Lantaka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Etimologi: Partington's book does not indicate about the ornamentation or that the cannons mentioned were lantaka. The rest of the paragraph is unsourced for several years. |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 8:
Rentaka adalah "adik" dari lela, mereka lebih kecil, dengan panjang kurang dari 100 cm.<ref name=":5" />{{Rp|122–123}} Biasanya, diameter lubang meriam ini berkisar antara 10–50 mm.<ref name=":2">{{Cite web|url=http://www.acant.org.au/Articles/MalayCannons.html|title=Cannons of the Malay Archipelago|website=www.acant.org.au|access-date=2020-01-25}}</ref> Banyak dari senjata tersebut dipasang di garpu putar (disebut ''cagak'' dalam bahasa Melayu)<ref name=":2" /> dan dikenal sebagai meriam putar. Meriam yang lebih kecil dapat dipasang di mana saja termasuk di tali-temali kapal (''rigging''). Meriam berukuran sedang sering digunakan dalam soket yang diperkuat pada rel kapal dan kadang-kadang disebut sebagai senjata rel. Meriam putar terberat dipasang pada [[pedati meriam]] (''gun carriage'') agar lebih mudah dibawa.
[[Berkas:Iban Prahu.jpg|jmpl|250x250px|Perahu perang Iban di sungai Skerang.]]
== Sejarah ==
Asal usul persenjataan berbasis mesiu di kepulauan Nusantara dapat ditelusuri dari akhir abad ke-13. [[Invasi Mongol ke Jawa]] (1293) membawa teknologi [[bubuk mesiu]] ke Jawa dalam bentuk meriam (Bahasa Cina: 炮—"Pào").<ref name="Schlegel">Schlegel, Gustaaf (1902). "On the Invention and Use of Fire-Arms and Gunpowder in China, Prior to the Arrival of European". ''T'oung Pao''. 3: 1–11.</ref>{{Rp|1–2}}<ref>Lombard, Denys (2005). ''Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 208.</ref><ref>Reid, Anthony (2011). ''Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid II: Jaringan Perdagangan Global''. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hal. 255.</ref> Ini menghasilkan [[cetbang]] gaya Timur yang mirip dengan meriam Cina. Namun meriam putar baru berkembang di Nusantara karena hubungan maritim yang erat antara kepulauan Nusantara dengan wilayah India Barat setelah 1460 M, yang membawa senjata mesiu jenis baru ke Nusantara, kemungkinan melalui perantara Arab. Senjata ini tampaknya merupakan meriam dan bedil tradisi Turki Usmani, misalnya [[prangi]], yaitu meriam putar isian belakang. Jenis cetbang baru, yang disebut cetbang gaya Barat, dikembangkan dari meriam prangi Turki. Sama seperti prangi, cetbang ini adalah meriam putar isian belakang yang terbuat dari perunggu atau besi, menembakkan peluru tunggal atau ''scattershot'' (peluru sebar—peluru kecil dalam jumlah banyak).<ref name=":10">Averoes, Muhammad (2020). Antara Cerita dan Sejarah: Meriam Cetbang Majapahit. ''Jurnal Sejarah'', 3(2), 89 - 100.</ref>{{Rp|94-95}}
Baris 17 ⟶ 18:
De Barros menyebutkan bahwa saat jatuhnya Melaka, Albuquerque merebut 3.000 dari 8.000 artileri. Di antaranya, 2.000 terbuat dari kuningan dan sisanya dari besi, dalam gaya meriam ''berço'' ([[meriam putar isian belakang]]) Portugis. Semua artileri memiliki pedati meriam yang tepat yang tidak dapat disaingi bahkan oleh Portugal.<ref name="google">{{Cite book|url=http://books.google.com.my/books?id=fNZBSqd2cToC&pg=PA279&dq=malacca+cannon&hl=en&ei=YciETdjmGs_BcbGVwJ4D&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=2&ved=0CDAQ6AEwAQ#v=onepage&q=malacca%20cannon&f=false|title=A History of Greek Fire and Gunpowder|publisher=|accessdate=12 December 2014}}</ref><ref name=":222">{{Cite book|last=Crawfurd|first=John|year=1856|url=https://archive.org/details/adescriptivedic00crawgoog|title=A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries|publisher=Bradbury and Evans}}</ref>{{Rp|22, 247}}<ref name=":52">{{Cite book|last=Birch|first=Walter de Gray|year=1875|url=https://archive.org/details/commentariesgre02unkngoog/page/n7/mode/2up?q|title=The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 volume 3|location=London|publisher=The Hakluyt Society}}</ref>{{rp|127-128}} [[Afonso de Albuquerque]] menganggap pembuat senjata api dan meriam di Melaka berada di level yang sama dengan Jerman. Namun, dia tidak menyebutkan etnis apa yang membuat senjata api dan meriam Melaka.