Komando Distrik Militer 0704: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k saya menambahkan sejarah Kodim 0704/Banjarnegara dan merubah pejabat Komandan Kodim dari tahun 1985 Tag: Dikembalikan menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor |
|||
Baris 12:
'''Komando Distrik Militer 0704/Banjarnegara''' merupakan satuan kewilayahan yang berada dibawah komando [[Komando Resor Militer 071|Korem 071/Wijayakusuma]]. Kodim 0704/Banjarnegara memiliki wilayah teritorial yang meliputi [[Kabupaten Banjarnegara]]. Markas Kodim 0704/Banjarnegara berada Jalan Pemuda, Krandegan, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara.
==
PENDAHULUAN
Perlu diungkapkan disini, bahwa semangat dan dorongan untuk menulis buku ini, lebih tertumpu pada upaya mewariskan nilai-nilai kepejuangan pada generasi muda, bukan pada semangat penelitian ilmiah. Sebagai bangsa pejuang, kita meyakini bahwa nilai-nilai kepejuangan seperti, semangat berjuang tanpa pamrih, kerelaan menderita untuk bangsa dan negara atau keinginan mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi, adalah nilai-nilai yang perlu dilestarikan, diwariskan dan ditumbuhkembangkan pada generasi penerus.
Namun demikian, penulis tetap mencoba agar pemaparan data-data dalam buku ini tetap berdasarkan pada “ scientific attitude “ atau semangat ilmiah. Artinya data-data yang disajikan tatap diupayakan valid atau dapat dipertanggung jawabkan. Nama-nama tempat kejadian, jenis senjata atau istilah-istilah dalam bahasa Belanda atau Jepang telah diusahakan memiliki validitas sebagai data yang benar. Di samping itu penilaian terhadap sebuah pertempuran atau kondisi sesuatu tempat saat itu, tetap ditulis dengan “ apa adanya “ dan menjunjung tinggi obyektivitas.
Tetapi cara penulisannya memang tidak menggunakan metoda-metoda ilmiah, sebagaimana layaknya sebuah buku sejarah ditulis. Apa yang lahir dari pemikiran penulis hanyalah sebuah “ cerita “. Sebuah uraian panjang tentang perjuangan merebut kemerdekaan di Banjarnegara. Cara menceritakannya menggunakan bahasa “ bertutur “. Bahasa naratif yang diharapkan mudah dinikmati oleh pembaca. Maka sistimatika yang digunakanpun, memperlihatkan rangkaian peristiwa yang disajikan secara kronologis; berurutan dari waktu ke waktu. Semuanya mengalir begitu saja, tanpa analisa, tanpa referensi dan sekali-kali digunakan bahasa oratoris, karena semangat patriotisme yang tiba-tiba bangkit ketika mengenang teman-teman yang gugur atau penderitaan rakyat dalam belenggu penjajah.
Untuk mendekati kenyataan konkrit yang ada saat itu, buku ini dibagi dalam bab-bab yang agak rinci atau detail. Keseluruhannya terbagi dalam tulisan/cerita, menggambarkan prolog dan epilog peristiwa perebutan kemerdekaan di Banjarnegara. Tidak hanya menggambarkan atau merefleksikan sejarah perjuangan di masa lampau tapi juga mencoba memproyeksikan tatapan ke masa depan, dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih cerah di Banjarnegara. Maka pada Bab II, dipaparkan terlebih dahulu, saat-saat pra-kemerdekaan di Kabupaten Banjarnegara. Dari Perang Asia Timur Raya, kedatangan Jepang di Indonesia dan segala penderitaan rakyat pada masa pendudukannya; seperti pengerahan tenaga sebagai romusha dan kekurangan sandang sehingga kain ”bagor”pun dimanfaatkan sebagai celana. Bab ini diakhiri dengan dengan pembentukan tentara PETA dan kekalahan Jepang dalam perang melawan sekutu.
BAB I
SEKITAR PEMBENTUKAN
1. Latar belakang.
a. Proklamasi kemerdekaan disampaikan, tentara PETA dan HEIHO dibubarkan, BKR sebagai cikal bakal ABRI dibentuk dan berbagai pertempuran sengit di medan pertempuran dengan Jepang maupun sekutu. Untuk memberi penekanan suasana yang sedang terjadi, juga disajikan di sini suasana perang di Magelang, Ambarawa, Semarang, Purwakarta dan Bandung sebelah Timur. Pertempuran-pertempuran tersebut sedikit banyak memang berkaitan dan saling mempengaruhi.
Berbagai pertempuran yang ditulis kemudian, dari yang berskala ”kecil-kecilan” sampai yang berpengaruh strategis terhadap upaya merebut kemerdekaan, telah disampaikan pendahulu. Ada saat pejuang-pejuang kita harus bertahan bahkan terpukul mundur tapi ada saat-saat mereka memenangkan pertempuran dan berteriak ”merdeka”. Tetapi jawaban dari agresi Belanda dengan perang gerilya adalah sesuatu yang tepat. Berbagai penghadangan, penyergapan atau penyerangan pos-pos Belanda merupakan gambaran betapa gigih dan heroiknya para gerilyawan kita yang pada gilirannya sangat melemahkan pasukan Belanda.
Dan terjadilah Konperensi Meja Bundar tanggal 23 Agustus 1949, kemudian pembentukan Republik Indonesia Serikat, TNI masuk Jakarta dan berkibarlah Sang Saka Merah Putih untuk selamanya. Merdeka.
Merupakan proyeksi dari keseluruhan peristiwa merebut kemerdekaan di Banjarnegara dalam tatapan ke masa depan. Kabupaten Banjarnegara adalah bagian integral dari bumi Indonesia yang telah dipertahankan dengan darah dan perjuangan panjang yang mempertaruhkan nyawa, maka selayaknyalah sekarang dengan semangat kepejuangan yang sama. Banyak potensi yang dapat dikembangkan untuk hari esok yang lebih cerah, lebih baik dari hari kemarin dan apa yang telah kita raih pada hari ini.
b. Belanda melanjutkan agresinya secara besar-besaran.
