Dampak peternakan terhadap lingkungan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 12:
[[Peternakan di Indonesia|Peternakan]] merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca yang cukup besar. Sapi, [[domba]], dan hewan ruminansia lainnya mencerna makanannya melalui [[fermentasi]] enterik, dan sendawa mereka merupakan sumber utama emisi metana dari penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan, dan [[kehutanan]]. Bersama dengan metana dan dinitrogen oksida dari kotoran ternak, hal ini menjadikan peternakan sebagai sumber utama emisi gas rumah kaca dari kegiatan pertanian. Mengurangi konsumsi [[daging]] secara besar besaran sangat penting, karena cara ini dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim, terutama ketika [[populasi]] manusia diperkirakan meningkat sebesar 2,3 miliar pada pertengahan abad ini.<ref>{{Cite news|last=Carrington|first=Damian|last2=editor|first2=Damian Carrington Environment|date=2018-10-10|title=Huge reduction in meat-eating ‘essential’ to avoid climate breakdown|url=https://www.theguardian.com/environment/2018/oct/10/huge-reduction-in-meat-eating-essential-to-avoid-climate-breakdown|newspaper=The Guardian|language=en-GB|issn=0261-3077|access-date=2023-12-28}}</ref>
penurunan permintaan pasokan daging dapat mempengaruhi jumlah produksi daging, sehingga secara langsung dapat mengurangi dampak yang ditimbilkan oleh produksi daging terhadap lingkungan. Diperkirakan bahwa konsumsi daging global akan berlipat ganda pada tahun 2000 hingga 2050, ini disebabkan oleh sebagian besar peningkatan populasi dunia, namun juga sebagian disebabkan oleh peningkatan konsumsi daging per kapita (sebagian besar peningkatan konsumsi per kapita terjadi di negara-negara berkembang) .
== sejarah ternak ==
|