Abdoel Moeis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
Laindan (bicara | kontrib)
#1lib1ref #1lib1refid
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 43:
Tahun 1917, ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School – [[Institut Teknologi Bandung]] (ITB) di Priangan. Pada tahun [[1918]], Abdoel Moeis ditunjuk sebagai anggota [[Volksraad]] mewakili [[Syarikat Islam|Central Sarekat Islam]].<ref>{{cite book|last =Setiono|first =Benny. G|authorlink =|coauthors =|title =Tionghoa dalam Pusaran Politik|publisher =TransMedia|date =2002|location =Jakarta|url =|doi =|isbn =|page =355}}</ref>
 
Bulan Juni 1919, seorang pengawas Belanda di [[Toli-Toli]], [[Sulawesi Utara]] [[Pemberontakan Rakyat Tolitoli 1919|dibunuh setelah ia berpidato di sana]]. Abdoel Moeis dituduh telah menghasut rakyat untuk menolak kerja rodi sehingga terjadi pembunuhan tersebut. Atas kejadian itu dia dipersalahkan dan dipenjara.<ref name="Abdoel Moeis2"/> Selain berpidato ia juga berjuang melalui berbagai media cetak. Dalam tulisannya pada harian berbahasa Belanda ''[[De Expres]]s'', Abdoel Moeis mengecam tulisan orang-orang kolonialis Belanda.<ref name=":1">{{factCite web|title=Artikel "Abdoel Moeis" - Ensiklopedia Sastra Indonesia|url=https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Abdoel_Moeis|website=ensiklopedia.kemdikbud.go.id|access-date=2024-01-15}}</ref>
 
Pada tahun 1920, dia terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian. Setahun kemudian ia memimpin pemogokan kaum buruh di [[Yogyakarta]]. Pada 1923 ia mengunjungi [[Kota Padang|Padang]], [[Sumatera Barat]]. Di sana ia mengundang para penghulu adat untuk bermusyawarah, menentang pajak yang memberatkan masyarakat Minangkabau. Berkat aksinya tersebut ia dilarang berpolitik. Selain itu, ia juga dikenakan ''passentelsel'' yang melarangnya tinggal di [[Sumatera Barat]] dan keluar dari Pulau Jawa. Kemudian ia diasingkan ke [[Kota Garut|Garut]], [[Jawa Barat]]. Di kota ini ia menyelesaikan novelnya yang cukup terkenal yaitu ''Salah Asuhan''.{{Butuh<ref rujukan}}name=":1" />
 
Abdoel Moeis merupakan tokoh yang begitu komitmen terhadap perjuangan dan nasib rakyat yang saat itu sedang dijajah. Tidak hanya melalui garis profesi [[sastrawan]], ia bahkan berjuang dalam dunia politik. Tulisan-tulisan Abdoel Moeis yang tajam dan gerakan-gerakan politiknya itulah yang kemudian menyebabkannya dilarang tinggal di tempat kelahirannya. Ia kemudian memilih daerah [[Kabupaten Garut|Garut]] sebagai tanah pengasingannya, dan di sanalah ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya.<ref>{{Cite book|title=Jejak-jejak Pengasingan Para Tokoh Bangsa|last=Faidi|first=A|publisher=Saufa|year=2014|isbn=9786022554646|location=Yogyakarta|pages=15-16}}</ref>