Apa yang diduga akhirnya datang juga. Pada tanggal 19 Desember 1948 ratusan ribu Tentara Belanda secara serentak telah bergerak menyerbu kedudukan Pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta dan seluruh Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Timur, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.
Pasukan payung Belanda diterjunkan di lapangan terbang Maguwo Yogya. Dari darat mereka menyerang dengan tank-tank. Pesawat-pesawat terbang Belanda menyerang Ibukota dengan bom dan Mitraliur. Pasukan-pasukan motornya maju menduduki berbagai kota Republik. Ibukota dan kota-kota lainnya semua diduduki Belanda. Namun Belanda tidak menyadari, bahwa Belanda tidak mungkin menduduki dan menguasai isi hati setiap rakyat Indonesia, terutama para pejuangnya, bahkan gerakannya itu merupakan bahan bakar yang menyulut api perjuangan yang tersimpan pada setiap pejuang melawan penjajah Belanda sampai titik darh penghabisan, dan sekali Merdeka tetap Merdeka, dan Belanda harus dienyahkan dari bumi Indonesia.
Belanda menyerbu dan menduduki Ibukota Yogya, namun TNI sudah mempersiapkan segalanya. TNI dengan tenang mengambil langkah yang telah direncanakan. Semua anggota TNI telah mengetahui tempat tugasnya yang baru, di tempat daerahnya masing-masing untuk penguasaan medan yang telah dikenalnya guna melaksanakan perang rakyat semesta dengan taktik perang gerilya yang telah dipersiapkan.
TNI Divisi Siliwangi dengan cepat bergerak menuju tempat tugasnya untuk kembali ke daerah Jawa Barat. Secara bergelombang mereka bergerak dari daerah Madiun, Solo, Yogya, Kedu dan Banjarnegara.
Bergerak dalam kesatuan Batalyon bersama keluarganya, dan hampir seluruhnya mengambil route sepanjang pegunungan Kendeng, Samigaluh, Benerm Kepil, Kaliwiro, Lamuk Wonosobo dan masuk wilayah Banjarnegara sebelum melewati sungai Serayu.
Mereka bersama keluarganya, dan di antaranya terdapat yang sedang mengandung atau hamil tua dan melahirkan di jalan di tengah hutan sehingga harus dititipkan kepada dusun yang terdekat. Membawa anak kecil yang sedang sakit, dan kemudian meninggal, seperti putra Jendral Poniman Menteri Pertahanan (1983 – 1987) dahulu Kapten Komandan Kompi. Banyak terdapat anggota Divisi Siliwangi yang sakit dan kemudian ditinggalkan, ada yang dipapah dan dirampas oleh isterinya dimana senjatanya di ambil alih oleh isterinya selama dalam perjalanan.
Bagaimana mereka mendapat perbekalan logistik dalam perjalanan dengan pasukan yang bergerak begitu besar, mereka kadang-kadang untuk beberapa hari tidak dapat makan; kalau toh tersedia bahan makanan yang tidak banyak, mereka harus membagikan di antara kawan dan keluarganya. Sepanjang jalan yang dilaluinya, rakyat dengan kesadaran memberikan apa yang dimilikinya. Rumah yang sangat sederhana disediakan untuk sekedar beristirahat, bahan pangan yang ada pada hari itu seluruhnya disediakan untuk menjamunya, bahkan buah petai dan jengkol yang masih di pohon, padi yang menguning di sawah juga disumbangkan untuk menjamu mereka pra pejuang dari Divisi Siliwangi yang sangat memerlukan. Kelapa muda dirontokkan dari pohonnya sekedar usaha menjamu para pejuang dengan rela dan ikhlas demi perjuangan.
Di Banjarnegara Divisi Siliwangi mengambil route Sigaluh menyebrang jembatan gantung menuju Madukoro, Banjarmangu kemudian menyebrang kali Kacangan yang sedang banjir dan juga membawa korban, kemudian memasuki daerah Purbalingga yang harus menyebrangi kali Kelawing, kemudian menyusuri punggung Gunung Slamet, masuk Ajibarang, Bumiayu, kemudian memasuki tempat tujuan ialah Jawa Barat. Dan di Jawa Barat sebelum bertempur melawan Belanda, mereka harus berebut daerah lebih dahulu dengan DI-TII yang sebelumnya sudah berada ditempat itu.
Divisi Siliwangi memasuki daerah tugas dengan bertempur segi tiga, ialah dengan Tentara Belanda dan juga dengan DI/TII.
Betapa berat penderitaan Divisi Siliwangi setelah ditarik dari kantong-kantong dengan long Marchnya kemudian menghadapi pemberontakan PKI Muso, kemudian setelah menghadapi agresi Belanda kedua, kini harus kembali ketempat tugas untuk perang Gerilya menghadapi Tentara Belanda dan juga DI/TII.
c. Tentara Belanda memasuki Banjarnegara.
Untuk menghadapi agresi Belanda di wilayah Republik sebelah Barat khususnya di Banjarnegara, Batalyon Lukas Kustaryo dari Divisi Siliwangi ditempatkan di garis depan pada garis demarkasi dengan poros jembatan JOHO dan menduduki Kecamatan Bawang, untuk memudahkan melintas ke Jawa Barat apabila Belanda memulai agresinya yang kedua. Di dalam Batalyon Lukas terdapat bekas Anggota Tentara Jepang yang menyebrang dan bergabung pada RI, dengan nama Indonesia Kartubi.
