakzulan Abdurrahman Wahid]] oleh MPR pada Juli 2001, MPR menaikkan posisi Megawati sebagai presiden. Megawati ditugaskan untuk menyelesaikan masa tugas lima tahun Gus Dur yang berakhir pada Oktober 2004.<ref name="AAS 112">{{Harvnb|Ananta|Arifin|Suryadinata|2005|p=11|Ref=none}}</ref> Pada sidang tahunan masa 2002, MPR menambahkan beberapa amandemen pada [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]],<ref>{{Cite news|last=Langit|first=Richel|date=16 August 2002|title=Indonesia's military: Business as usual|url=http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/DH16Ae06.html|work=[[Asia Times]]|archive-url=https://web.archive.org/web/20020819185214/http://atimes.com/atimes/Southeast_Asia/DH16Ae06.html|archive-date=19 August 2002|access-date=20 June 2009|url-status=unfit}}</ref> termasuk menghapus 38 kursi khusus untuk [[Militer Indonesia|militer]] di DPR, dan amandemen untuk memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Proses pemilihan presiden akan melibatkan partai politik yang mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan opsi terdapat putaran kedua.<ref>{{Cite news|last=Aglionby|first=John|date=11 August 2002|title=Indonesia takes a giant step down the road to democracy|url=https://www.theguardian.com/world/2002/aug/11/indonesia.johnaglionby|work=[[The Observer]]|access-date=10 June 2009}}</ref>
# [[Megawati Soekarnoputri]] dan [[Hasyim Muzadi]] (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)▼
# [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan [[Jusuf Kalla]] (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)▼
# [[Wiranto]] dan [[Salahuddin Wahid]] (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya)▼
=== Kandidat yang mendaftar ===
[[File:Indonesia_presidential_polls_2004.png|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Indonesia_presidential_polls_2004.png|kiri|jmpl|400x400px|Serangkaian survei pelacakan yang dijalankan oleh [[International Foundation for Electoral Systems]] (IFES) antara bulan Desember 2003 dan akhir Juni 2004 menunjukkan popularitas setiap calon presiden di antara pemilih selama masa seleksi dan kampanye.<ref>{{Cite journal|date=1 July 2004|title=Results from Wave XIV of Tracking Surveys|url=http://www.ifes.org/publication/45d5b9ab8e448881607d9cf731703fe8/2004_Tracking_Survey_Results_from_WaveXIV.pdf|publisher=[[International Foundation for Electoral Systems]]|page=5|archive-url=https://web.archive.org/web/20081129001443/http://www.ifes.org/publication/45d5b9ab8e448881607d9cf731703fe8/2004_Tracking_Survey_Results_from_WaveXIV.pdf|archive-date=29 November 2008|access-date=28 June 2009|url-status=dead}}</ref>]]
Pada Desember 2003 [[International Foundation for Electoral Systems]] (IFES) memulai survei pelacakan untuk menilai popularitas kandidat potensial. Survei tersebut berlanjut hingga awal putaran pertama pemilihan pada 5 Juli dan memasukkan tiga belas kandidat calon presiden. Survei IFES pertama mengindikasikan Presiden [[Megawati Soekarnoputri]] akan memperoleh suara terbanyak. Namun, pada [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 2004|Pemilihan umum legislatif pada April 2004]], purnawirawan Jenderal [[Susilo Bambang Yudhoyono]] memimpin setelah Ia mundur dari kabinet Megawati pada bulan Maret. Kandidat potensial lainnya termasuk [[Ketua Dewan Perwakilan Rakyat]] [[Akbar Tanjung]] dan [[Sultan yogyakarta|Sultan Yogyakarta]], [[Hamengkubuwana X]]<ref name="AAS 67-69">{{Harvnb|Ananta|Arifin|Suryadinata|2005|pp=67–69|Ref=none}}</ref>
Hasil dari pemilihan legislatif menunjukkan partai politik mana saja yang dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hanya partai politik dengan suara minimal 5% atau kursi di DPR sebanyak 3% (17 dari 550 kursi) yang diperbolehkan mencalonkan pasangan calon. Partai politik yang tidak memenuhi kriteria tersebut harus berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi salah satu syarat tersebut. Terdapat tujuh partai politik yang memenuhi kriteria, diantaranya: [[Partai Golongan Karya]] (Golkar), [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]] (PDI-P), [[Partai Kebangkitan Bangsa]] (PKB), [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP), [[Partai Demokrat]] (PD), [[Partai Keadilan Sejahtera]] (PKS), dan [[Partai Amanat Nasional]] (PAN). PKS merupakan satu-satunya partai yang tidak mencalonkan pasangan calon, namun kemudian memberikan dukungannya kepada PAN.<ref name="AAS 70">{{Harvnb|Ananta|Arifin|Suryadinata|2005|p=70|Ref=none}}</ref>
Sebanyak 6 pasangan calon yang mendaftarkan diri diantaranya adalah:
▲# [[Abdurrahman Wahid]] dan [[Marwah Daud Ibrahim]] (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa);
▲# [[Amien Rais]] dan [[Siswono Yudo Husodo]] (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional);
▲# [[Hamzah Haz]] dan [[Agum Gumelar]] (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan);
▲# [[Megawati Soekarnoputri]] dan [[Hasyim Muzadi]] (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan);
▲# [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan [[Jusuf Kalla]] (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia); dan
▲# [[Wiranto]] dan [[Salahuddin Wahid]] (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya).
