== Narasi al-Qur'an ==
Dalam kitab suci [[Muslim]], [[al-Qur'an]], [[surah Al-Kahf|surah al-Kahf]] ayat 65–82, [[Musa]] bertemu dengan Hamba Allah, yang disebut dalam al-Qur'an sebagai ''"salah satu hamba Kami yang telah Kami beri rahmat dari Kami dan yang telah Kami ajarkan ilmu dari diri Kami sendiri"''.<ref>{{Quran-usc|18|65}}</ref> Cendekiawan Muslim mengidentifikasinya sebagai Khiḍr, meskipun ia tidak disebutkan secara eksplisit dalam [[al-Qur'an]] dan tidak ada rujukan bahwa ia abadi atau secara khusus dikaitkan dengan pengetahuan esoterik atau kesuburan.{{sfn|Wheeler|2002|p=23}} Asosiasi-asosiasi ini muncul belakangan dalam keilmuan al-Khidr.{{sfn|Wheeler|2002|pp=23–24}}
[[Al-Qur'an]] menyatakan bahwa mereka bertemu di persimpangan dua lautan, di mana seekor ikan yang ingin dimakan oleh Musa dan hambanya telah lolos. Musa meminta izin untuk menemani Hamba Allah agar Musa dapat belajar ''"pengetahuan yang benar tentang apa yang diajarkan (kepadanya)"''.<ref>{{Quran-usc|18|66}}</ref> Sang Hamba memberi tahu dia bahwa ''"sesungguhnya kamu (Musa) tidak dapat memiliki kesabaran terhadap saya. Dan bagaimana kamu dapat memiliki kesabaran tentang hal-hal yang pemahamanmu tidak lengkap?"''<ref>{{Cite quran|18|68}}</ref> Musa berjanji untuk bersabar dan menaatinya tanpa ragu, dan mereka berangkat bersama. Setelah mereka menaiki kapal, Hamba Tuhan merusak kapal tersebut. Melupakan sumpahnya, Musa berkata, ''"Apakah kamu membuat lubang di dalamnya untuk menenggelamkan penghuninya? Sungguh kamu telah melakukan hal yang menyedihkan."'' Sang Hamba mengingatkan Musa akan peringatannya, ''"Bukankah sudah kukatakan bahwa engkau tidak akan bisa bersabar terhadapku?"'' dan Musa memohon untuk tidak ditegur.
Selanjutnya, Hamba Tuhan membunuh seorang pemuda. Sekali lagi Musa berteriak dengan heran dan cemas, dan sekali lagi Hamba mengingatkan Musa akan peringatannya, dan Musa berjanji bahwa dia tidak akan melanggar sumpahnya lagi, dan jika dia melakukannya dia akan minta diri dari kehadiran Hamba. Mereka kemudian melanjutkan ke kota di mana mereka ditolak keramahtamahannya. Kali ini, alih-alih merugikan siapa pun atau apa pun, Hamba Tuhan memperbaiki tembok tua di desa. Sekali lagi Musa heran dan melanggar sumpahnya untuk ketiga kalinya dan yang terakhir kalinya, menanyakan mengapa Hamba tidak menuntut "sebagian imbalan untuk itu".
== Pandangan Islam ==
=== Sunni ===
Sarjana Persia, sejarawan dan penafsir [[al-Qur'an]] [[Muhammad bin Jarir ath-Thabari]], menulis tentang Khidr di dalam bukunya ''[[Sejarah Para Nabi dan Raja]]'' pada sebuah bab yang berjudul ''"Kisah al-Khidir dan Sejarahnya: Sejarah Musa, Yusya, dan Hamba Tuhan"''. Ath-Thabari menjelaskan beberapa versi cerita tradisional seputar Khiḍr. Di awal bab, ath-Thabari menjelaskan bahwa dalam beberapa variasi, Khiḍr adalah sezaman dengan raja mitos Persia [[Afridun]], yang sezaman dengan [[Ibrahim]], dan hidup sebelum zaman [[Musa]].<ref>{{cite book|last=Ath-Thabari|title=The History of al-Tabari|year=1991|url={{Google Books|I22m81qrlZ8C|plainurl=yes}}|isbn=978-0-7914-0687-8|publisher=State University of New York|location=Albany|pages=1–2|ref={{sfnref|Ath-Thabari|1991}}}}</ref> Al-Khiḍr juga dikatakan telah ditunjuk untuk menjadi pelopor raja [[Zulkarnain]], yang dalam versi ini diidentifikasi sebagai raja Afridun.{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=2}} Dalam versi khusus ini, Khiḍr melintasi Sungai Kehidupan dan, tidak menyadari sifat-sifatnya, meminumnya dan menjadi abadi.{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=3
2–3}} Ath-Thabari juga menceritakan bahwa al-Khidr dikatakan sebagai putra seorang lelaki yang beriman kepada Ibrahim, dan yang beremigrasi bersama Ibrahim ketika dia meninggalkan [[Babilonia]].{{sfn|Ath-Thabari|1991|page=3}}
|