Kartubi dikenal keberaniannya untuk memasuki dan menyelidiki daerah kedudukan Belanda dan mengadakan pengacauan dan sabotase, dan juga mendapat tugas sebagai seiko atau mata-mata RI untuk mengawasi gerak-gerik Tentara Belanda, terutama dalam kesiapannya untuk melanjutkan agresinya guna menduduki semua sisa wilayah RI yang masih ada. Sehari-harinya Kartubi nongkrong di bawah pohon randu yang ada di perempatan pecinan Banjarnegara yang sekarang adalah perempatan Jalan Raya Suprapto yang bersilangan dengan jalan Al-Munawwaroh dan jalan Serma Mukhlas, mengobrol dengan semua orang yang berada di tempat itu.
Tentara Belanda memasuki Banjarnegara tidak semudah, seperti Belanda memasuki kota-kota lain yang pada agresinya yang kedua, Belanda memasuki Banjarnegara mengalami perlawanan dan hambatan dan sempat terhenti dan mundur kembali ke tempat kedudukannya di Klampok Purwareja untuk menunggu bala bantuan yang lebih kuat.
Hasil tugas Jepang Kartubi yang mengamati gerak gerik musuh, dan Batalyon Lukas yang menduduki garis terdepan sempat mengadakan kesiapan untuk mencegat gerak maju musuh yang menerobos garis demarkasi melewati pos Joho.
Pada satu hari sebelum gerakan Tentara Belanda pada tanggal 18 Desember 1948, Batalyon Lukas sudah menyusun stelling pertahanan untuk menghadapi gerak maju Tentara Belanda di sebelah Barat Banjarnegara. Beberapa Kompi dengan Markas Batalyon mengadakan stelling di sebelah selatan jalan, sebelah selatan kali, arah depan makam ke Timur ke arah jalan simpang tiga Gemuruh, sedangkan di sebelah utara jalan ditempatkan pasukan di Desa Blitar dan Blambangan. Sedangkan poros jalan besar dikosongkan untuk memungkinkan gerak maju Belanda tanpa rintangan sebagai perangkap.
Pada pagi hari tanggal 19 Desember 1948, dengan didahului tembakan kanonade, tentara Belanda di darat melalui jalan besar bergerak menuju Banjarnegara, dengan didahului pasukan pengawal depan yang dipimpin oleh seorang Belanda totok dari KNIL dengan nama Indonesia SETAMENGGALA. Dan Belanda ini terkenal dengan kekejamannya terhadap rakyat dalam pendudukan.
Dari Joho gerak maju Tentara Belanda dibiarkan dengan aman, namun setelah bagian depannya sampai di Desa Gemuruh, maka bagian belakangnya di gunting dan di potong dan pecah pertempuran yang seru, dimana Belanda tidak mampu untuk menerobos pertahanan Batalyon Lukas, dimana pasukan Belanda yang di belakang terpaksa mundur kembali ke Purwareja Klampok untuk menunggu bala bantuan. Yang berada di depan dengan pimpinan Sersan Setamenggala yang terdiri dari beberapa orang Belanda dan pribumi sebanyak + 11 (sebelas) orang disergap dan tanpa perlawanan berhasil ditawan. Sersan Setamenggala dengan seorang Belanda yang masih muda ditawan dan dibawa ke Desa Pagedongan ditempatkan di dalam satu rumah penduduk. Sedangkan lainnya dibawa oleh Batalyon Lukas sebagai tawanan.
Belanda gagal memasuki Banjarnegara dari sebelah barat dan tertunda untuk beberapa hari, menunggu bala bantuan untuk dapat memasuki Banjarnegara.
Sedangkan Batalyon Lukas setelah mendengar berita bahwa semua kota sisa wilayah RI telah diduduki Belanda kecuali Banjarnegara, maka terus bergerak ke Barat lewat Gumelem dan Somagede, dengan maksud melintasi sungai Serayu di Banyumas untuk kembali ke Jawa Barat.
Namun untuk melewati jembatan Sungai Serayu di Banyumas adalah tidak mungkin karena dikawal dengan kuat oleh Belanda, sedangkan untuk menyebrangi sungai adalah juga tidak mungkin, karena sungai Serayu dalam keadaan banjir.
Batalyon Lukas terpaksa kembali ke arah Timur menuju Sigaluh. Pada malam harinya dari Sigaluh lewat jembatan gantung menuju Madukoro, dan dari Madukoro dengan lewat Banjarmangu, Wonodadi, Bukateja masuk Purwokerto sebelah Utara, menuju Bumiayu kemudian memasuki Jawa Barat.
Tawanan Belanda Sersan KNIL Setamenggala dengan satu Belanda yang masih muda yang baru didatangkan dari Negeri Belanda dalam rangka agresi ditempatkan di satu rumah penduduk di desa Pagedongan dengan dikawal beberapa anggota Tentara Pejuang. Selama beberapa hari dalam keadaan aman. Pekerjaan 2 orang Belanda tawanan tersebut di malam hari adalah menghangatkan diri di depan pawon/dapur, karena udara yang dingin, juga kedua Belanda tersebut sudah tidak memakai baju lagi, karena bajunya sudah rusak dan tidak dapat dipakai lagi.
Pada suatu malam terdengar oleh orang kiri kanan rumah dimana Belanda ditawan, satu teriakan yang menyayat hati dari kedua tawanan Belanda itu, dan ternyata pada pagi harinya bahwa kedua Belanda itu telah terbunuh dan diseret di belakang rumah untuk berusaha ditanamnya, walaupun tidak sempurna. Kedua Belanda itu terbunuh mungkin dikarenakan Tentara Belanda sedang memasuki kembali Banjarnegara lewat Utara, Kalibening dan Karangkobar. Kedua mayat Belanda baru diambil oleh Tentara Belanda setelah satu dua hari menduduki Banjarnegara dalam keadaan setengah membusuk.
