Teuku Ben Mahmud: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Al Asyi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Al Asyi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 49:
Pada awal abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Kuta Batee antara beberapa pemimpin koloni dari Pidie dan Aceh Besar. Hingga kemudian Tuanku Pangeran Husein bin [[Sultan Mansur Syah|Sultan Alaiddin Ibrahim Mansur Syah]] (1836-1869) dapat mendamaikan keduabelah pihak yang bertikai sekaligus memberikan ''cap seuteungoh'' kepada Teuku Ben Abbas sebagai uleebalang Blangpidie yang pertama terlepas dari Kenegerian [[Susoh, Aceh Barat Daya|Susoh]].
 
Setelah Teuku Ben Abbas meninggal dunia, kepemimpinan kenegerian Blangpidie dilanjutkan oleh Teuku Ben Mahmud. Saat masa kecil Teuku Ben Mahmud bertindak sebagai pemangku raja, sedangkan pemerintahan dikendalikan oleh Teuku MudaNyak Sawang gelar Raja Muda Blangpidie, uleebalang [[Pulau Kayu, Susoh, Aceh Barat Daya|Pulau Kayu]].
 
Hubungan antara uleebalang Blangpidie dengan uleebalang Pulau Kayu bermula dari tokoh pendiri kenegerian Pulau Kayu yang bernama Teuku Nyak Syeh yang menikahi Nyak Buleun, cucu tertua dari Tok Gam. Pulau Kayu kala itu menjadi pelabuhan satu-satunya Blangpidie yang bersebelahan langsung dengan Bandar Susoh.
Baris 55:
Saat Teuku Ben Mahmud menunjukkan sikap perlawanan terhadap Belanda pada 1873, Teuku Nyak Sawang bertindak atas nama uleebalang Blangpidie menandatangani ''Korte Verklaring'' dengan Belanda pada tahun 1874.
 
Teuku Ben Mahmud memiliki empat orang istri yaitu Cut Meurah, Cut Mata Ie, Cut Gadih dan Cut Linggam. IstriPutra pertamanya adalahbersama istri pertama (Cut Meurah binti Teuku Pang Chik.) Merekalahir dikaruniaipada putratahun pertama1884 yaitudan diberi nama Teuku Banta Sulaiman pada 1884.
 
Pada tahun 1885, Teuku Ben Mahmud ditunjuk oleh [[Sultan Muhammad Daud Syah]] sebagai uleebalang Blangpidie dengan gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Namun dianggap tidak sah oleh Belanda. Sedangkan berdasarkan besluit Belanda, uleebalang Blangpidie dijabat Teuku Nyak Sawang gelar Raja Muda Blangpidie.
Baris 63:
Pengukuhan perjanjian itu dituangkan dalam Akta No.10 tanggal 15 Juni 1901, ketika Teuku Raja Cut menjabat sebagai uleebalang Pulau Kayu. Akan tetapi, akta tersebut tidak sempat dilaksanakan dikarenakan Teuku Raja Cut meninggal, sehingga seterusnya keturunan Teuku Ben Mahmud dianggap sebagai penguasa wilayah tersebut dengan nama ''Zelfbestuurder Blangpidie.''
 
Seterusnya, Teuku Banta Sulaiman bin Teuki Ben Mahmud menjadi uleebalang Blangpidie dan Teuku Umar bin Teuku Raja Cut menjadi uleebalang cut Pulau Kayu. SementaraAdapun Teuku Muhammad Daud bin Teuku Raja Cut menjadi uleebalang cut [[Guhang, Blangpidie, Aceh Barat Daya|Guhang]] dengan gaji 25 Gulden. Gaji ini lebih tinggi daripada gaji uleebalang cut lainnya di Pantai Barat Selatan Aceh.<ref>{{Cite web|title=PENDUDUK DAN PERMUKIMAN DI BLANGPIDIE PADA MASA LALU (1663-1942)|url=https://123dok.com/article/penduduk-permukiman-blangpidie-masa.yjj5812y|website=123dok.com|language=id|access-date=2022-10-12}}</ref>
 
==Perjuangan==