[[Komisi Pemilihan Umum]] (KPU) mengumumkan daftar final para pasangan calon pada 13 Mei. Setelah pengumuman tersebut, seluruh kandidat diwajibkan untuk menjalani pemeriksaan medis. Pada 22 Mei, KPU mengumumkan bahwa pasangan calon dari PKB, mantan Presiden [[Abdurrahman Wahid]] dan [[Marwah Daud Ibrahim]] dinyatakan tidak lolos dari pemeriksaan medis dikarenakan Abdurrahman Wahid gagal pada pemeriksaan mata.<ref name="AAS 70" /> Awalnya Ia meminta pendukungnya untuk tidak memilih pada hari pemilihan presiden namun memutuskan untuk meralat pernyataan tersebut setelah adanya desakan dari partai.<ref>{{Cite news|date=23 May 2004|title=Gus Dur Tuntut KPU Rp 1 Triliun|url=http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/23/nas01.htm|work=[[Suara Merdeka]]|language=id|archive-url=https://web.archive.org/web/20110716162053/http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/23/nas01.htm|archive-date=16 July 2011|access-date=21 June 2009|url-status=dead}}</ref><ref>{{Cite news|date=24 May 2004|title=Gus Dur Batal Ajak Golput|url=http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/24/pem01.htm|work=[[Suara Merdeka]]|language=id|archive-url=https://web.archive.org/web/20070630101141/http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/24/pem01.htm|archive-date=30 June 2007|access-date=21 June 2009|url-status=dead}}</ref>
=== Kandidat resmi ===
{| class="wikitable" style="font-size:90%; text-align:center"
| colspan="3" style="text-align:center;" |<big><big><big><big><big>'''01'''</big></big></big></big></big>
|-
| colspan="3" style="background:#f1f1f1;" |'''[[Partai Golongan Karya|Pasangan Calon Partai Golongan Karya]]'''
|-
! style="font-size:135%; background:#FFFF00" |[[Wiranto|{{color|black|Wiranto}}]]
! style="font-size:135%; background:#FFFF00" |[[Salahuddin Wahid|{{color|black|Salahuddin Wahid}}]]
| rowspan="2" style="background:#f1f1f1" |'''Partai Politik'''
|- style="color:#000; font-size:100%; "
| style="width:3em; width:200px; background:#FFFFB3" |'''''Calon Presiden'''''
| style="width:3em; width:200px; background:#FFFFB3" |'''''Calon Wakil Presiden'''''
|-
|[[File:Wiranto.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Wiranto.jpg|tepi|pus|200x200px]]
|[[File:Salahuddin_wahid_2004_election.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Salahuddin_wahid_2004_election.jpg|tepi|pus|200x200px]]
| rowspan="2" |{{Legend|#FFFF00|[[Golkar]]}}{{Legend|#054C30|[[Democratic Nationhood Party|PDK]]}}{{Legend|#CC1F1D|[[Partai Patriot|Patriot]]}}
|-
|[[Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan]] (1999–2000)
[[Panglima ABRI|Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia]] (1998–1999)
|Anggota [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]] (1998–1999)
|-
| colspan="3" |{{Percentage bar|23.82|width=250|c=#FFFF00}}
|-
| colspan="3" |'''[[Kampanye Wiranto-Salahuddin Wahid dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2004|Kampanye]]'''
|}
Golkar sebelumnya telah memenangkan pemilihan legislatif setelah kalah dari PDI-P lima tahun sebelumnya. Golkar mencalonkan Jenderal purnawirawan Wiranto dan Salahuddin Wahid, anggota MPR dan wakil ketua [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia]]. Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 1 pada surat suara.<ref name="Ballot">{{Cite news|date=24 May 2004|title=5 Pasang Capres-Cawapres Peroleh Nomor Urut|url=http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0405/24/utama/1040214.htm|work=[[Kompas]]|language=id|archive-url=https://web.archive.org/web/20040618082422/http://www.kompas.com/kompas-cetak/0405/24/utama/1040214.htm|archive-date=18 June 2004|access-date=10 September 2009}}</ref>