Tentara Belanda dalam serbuannya yang pertama pada pagi hari tanggal 19 Desember 1949 mengalami kegagalan karena mendapat perlawanan yang dahsyat dari Batalyon Lukas Kustaryo dari Divisi Siliwangidi Desa Blambangan, Pucang 3 a 4 KM di sebelah barat Banjarnegara, bahkan mengalami kerugian besar di antaranya dengan ditawannya 11 orang Tentara kawal depannya termasuk Sersan KNIL Setamenggala, salah satu Belanda totok yang dikenal ganas dan buas terhadap Rakyat Republik Indonesia di daerah pendudukan.
Setelah mengalami kegagalan pada pagi harinya maka Tentara Belanda tersebut kembali lagi ke pangkalannya di Purwareja Klampok, untuk menyusun kembali kekuatannya yang lebih besar dengan mendatangkan bala bantuan dari Purwokerto dan Cilacap.
Pada siang harinya Belanda bergerak kembali untuk memasuki Kota Banjarnegara dengan didahului dengan pengintaian dari udara dengan dua buah pesawat cocor merahnya, dan beberapa tempat pada sepanjang jalan Klampok – Banjarnegara terutama di daerah Blambangan dan Pucang mendapat tembakan-tembakan mitraliur dari udara. Gerak maju Tentara Belanda yang berhati-hati dengan penuh curiga itu dengan aman tanpa perlawanan memasuki Banjarnegara pada + jam 13.00.
Ternyata bahwa Batalyon Lukas telah meninggalkan tempat pertahanannya menuju ke arah Selatan kemudian ke Barat untuk bergerak menuju Jawa Barat.
Semua kekuatan TNI dan para pejuang yang berada di Banjarnegara juga telah meninggalkan kota menuju tempat-tempat yang telah ditentukanm, dan juga Rakyat pejuang ikut serta meninggalkan dan keluar kota, ke gunung dan hutan yang telah disiapkan untuk tempat tinggalnya sebagai tempat pengungsian.
2. Pemrakarsa.
a. Mayor Sumardi n. Soeprapto
b. Kapten Taram S. o. R. Karsono
c. Letda Makhlani p. Amadi
d. Iskak Setyoharsono q. Fachroedin
e. Soegeng AS. r. Badar
f. Fahroedin s. Moh. Choedori
g. H.M. Soedirno t. MH. Jaenuri
h. M. Wahjoedin u. Raboen Martojoewono
j. Boerhanoedin v. Sa’doe
k. Miskamdi w. Teng Hong Kyu
l. Ibu Amadi x. AW. Soebagjo
m. Siswadi
3. Proses pembentukan.
a. Tentara Belanda memasuki Kalibening.
Pada pagi buta Minggu Manis tanggal 19 Desember 1948 sewaktu sebagian penduduk Kalibening dan sekitarnya menggeliat dari bangun tidurnya, kemudian hari mulai terang tanah sekitar jam 06.00 terdengarlah di udara suara menderu-deru, suara 3 (tiga) pesawat angkatan udara Belanda yang terdiri dari 2 pesawat pemburu Mustang si cocor merah dan 1 pesawat bomber B 26 yang selama ini ditakuti yang merajalela di udara tanpa ada lawannya, terbang berputar-putar di atas Kalibening dan sekitarnya.
Tidak berapa lama kemudian terdengar rentetan tembakan Mitraliur dari udara dan dentuman suara bom yang dijatuhkan dari udara. Seketika itu penduduk kelihatan panik berlomba meninggalkan rumah atau suatu tempat yang sudah disiapkan apabila Belanda datang menyerang. Namun para anggota TNI yang sudah memperkirakan akan datangnya serangan dari Belanda, mereka dengan tenang bergerak menuju tempat-tempat yang telah
ditentukan, sambil memberikan petunjuk kepada penduduk untuk mengamankan diri terhadap serangan udara.
Untuk kesatuan-kesatuan TNI yang sudah memperkirakan akan ada serangan Tentara Belanda, tidaklah terkejut, karena telah dalam rencana bahwa serbuan Belanda itu telah dijadikan ketentuan untuk dimulainya tahapan baru dalam melawan agresi Belanda yang lazim di dalam taktik Militer disebut Hari – H atau Jam D. Karenanya Kesatuan-kesatuan TNI dengan tenangnya bergerak untuk menempati tempat-tempat yang telah ditentukan untuk mengadakan perlawanan terhadap agresi Belanda dengan doktrin Perang Rakyat Semesta dengan taktik perang Gerilya.
Kemudian ternyata setelah serangan udara Tentara Belanda sebagai pendahuluan dari serangan daratnya dianggap cukup, maka Infanteri Tentara Belanda dipelopori oleh pasukan kavaleri dengan beberapa Panser Belanda bergerak dari desa Kaliboja, Peninggaran Pekalongan memasuki Kecamatan Kalibening Banjarnegara. Kekuatan Tentara Belanda diperkirakan sebesar 1 Kompi ( + ) atau sekitar 150 orang dan semenjak dini telah standby berada di Kaliboja menjelang tanggal 19 Desember 1948. Belanda tidak secara langsung memasuki Kalibening, namun melambung lewat : Kaliboja – Gununglangit – Gunungsari – Glusur – Bedana – Rawan – Pesantren Piasa dan Sidakangen.
4. Kondisi awal.
Tentara Belanda memasuki Desa Sidakangen pada + jam 08.00 pagi. Dari Sidakangen Belanda meneruskan perjalanannya menuju ke Timur, masuk desa Kasinom Kertasri kemudian pada siang harinya memasuki Desa Balun. Di desa Balun mereka tanpa adanya perlawanan dari pihak pejuang RI mereka bermalam. Pagi harinya sebagian kecil dari pasukan Belanda menuju ke Kalibening sebagai patroli pada siang harinya dan sorenya kembali ke Balun.
Ternyata setelah diadakan pengecekan dan penelitian dari akibat serangan udara
Tentara Belanda, dapat dihitung bahwa bom yang dijatuhkan di Kalibening dan sekitarnya sebanyak 12 bom, sedangkan di fihak rakyat yang menjadi koran sebanyak 14 orang meninggal.
