Apem bekuwa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Sumatera |
Apriadi ap (bicara | kontrib) menambahkan penjelasan lebih dan sejarah untuk pengembangan artikel "Makanan Tradisional Khas Indonesia" |
||
Baris 4:
Masyarakat Palembang mengenal adanya dua lapisan utama sebagai peninggalan pengaruh sistem kerajaan pada masa lalu. Lapisan dari golongan priyayi atau bangsawan dikenal dengan lapisan ''Wong Jeroo)'', dan dari golongan rakyat biasa yang dikenal dengn ''Wong Jaboo.'' <ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Makanan Tradisional Indonesia (Sumatra)|url=https://books.google.co.id/books?id=E40pCwAAQBAJ&pg=PA1#v=onepage&q&f=fals|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|date=2004-01-01|language=id|first=Harun Nur|last=Rasyid}}</ref>
Apem bekuwa memiliki fungsi yang digunakan untuk penggambaran dari kultur masyarakat Palembang sehingga makanan yang memiliki kuah ini mempercayai bahwa makanan ini sebagai penggiring doa atau tahlilan dilantunkan untuk jasad yang sudah wafat supaya dapat terhindar dari siksa [[neraka]] <ref>{{Cite book|last=Rosyadi|first=Y. F.|date=2020|title=Resprensentasi Gastronomi Indonesia Pada Masyarakat Modern dalam Novel Aruna dan Lidahnya Kara Laksmi Pamuntjak. Dalam Unisma|url-status=live}}</ref>
== Sejarah ==
Apem bekuwa termasuk ke dalam makanan yang bersifat pinggiran dengan artian bahwa makanan ini disajikan pada hari upacara keagaam tujuh hari diletakkan dipinggir-pinggir meja dan dihidangkan dari masyarakat Palembang yang mempunyai lapisan sosial dari kelas bawah.
Makanan ini juga memiliki pengaruh dari sistem sebuah kerajaan masa dahulu, bagi masyarakat sekitar Palembang menyebutkan bahwa ada dua lapisan dari sistem sosial para ulama ialah golongan orang dikenal dengan priayi atau wong jero (bangsawan) dan golongan orang dikenal masyarakat dari biasa saja atau wong jabo, penggolongan tersebut dapat dikatakan dipengaruhi oleh lapisan sosial masyarakat Jawa dikarenakan masa dahulu Palembang dibawah perintah dan kekuasaan dari Kerajaan Majapahit berkelanjutan ke Kerajaan Demak, lalu Pajang serta Mataram Islam<ref>{{Cite book|last=Harun|first=N.|url=2004|title=Esiklopedia Makanan Tardisional Indonesia (Sumatera). Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.|url-status=live}}</ref>
== Referensi ==
|