Wiranto merupakan [[Ajudan Presiden Indonesia|Ajudan]] mantan Presiden [[Soeharto]] di tahun 1989-1993. Pada masa tersebut, ia secara cepat naik pangkat hingga mendapatkan pangkat Jenderal dan kemudian menjadi Panglima [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia]] (ABRI).<ref name="AAS 71" />
Wiranto was an [[:en:Adjutant|adjutant]] to former President [[:en:Suharto|Suharto]] in 1989–1993. During this time, he rapidly rose to the rank of full general and eventually became the head of the [[:en:Indonesian_National_Armed_Forces|National Armed Forces]].<ref name="AAS 71">{{Harvnb|Ananta|Arifin|Suryadinata|2005|p=71|Ref=none}}</ref> When riots broke out throughout the country in 1998 against Suharto, he refused to take control in order to avoid the deaths of protesting university students. In 1999, as [[:en:East_Timor|East Timor]] held an independence referendum, Wiranto was accused of having taken part in inciting violence among East Timorese along with several other officers; however, he was never issued an arrest warrant by [[:en:Interpol|Interpol]].<ref name="CNN Wiranto">{{Cite news|last=Chew|first=Amy|date=22 December 2003|title=Wiranto emerges as 2004 contender|url=http://edition.cnn.com/2003/WORLD/asiapcf/southeast/12/19/indonesia.wiranto/|publisher=[[CNN]]|access-date=21 June 2009}}</ref> Under President Abdurrahman Wahid, Wiranto served as the Coordinating Minister for Political and Security Affairs but was later dismissed. On 20 April 2004, the Golkar Convention voted to nominate him for president over DPR Speaker Akbar Tanjung in the second round of voting.<ref name="AAS 71" />
On 9 May, Golkar selected Salahuddin Wahid (also known as Gus Sholah) as its vice-presidential candidate after an endorsement was made by his brother Abdurrahman.<ref>{{Cite news|date=10 May 2004|title=Golkar picks Gus Solah as VP candidate|url=http://www.thejakartapost.com/news/2004/05/10/golkar-picks-gus-solah-vp-candidate.html|work=[[The Jakarta Post]]|archive-url=https://web.archive.org/web/20110607121810/http://www.thejakartapost.com/news/2004/05/10/golkar-picks-gus-solah-vp-candidate.html|archive-date=7 June 2011|access-date=28 June 2009|url-status=dead}}</ref> Because Salahuddin was also a deputy chairman of the Central Board of [[:en:Nahdlatul_Ulama|Nahdlatul Ulama]], many NU members criticised him for not adhering to the organisation's {{lang|id|khittah}}, which affirmed the NU's status as a non-political organisation.<ref name="Khittah">{{Cite book|last=Fealy|first=Greg|year=2007|title=Islamic Legitimacy in a Plural Asia|place=London|publisher=Routledge|isbn=978-0-415-45173-4|editor1-last=Reid|editor1-first=Anthony|editor1-link=Anthony Reid (academic)|page=163|chapter=The political contingency of reform-mindedness in Indonesia's Nahdlatul Ulama: interest politics and the ''Khittah''|editor2-last=Gilsenan|editor2-first=Michael|name-list-style=amp}}</ref> With this nomination, PKB leaders officially supported the Wiranto–Salahuddin pair for the election.<ref name="AAS 71" />
Salahuddin's position on the human rights commission helped the reputation of Wiranto. However, because both candidates were of [[:en:Javanese_people|Javanese]] background, they were not expected to attract as many voters who were not Javanese.<ref name="AAS 71" />
{| class="wikitable"
!Nomor
|