<ref name=":52" />{{rp|128}}<ref>{{cite book|last=Reid|first=Anthony|year=1993|title=Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680. Volume Two: Expansion and Crisis|location=New Haven and London|publisher=Yale University Press}}</ref>{{Rp|221}}<ref name=":6" />{{rp|4}} Duarte Barbosa menyatakan bahwa pembuat arquebus di Melaka adalah orang Jawa.<ref name=":11">Reid, Anthony (1989). [https://archive.org/details/reid-anthony-the-organization-of-production-1989/mode/2up?q The Organization of Production in the Pre-Colonial Southeast Asian Port City]. In Broeze, Frank (Ed.), ''Brides of the Sea: Asian Port Cities in the Colonial Era'' (pp. 54–74). University of Hawaii Press.</ref>{{Rp|69}} Orang Jawa juga membuat meriam secara mandiri di Melaka.<ref name=":0" /> Anthony Reid berpendapat bahwa orang Jawa menangani banyak pekerjaan produktif di Melaka sebelum tahun 1511 dan di Pattani pada abad ke-17.<ref name=":11" />{{Rp|69}}
Wan Mohd Dasuki Wan Hasbullah menjelaskan beberapa fakta akan keadaan persenjataan bubuk mesiu di Melaka dan negara Melayu lainnya sebelum
# Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa [[bedil]], meriam, dan bubuk mesiu dibuat di negara-negara Melayu.
Baris 27 ⟶ 28:
Perlu dicatat bahwa, meskipun memiliki banyak artileri dan senjata api, senjata [[Kesultanan Melaka]] umumnya dan sebagian besarnya dibeli dari orang Jawa dan Gujarat, di mana orang Jawa dan Gujarat bertugas sebagai operator senjata. Pada awal abad ke-16, sebelum kedatangan Portugis, orang Melayu kekurangan senjata bubuk mesiu. ''[[Sejarah Melayu]]'' menyebutkan bahwa pada tahun 1509 mereka tidak mengerti "mengapa peluru membunuh", menunjukkan ketidakbiasaan mereka menggunakan senjata api dalam pertempuran, jika tidak dalam upacara.<ref name=":6">Charney, Michael (2012). Iberians and Southeast Asians at War: the Violent First Encounter at Melaka in 1511 and After. Di ''Waffen Wissen Wandel: Anpassung und Lernen in transkulturellen Erstkonflikten''. Hamburger Edition.</ref>{{Rp|3}} Sebagaimana dicatat ''Sejarah Melayu'':<blockquote>''Setelah datang ke Melaka, maka bertemu, ditembaknya dengan meriam. Maka segala orang Melaka pun hairan, terkejut mendengar bunyi meriam itu. Katanya, "Bunyi apa ini, seperti guruh ini?". Maka meriam itu pun datanglah mengenai orang Melaka, ada yang putus lehernya, ada yang putus tangannya, ada yang panggal pahanya. Maka bertambahlah hairannya orang Melaka melihat fi'il bedil itu. Katanya: "Apa namanya senjata yang bulat itu maka dengan tajamnya maka ia membunuh?" <ref>Kheng, Cheah Boon (1998). ''Sejarah Melayu The Malay Annals MS RAFFLES No. 18 Edisi Rumi Baru/New Romanised Edition''. Academic Art & Printing Services Sdn. Bhd.</ref>{{Rp|254-255}}''</blockquote>
Buku ''Lendas da India'' karya Gaspar Correia dan ''Asia Portuguesa''
[[Portugal]] dan [[Belanda]] cepat menyadari bahwa mereka bisa menukar meriam tidak hanya untuk rempah-rempah dan porselen, tetapi juga untuk dijaminnya perjalanan yang aman di perairan yang dipenuhi bajak laut. Pabrik lokal terus memproduksi senjata, menggunakan pola lokal dan desain dari kuningan dan perunggu. Corak [[buaya]], [[lumba-lumba]], [[burung]] dan [[naga]] merupakan motif umum.{{Cannon}}
|