Kalibening tidak diduduki Tentara Belanda, namun setiap harinya Belanda mengadakan patroli yang dikeluarkan dari Markas Tentara Belanda dari Peninggaran Pekalongan. Kalibening menjadi daerah kawasan Tentara yang bermarkas dari Peninggaran Pekalongan.
Pada pagi harinya tanggal 20 Desember 1948 sebagaian besar Tentara Belanda yang berada di Balun menuju ke Karangkobar, dan sepanjang jalan Belanda tidak mendapat gangguan dari fihak Pejuang RI, karena dengan rencana yang telah disusunnya TNI mengosongkan Karangkobar dan menempati tempat-tempat yang telah ditentukan untuk melakukan perlawanan
yang telah tersusun. Belanda memasuki Karangkobar dengan aman dan bermalam di Karangkobar.
Pada hari Selasa Pon tanggal 21 Desember 1948 Belanda bergerak dari Karangkobar menuju Banjarmangu terus ke Wonodadi. Di daerah Pawedan dan Kalilunjar sekira jam 10.00 Belanda sempat mendapat tambahan perbekalan logistik yang diperlukan, yang diterjunkan lewat pesawat Dakota. Setelah menyelesaikan penerimaan perbekalan dari udara Belanda meneruskan perjalanannya menuju Wonodadi. Pada petang harinya Belanda sampai di Wonodadi dan bermalam.
Sepanjang jalan tersebut Belanda juga tidak mengalami perlawanan yang berarti, kecuali letusan yang sifatnya pengacauan dari perbukitan yang agak jauh dari kedudukan Belanda.
Pada waktu itu Kota Kecamatan Banjarmangu dan juga Wonodadi juga telah dikosongkan oleh pasukan-pasukan TNI yang harus selekasnya masuk daerah pendudukan Banyumas dan Jawa Barat. Sedangkan Batalyon Hartoyo yang harus
menduduki sebelah Utara Banjarnegara baru bergerak dari kedudukan sebelumnya ialah di antara Wonosobo dan Banjarnegara.
Dari arah barat tiga hari yang lalu Belanda telah menduduki kota Banjarnegara, sedangkan dari Utara hampir semua kota Kawedanan dan kota Kecamatan sudah dikuasai oleh Tentara Belanda, sebagian diduduki dan sebagian dikuasai dengan pengiriman patroli.
Kota-kota yang dianggap penting dan diduduki oleh Tentara Belanda kecuali Banjarnegara, adalah Karangkobar dan Purwareja Klampok dengan mendirikan pos penghubung di Joho Bawang, Susukan dan Tunggoro di sebelah Timur kali .....................
Wilayah Banjarnegara dengan medannya yang sangat ideal untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan taktik perang gerilya, karena sepanjang jalan di wilayah Banjarnegara selalu berada di lereng gunung, kecuali di sebelah barat, sehingga sangat menguntungkan untuk mengadakan penghadangan terhadap lalu lintas musuh. Wilayah Banjarnegara yang terbelah menjadi dua oleh Sungai Serayu dari Timur ke Barat, menjadikan Banjarnegara secara otomatis terbentuk menjadi dua Sektor kawasan perang gerilya, ialah di sebelah Utara dan di sebelah Selatan Sungai Serayu.
Pasukan tempur yang berintikan Batalyon I yang dipimpin oleh Mayor Hartoyo, dengan menempatkan Kompi Yasir di sebelah Selatan dan Markas batalyon dan Kompi-kompi lainnya berada di sebelah Utara Sungai Serayu.
Untuk membantu agar pemerintahan darurat RI tetap berjalan dalam pelaksanaan perang rakyat semesta, maka dengan unsur Teritorialnya TNI menyusun pemerintahan Militernya dalam bentuk Komando Distrik Militer yang dipimpin oleh seorang Perwira Menengah. Banjarnegara dalam pelaksanaan perang gerilya yang secara alamiah terbelah menjadi dua sektor Utara dan Selatan, maka hal ini juga mempengaruhi susunan pemerintahan Militernya.
Struktur Pemerintahan Militer di Pulau Jawa termasuk Madura dan Bali dalam Perang Rakyat Semesta adalah sebagai berikut :
- Markas Besar Komando Jawa (Djawa) atau MBKD dipimpin oleh : Kolonel A.H. Nasution.
Kepala Staf : Kolonel Bambang Supeno
- Sub Territorial Comando atau KDM Didirikan pada setiap tingkat Karesidenan untuk mengendalikan dan pelaksanaan pemerintahan tingkat Karesidenan.
- Komando Distrik Militer atau KDM. Didirikan pada setiap tingkat Kabupaten untuk mengendalikan dan pelaksanaan pemerintah Militer pada tingkat Kabupaten.
- Pemerintahan Militer Kecamatan Tentara atau PMKT. PMKT atau BODM atau Koramil sekarang, adalah didirikan pada setiap tingkat Kecamatan untuk mengendalikan dan pelaksanaan pemerintahan Militer pada setiap tingkat Kecamatan, sebagai ujung tombak pemerintahan Militer RI untuk membina dan memimpin rakyat dalam perlawanannya menghadapi Belanda.
BAB III
PEMBENTUKAN ORGANISASI
Pemerintahan Militer dibentuk dengan maksud untuk melestarikan Pemerintahan RI, membantu pemerintahan sipil selama dalam keadaan darurat perang melawan penjajah Belanda dan untuk memungkinkan perlawanan yang lebih mantap dengan pelaksanaan perang Gerilya untuk mengikutkan segenap kekuatan Rakyat sesuai doktrin perang semesta.
KDM Banjarnegara yang mendapat tugas untuk pelaksanaan dan menyelenggarakan pemerintahan di Kabupaten Banjarnegara tersusun sebagai berikut :
- KDM dengan pimpinan Mayor Sunardi berkedudukan di salah satu tempat di sebelah Selatan Kota Banjarnegara, di sekitar Kebutuh Duwur dan Kebutuh Jurang.
- Di Utara Sungai Serayu untuk mengkoordinir dan mengendalikan PMKT-PMKT yang berada di Utara sungai ditempatkan Kapten Suprapto yang juga menjabat sebagai Kepala Staf I KDM, meliputi PMKT atau ODM semacam Koramil sekarang sebagai berikut :
- KODM Batur Yang dijabat oleh Letda Ach. Soebagyo W.
- KODM Pagentan Yang dijabat oleh ...........................
- KODM Pejawaran Yang dijabat oleh Letda Syafei
- KODM Karangkobar Yang dijabat oleh Lettu Sumarno/ Letda Gunadi AS
- KODM Wanayasa Yang dijabat oleh Letda Kasiran
- KODM Kalibening Yang dijabat oleh Letda Suratno
- KODM Banjarmangu Yang dijabat oleh Letda Sumardi
- KODM Wonodadi Yang dijabat oleh Letda Sudibyo
- KODM Rakit Yang dijabat oleh Letda Sugiri
- KODM Punggelan Yang dijabat oleh Letda Gun Prawoto Sudibyo
- KODM Madukoro Yang dijabat oleh Letda Tedjo Sasongko
Sedangkan di sebelah Selatan sungai Serayu pemerintahan Militer dikoordinir dan dikendalikan oleh Kapten Taram S. Yang juga menjabat sebagai Kepala Staf II KDM Banjarnegara yang meliputi PMKT-PMKT sebagai berikut :
- KODM Sigaluh Yang dijabat oleh Serma Sinung Wirayuda
- KODM Banjarnegara Yang dijabat oleh Serma Supono
- KODM Purwanegara Yang dijabat oleh Lettu A. Tohir
- KODM Mandiraja Yang dijabat oleh Letda Sukarno
- KODM Klampok Yang dijabat oleh Letda Susmadji
- KODM Susukan Yang dijabat oleh Letda Sukirno
Pejabat Komandan Kodim 0704/Banjarnegara dari tahun 1985 s.d sekarang
{| class="wikitable"
|NO
|NAMA
|PANGKAT
|LAMA MENJABAT
|KET
|-
|1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
|Kusmit
Kusmahadi
Suwarno
Muklis Army
Ridwan
Supriyanto
Imam Sugiri
Pasrep Nurhadi
Usman Sulandri
Murtrijito, SE
Putra Jaya
Trenggono
Edy Rochmatulloh
Arief Bastari
Bagas Gunanto
Dominggus Lopes
Sujeidi Faisal
Dhanang Agus Setiawan
Teguh Prasetyanto
|Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Kav
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Inf
Letkol Arh
Letkol Inf
Letkol Czi
|1985 – 1987
1987 – 1989
1989 – 1990
1990 – 1992
1992 – 1996
1996 – 2000
2000 – 2002
2002 – 2004
2004 – 2006
2006 – 2009
2009 – 2011
2009 – 2011
2011 - 2013
2013 - 2015
2015 - 2017
2017 - 2020
2020 - 2022
2022 - 2023
2023 s.d Sekarang
|
|}
BAB IV
PENGABDIAN
a. Tugas Operasi. Tugas operasi Militer dilakukan dengan bantuan kesatuan tempur. TNI Kesatuan-kesatuan Tempur untuk wilayah Karesidenan Banyumas dalam pelaksanaan Reorganisasi dan rasionalisasi khususnya eks Divisi II/Gunungjati, telah terbentuk dan tersusun satu Brigade tempur dengan persenjataan yang lengkap di bawah pimpinan Komandan Brigade Letkol M. Bachroen dengan 4 (empat) Batalyonnya yang telah disiapkan untuk keperluan pelaksanaan Perang Gerilya untuk 4 (empat) kabupaten di daerah Banyumas sebagai berikut :
1) Batalyon Surono untuk kabupaten Cilacap yang sementara bertugas sebagai Batalyon Pengawal Gubernur Militer di Solo.
2) Batalyon Brotosiswoyo untuk Kabupaten Purwokerto
3) Batalyon Wongso untuk Kabupaten Purbalingga
4) Batalyon Hartoyo untuk Kabupaten Banjarnegara
Batalyon-Batalyon tersebut tidak terikat untuk bergerak di daerah Kabupatennya saja, tetapi dengan koordinasi yang baik dan dengan saling membantu bergerak ke wilayah Kabupaten yang lainnya. Dalam gerakan taktik perang Gerilya semua kesatuan bergerak secara terpecah dan terpisah untuk kepentingan mobilitas dalam kesatuan Regu, Seksi/Peleton, bila perlu dibutuhkan untuk sasaran yang lebih besar baru bergerak dalam kesatuan Kompi atau Batalyon, bisa juga dalam bentuk Batalyon (+), ialah Batalyon lengkap yang diperkuat dengan bantuan beberapa Kompi dari Batalyon yang lain.
Batalyon Hartoyo mendapat tugas pokok untuk pelaksanaan perang gerilya dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara. Di atas telah disebutkan, bahwa Markas Batalyon dengan 3 Kompinya mendapat tugas di Utara Sungai Serayu termasuk Kompi Umar Said dan Kompi Parwoto. Sedangkan Kompi Yasir mendapat tugas di Selatan Sungai Serayu dari Tunggoro ke Barat sampai Piasa Kecamatan Susukan.
Namun dalam pelaksanaannya setelah Belanda memasuki Banjarnegara, karena situasi dan kondisi terjadi perubahan, sebagai berikut :
- Di sebelah Utara
Kompi Umar Said mengalami perubahan besar dimana :
- Satu Seksi/Peleton lengkap dengan komandannya Letda Sutrisno bergerak menuju ke Majenang Cilacap dan mengadakan gerakan-gerakan terpisah dari kesatuannya atau kompinya di wilayah Majenang dan sekitarnya.
- Sedangkan sebagian lainnya yang terdiri dari putra-putra Banjarnegara asli memisahkan diri ke sebelah Selatan sungai Serayu dengan alasan ingin memanfaatkan medan yang sangat baik untuk taktik perang Gerilya, ialah sepanjang jalan Tunggoro Banjarnegara, mereka memisahkan diri yang akhirnya bergabung dalam Seksi gabungan Gembong Singoyudho di bawah Letda Makhlani sebagai Seksi Organik KDM Banjarnegara, yang kemudian juga menjadi Seksi II dan Kompi Yasir.
Kompi Parwoto adalah Kompi yang lebih beruntung dan lebih lengkap dari Kompi Umar Said, yang masih mampu melakukan aksi-aksi perang Gerilya di Utara Banjarnegara bekerja sama dengan kesatuan lain yang kebetulan memasuki atau lewat wilayah Banjarnegara.
Di sebelah Selatan Banjarnegara mempunyai cerita tersendiri, dan dalam cerita perang gerilya di sebelah Selatan ini termasuk cerita yang unik dalam perjuangan mengamankan dan mempertahankan kemerdekaan.
Cerita terbentuknya Seksi Gabungan Gembong Singoyudho organik KDM Banjarnegara yang kemudian menjadi Seksi II Kompi Yasir SWKS Ic. Karena garis demarkasi dengan Desa Joho yang ditarik ke kanan dan ke kiri berada di Kecamatan Bawang di tempat Batalyon Lukas Kustaryo dari Divisi Siliwangi yang dalam kesiapannya untuk bergerak masuk ke Jawa Barat apabila Belanda memulai agresinya yang ke II dimulai, maka Batalyon Hartoyo ditempatkan pada suatu tempat antara Wonosobo Banjarnegara di Utara Sungai Serayu, dan Kompi Yasir berada di sekitar Kretek – Sapuran daerah Wonosobo.
Pada waktu Belanda masuk wilayah Banjarnegara, dan Batalyon Lukas Kustaryo bergerak menuju Jawa Barat, maka Batalyon hartoyo bergerak ke Barat memasuki wilayah Banjarnegara. Dalam gerakannya itu Seksi Sutrisno dari Kompi Umar Said terus bergerak tanpa berhenti di wilayah Banjarnegara, tetapi terus ke Barat menuju Majenang wilayah Cilacap, dikarenakan kebanyakan anak buah Letda Sutrisno berasal dari daerah Majenang dan Cilacap, maka mereka ingin berjuang di daerahnya sendiri, dimana mereka mengenal medan serta masyarakatnya. Dan sebagian lagi secara berkelompok tanpa pimpinan memisahkan diri ke sebelah Selatan Banjarnegara, dan mereka tahu persis medan serta masyarakatnya, sehingga mereka mempunyai keyakinan akan sangat berguna apabila mereka berkesempatan untuk melakukan perang Gerilya melawan Belanda di sepanjang jalan besar antara Tunggoro ke Barat sampai di Susukan.
Kompi Yasir yang semula berada di daerah Kertek dan Sepuran Wonosobo, setelah Belanda melakukan agresinya yang ke dua dan memasuki Banjarnegara, Kompi Yasir ini mendapat tugas untuk penguasaan daerah di sebelah Selatan
Banjarnegara ini. Namun Kompi Yasir yang sebagian besar anak buahnya berasal dari daerah sepanjang jalan Kroya – Maos – Wangon dan sekitarnya, maka setelah bergerak dari daerah Wonosobo, Kompi Yasir terus melaju ke Barat kemudian ke Selatan dan menguasai daerah sepanjang jalan Kroya – Maos dan Wangon dan sekitarnya, sehingga daerah Selatan Banjarnegara tanpa adanya pasukan tempur yang menguasai daerah tersebut kecuali pasukan Hisbullah di bawah pimpinan Arifin yang kekuatannya tidak lebih dari satu regu.
Mayor Sunardi Perwira Distrik Militer dan Kapten Taram S. Kepala Stafnya melihat kekosongan di sebelah Selatan ini yang kemudian melihat para anggota dari Kompi Umar Said yang tanpa pimpinan berkelompok-kelompok berada di Desa-desa yang ada pada Selatan Sungai Serayu, berfikir untuk memanfaatkannya guna mengadakan serangan, penghadangan serta pengacauan terhadap kedudukan dan lalu lintas musuh, namun siapa yang dapat diberi tugas untuk memimpinnya.
Kemudian Mayor Sunardi dan Kapten Taram S. Mendengar bahwa Letda Makhlani yang dahulu adalah anak buahnya dan mengetahui betul bagaimana karakter selama menjadi anak buahnya, sekarang berada di rumah Bau/Kepala Dusun Mentasari sedang dalam keadaan sakit karena kecapaian berjalan dari Yogya mengemban tugas sebagai salah seorang Perwira penghubung dari Markas Besar Komando Jawa.
Letda Makhlani yang dahulu anggota Batalyon IV Banjarnegara setelah Reorganisasi dan rasionalisasi dipindahkan menjadi anggota Inspektorat Persenjataan Staf Khusus Angkatan Darat di Yogya, dan mulai penyerbuan Belanda memasuki Yogya yang bersangkutan, diangkat menjadi salah satu Perwira anggota Pos dan Penghubung MBKD yang sedang menuju ke tempat tugas yang baru di salah satu tempat di lereng Gunung Slamet.
Letda Makhlani yang menjelang Agresi ke dua Belanda menyerbu Yogya, dari Staf Angkatan Darat dipindahkan sebagai anggota persenjataan pada Staf Markas Besar Komando Jawa di Yogya dengan tugas apabila Belanda masuk dan menduduki Yogya, maka harus selekasnya menuju kembali ke daerah Banyumas untuk membentuk Pos X MBKD, sebagai penghubung antara Jawa Barat – Jawa Tengah dan MBKD.
Setelah Belanda memasuki dan menduduki Yogyakarta bersama dengan Lettu Djamili yang mendapat perintah untuk menuju daerah Sukabumi, Letda Moch. Yusuf menuju daerah Bekasi di bawah perintah Mayor Rahardjodikromo dari Staf III A.D dengan mengikuti gerakan Batalyon Siliwangi menuju ke Barat dengan route : Yogya – Cebongan – Samigaluh – Bener Purworejo. Kemudian naik ke puncak Gunung Sumbing, di desa Kebutuh dan bergabung sementara
dengan Staf Gubernur Wongsonegoro yang kebetulan berada disana dengan Kolonel Susalit Djoyodiningrat untuk beberapa hari disana, guna menghindari patroli-patroli Belanda. Dari desa Kebutuh puncak Gunung Sumbing Letda Makhlani mendahului untuk meneruskan perjalanan dengan route : Kebutuh – Kaliangkrik – Kepil – Kaliwiro dan kemudian Desa Lamuk berhenti di Desa Mentasari menderita sakit karena kecapaian jalan, dan kebetulan di Mentasari terdapat seorang Dokter Tentara, ialah Letkol Dr. Sutrisno, dan sempat dirawat untuk beberapa hari.
Setelah didengar kehadirannya oleh Mayor Sunardi Perwira Distrik Militer dan Kepala Stafnya Kapten Taram S., kemudian dipanggilnya untuk diberi tugas mengkoordinir dan memimpin Seksi gabungan Organik KDM Banjarnegara yang ternyata bahwa anggotanya adalah kawan-kawan akrab dalam perjuangan semasa bersama didalam Batalyon IV Banjarnegara.
b. Tugas operasi selain perang.
Seksi Gabungan Gembong Singo Yudho terbentuk atas surat perintah Perwira Komando Distrik Militer Banjarnegara No. 19/I/49/LK tanggal 1 Pebruari tahun 1948 (49) yang terdiri dari para anggota yang terpisah dari kesatuannya dan sebagai Seksi yang mobil organik KDM Banjarnegara di bawah pimpinan Letda Makhlani dan sementara bertugas untuk menguasai daerah Selatan Banjarnegara dari Tunggoro ke Barat sampai di Piasa Susukan. Di samping itu mendapat tugas pula dalam rangka pelaksanaan perang gerilya melawan Belanda sebagai berikut :
- Menyelenggarakan perang gerilya melawan Tentara Belanda, dengan membuat keresahan dan kekacauan terhadap kedudukan Belanda di waktu Belanda lengah, menyerang dan menyergap kemudian lari, menghadang lalu lintas musuh dan kemudian menjadikan musuh sebagai sumber perbekalan atau logistik.
- Menyelenggarakan tindakan-tindakan keamanan terhadap semua perusuh dan perampokan yang mengganggu keamanan rakyat, agar rakyat merasa aman dari segala gangguan keamanan, kemudian dapat membantu sepenuhnya terhadap perlawanan terhadap Belanda.
- Membantu Pemerintahan Militer RI dan memulihkan kewibawaan pemerintah RI terutama di daerah bekas pemerintahan Recomba Belanda, sehingga seluruh wilayah daerah dan pelosok merasa adanya dan taat kepada Pemerintahan Republik Indonesia dan semua rakyat antipasi kepada pemerintahan Recomba Belanda, sehingga perang rakyat semesta dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
BAB VI
PENUTUP
Penulisan sejarah satuan ini diambil dari cerita para pejuang Banjarnegara yang saat ini masih hidup dan buku yang telah tersusun dengan judul ”Banjarnegara Berjuang”. Disana terkilas cerita perjuangan masyarakat Banjarnegara bersama-sama Tentara saat itu untuk melawan Belanda.
Demikian penulisan sejarah satuan Kodim 0704/Banjarnegara, para pembaca dapat mengetahui sekilas perjuangan Banjarnegara dan bagi pimpinan Komando Atas tulisan ini sebagai bahan untuk mengambil kebijakan lebih lanjut. (Kodim 0704/Banjarnegara-Pendim).
== Komandan dari Tahun 1985 s.d sekarang ==
# Letkol Inf Kusmit (1985 - 1987)
# Letkol Inf Kusmahadi (1987 - 1989)
# Letkol Inf Suwarno (1989 - 1990)
# Letkol Muklis Army (1990 - 1992)
# Letkol Inf Ridwan (1992 - 1996)
# Letkol Inf Supriyanto (1996 - 2000)
# Letkol Inf Imam Sugiri (2000 - 2002)
# Letkol Inf Pasrep Nurhadi (2002 - 2004)
# Letkol Inf Usman Sulandri (2004 - 2006)
# Letkol Kav Murtrijito, S.E (2006 - 2009)
# Letkol Inf [[Putera Jaya]] (2009 - 2011)
# Letkol Inf [[Trenggono]] (2011 - 2013)⭐
# Letkol Inf [[Edy Rochmatullah]] (2013 - 2015)⭐
# Letkol Inf Arief Bastari, S.Ip. (2015 - 2016)
# Letkol Inf Bagas Gunanto, A.Ks (2016 - 2019)
# Letkol Inf [[Dominggus Lopes]], S.Sos. (2019 - 2020)
# Letkol Arh [[Sujeidi Faisal]], S.T., M.Han. (2020 - 2022)
# Letkol Inf [[Dhanang Agus Setiawan]], S.E., M.Si. (2022 - 2023)<ref>{{Cite web|last=Group|first=Redaksi TV10 News|title=Serah Terima Jabatan Baru, Inilah Kata Danrem|url=https://tv10newsgroup.com/serah-terima-jabatan-baru-inilah-kata-danrem/|language=id-ID|access-date=2022-06-21}}</ref>
# Letkol Czi Teguh Prasetyanto, S.T. (2023 - Sampai Sekarang)
==Referensi==
|